Minggu, 19 April 2015

ILI

Mekanisme Respons untuk intevensi “Information for Action ILI
Umpan balik dari ILI : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 300/ MENKES/SK/IV/2009 Tentang Pedoman Penanggulangan Episenter Pandemi  Influenza.
Pencegahan ILI : Tindakan pencegahan berupa peningkatan kesehatan personal, seperti mencuci tangan dan menghindari kontak dengan unggas yang sakit, pelaksanaan vaksin virus influenza dan pelayanan kesehatan seperti pemberian obat anti viral. (http://eprints.undip.ac.id/24475/1/Esther.pdf  )(diakses tanggal 14 April 2015)
Pengendalian ILI
·         Pembentukan pos komando dan koordinasi sebagai pusat operasi penanggulangan
·         Surveilans epidemiologi
·         Respon medik dan laboratorium
·         Intervensi farmasi
·         Intervensi nonfarmasi
·         Pengawasan perimeter oleh POLRI dan TNI
·         Komunikasi risiko
·         Tindakan karantina di bandar udara, pelabuhan, pos lintas batas darat (PLBD), terminal, dan stasiun
Kebijakan ILI
·         Meningkatkan usaha pengamatan (surveilans) pada manusia dan hewan (sistem kewaspadaan dini, investigasi epidemiologis, dan reaksi/penanggulangan cepat)
·         Untuk mewujudkan fungsi-fungsi tersebut maka dibentuklah 8 laboratorium regional dan 1 laboratorium rujukan nasional (http://download.portalgaruda.org/article.php?article=81457&val=4928 )
Kesiapsiagaan ILI




penyakit diare


PENYAKIT DIARE
Diare (BM = diarea; Inggris = diarrhea) adalah sebuah penyakit di mana tinja atau feses berubah menjadi lembek atau cair yang biasanya terjadi paling sedikit tiga kali dalam 24 jam.
a.         Etiologi
Diare terjadi akibat adanya rangsangan terhadap saraf otonom di dinding usus sehingga menimbulkan reflex mempercepat peristaltic usus, rangsangan ini dapat ditimbulkan oleh:
1)      Infeksi oleh bakteri pathogen, misalnya bakteri E.Colie
2)      Infeksi oleh kuman thypus (kadang-kadang) dan kolera
3)      Infeksi oleh virus, misalnya influenza perut dan ‘travellers diarre’
4)      Akibat dari penyakit cacing (cacing gelang, cacing pita)
5)      Keracunan makanan dan minuman
6)      Gangguan gizi
7)      Pengaruh enzyme tertentu
8)      Pengaruh saraf (terkejut, takut, dan lain sebagainya)
b.        Cara Penularan
1)      Penularan secara langsung: Penyakit diare dapat ditularkan dari orang satu ke orang lain secara langsung melalui fecal–oral dengan media penularan utama adalah makanan atau minuman yang terkontaminasi agen penyebab diare (Suharyono, 1991). Penderita diare berat akan mengeluarkan kuman melalui tinja, jika pembuangan tinja tidak dilakukan pada jamban tertutup, maka akan berpotensi sebagai sumber penularan.
2)      Penularan secara tidak langsung: Penyakit diare dapat juga ditularkan secara tidak langsung melalui air. Air yang tercemar kuman, bila digunakan orang untuk keperluan sehari-hari tanpa direbus atau dimasak terlebih dahulu, maka kuman akan masuk ke tubuh orang yang memakainya, sehingga orang tersebut dapat terkena diare. 
c.         Diagnosis
Diagnosa diare ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Amati konsistensi tinja dan frekuensi buang air besar bayi atau balita. Jika tinja encer dengan frekuensi buang air besar 3 kali atau lebih dalam sehari, maka bayi atau balita tersebut menderita diare. Pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah sel darah putih. Namun, untuk mengetahui organisme penyebab diare, perlu dilakukan pembiakan terhadap contoh tinja.
d.        Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
1)      Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.
a)      Penyediaan air bersih
Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir 70% tubuh manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan, minum, mandi, dan pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut WHO menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat 60 liter. Selain dari peranan air sebagai kebutuhan pokok manusia, juga dapat berperan besar dalam penularan beberapa penyakit menular termasuk diare (Sanropie, 1984). Sumber air yang sering digunakan oleh masyarakat adalah air permukaan yang merupakan air sungai, dan danau. Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal atau air tanah dalam. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir seperti hujan dan salju (Soemirat, 1996). Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air dalam terjadinya penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba patogen, sarang insekta penyebar penyakit, bila jumlah air bersih tidak mencukupi, sehingga orang tidak dapat membersihkan dirinya dengan baik, dan air sebagai sarang hospes sementara penyakit (Soemirat, 1996). Dengan memahami daur/siklus air di alam semesta ini, maka sumber air dapat diklasifikasikan menjadi: a) air angkasa seperti hujan dan air salju, b) air tanah seperti air sumur, mata air dan artesis, c) air permukaan yang meliputi sungai dan telaga. Untuk pemenuhan kebutuhan manusia akan air, maka dari sumber air yang ada dapat dibangun bermacam-macam saran penyediaan air bersih yang dapat berupa perpipaan, sumur gali, sumur pompa tangan, perlindungan mata air, penampungan air hujan, dan sumur artesis (Sanropie, 1984). Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari kandang ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air. Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung yang bersih, dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air besih (Andrianto, 1995).
b)      Tempat pembuangan tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare (Haryoto, 1983). Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga harus membuang air besar di jamban. Jamban  harus dijaga dengan mencucinya secara teratur. Jika tak ada jamban, maka anggota keluarga harus membuang air besar jauh dari rumah, jalan dan daerah anak bermain dan paling kurang sepuluh meter dari sumber air bersih (Andrianto, 1995). Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi syarat kesehatan: tidak mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan, tidak dapat di jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara, dan murah (Notoatmodjo, 1996). Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2003). Menurut hasil penelitian Irianto (1996), bahwa anak balita berasal dari keluarga yang menggunakan jamban (kakus) yang dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di kota dan 8,9 % di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada keluaga yang mempergunakan sungai sebagi tempat pembuangan tinja, yaitu, 17,0% di kota dan 12,7% di desa.
c)      Status gizi
Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh (Parajanto, 1996). Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan gizi. Menurut Gibson (1990) metode penilaian tersebut adalah: konsumsi makanan, pemeriksaan laboratorium, pengukuran antropometri dan pemeriksaan klinis. Metode-metode ini dapat digunakan secara tunggal atau kombinasikan untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif. Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak episode diare yang dialami. Mortalitas bayi dinegara yang jarang terdapat malnutrisi protein energi (KEP) umumnya kecil (Canada, 28,4 permil). Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk mengadakan kekebalan nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang (Suharyono, 1986).
d)     Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4 -6 bulan. Untuk menyusui dengan aman dan nyaman ibu jangan memberikan cairan tambahan seperti air, air gula atau susu formula terutama pada awal kehidupan anak. Memberikan ASI segera setelah bayi lahir, serta berikan ASI sesuai kebutuhan. ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara penuh mempunyai  daya lindung empat kali lebih besar terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI pada enam bulan pertama kehidupannya, risiko mendapatkan diare adalah 30 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI (Depkes, 2000). Bayi yang memperoleh ASI mempunyai morbiditas dan mortalitas diare lebih rendah. Bayi dengan air susu buatan (ASB) mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang selain mendapat susu tambahan juga mendapatkan ASI, dan keduanya mempunyai risiko diare lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang sepenuhnya mendapatkan ASI. Risiko relatif ini tinggi dalam bulan-bulan pertama kehidupan (Suryono, 1988).
e)      Kebiasaan mencuci tangan
Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme patogen dengan melalui air minum. Pada penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting, karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh manusia. Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan dengan penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran sumber perantara oleh tinja serta menghalangi masuknya sumber perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut. Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya mencegah diare. Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar, setelah menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi makan anak dan sebelum menyiapkan makanan. Kejadian diare makanan terutama yang berhubungan langsung dengan makanan anak seperti botol susu, cara menyimpan makanan serta tempat keluarga membuang tinja anak (Howard & Bartram, 2003). Hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare dikemukakan oleh Bozkurt et al  (2003) di Turki, orang tua yang tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum merawat anak, anak mempunyai risiko lebih besar terkena diare. Heller (1998)  juga mendapatkan adanya hubungan antara kebiasaan cuci tangan ibu dengan kejadian diare pada anak di Betim-Brazil. Anak kecil juga merupakan sumber penularan penting diare. Tinja anak, terutama yang sedang menderita diare merupakan sumber penularan diare bagi penularan diare bagi orang lain. Tidak hanya anak yang sakit, anak sehatpun tinjanya juga dapat menjadi carrier asimptomatik yang sering kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu cara membuang tinja anak penting sebagai upaya mencegah terjadinya diare (Sunoto dkk, 1990). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Aulia dkk., (1994) di Sumatera Selatan, kebiasaan ibu membuang tinja anak di tempat terbuka merupakan faktor risiko yang besar terhadap kejadian diare dibandingkan dengan kebiasaan ibu membuang tinja anak di jamban.
f)       Imunisasi
Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga pemberian imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare. Anak harus diimunisasi terhadap penyakit campak secepat mungkin setelah usia sembilan bulan (Andrianto, 1995)
2)      Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada si anak yang telah menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikan  dengan penyebab diarenya misal bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter (Fahrial Syam, 2006). 
3)      Tersier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.
Upaya penanggulangan penyakit diare antara lain yaitu:
-          Bila diare berlangsung lama misalnya 1-2 hari dan bila kencing berkurang jumlah dan frekuensinya maka bawa segera penderita ke RS karena ada kemungkinan ia terkena dehidrasi
-          Mengobati dehidrasi. Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak) penderita harus segera dibawa ke petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat yaitu dengan oralit, jika terjadi dehidrasi berat penderita harus diberikan cairan intra vena (infus) dengan linger laktat sebelum dilanjutkan terapi oral.
-          Hindari makanan padat.
-          Mengobati masalah lain. Apabila ditemukan penderita diare yang disertai dengan penyakit lain maka diberikan pengobatan sesuai dengan indikasi dengan tetap mengutamakan dehidrasi.
e.         Gambaran Epidemiologi
1)      Distribusi dan Frekuensi
a)      Menurut Orang
Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada bayi daripada anak yang lebih besar. Kejadian diare akut pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. Hasil survei Program Pemberantasan (P2) Diare di Indonesia menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 301 per 1.000 penduduk dengan episode diare balita adalah 1,0–1,5 kali per tahun. Survei Departemen Kesehatan tahun 2003 penyakit diare menjadi penyebab kematian nomor dua pada balita, nomor tiga pada bayi, dan nomor lima pada semua umur. Kejadian diare pada golongan balita secara proporsional lebih banyak dibandingkan kejadian diare pada seluruh golongan umur yakni sebesar 55%. Berdasarkan Survei Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PPM-PL)  jumlah kasus diare pada tahun 2005 di Sulawesi Selatan berdasarkan umur yang paling tinggi terjadi pada usia >5 tahun yaitu sebesar 100.347 kasus sedangkan kematian yang paling banyak terjadi berada pada usia <1 tahun yakni sebanyak 25 kematian. Perbedaan sifat keadaan karakteristik personal/individu secara tidak langsung dapat memberikan perbedaan pada sifat/keadaan keterpaparan faktor resiko penyakit diare maupun derajat resiko penyakit diare serta reaksi individu terhadap setiap keadaan keterpaparan, sangat berbeda dan dipengaruhi oleh berbagai sifat karakteristik tertentu. Sifat karateristik itu antara lain: umur, jenis kelamin, kelas sosial, jenis pekerjaan, penghasilan, golongan etnik, status perkawinan, besarnya keluarga, struktur keluarga, dan paritas. Hasil penelitian Zulkifli (2003) dengan desain cross sectional  di Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie  menunjukkan  bahwa diare terbanyak pada anak balita dengan kelompok umur < 24 bulan.
b)      Menurut Tempat
Penyakit diare tidak hanya terdapat di negara-negara berkembang atau terbelakang saja, akan tetapi juga dijumpai di negara industri bahkan di negara yang sudah maju sekalipun, hanya saja di negara maju keadaan penyakit diare infeksinya jauh lebih kecil. Berdasarkan Ditjen  PPM & PL  tahun 2005 bahwa KLB diare yang paling tinggi yang paling besar terjadi pada daerah NTT dengan jumlah penderita 2.194 orang  dengan CFR sebesar 1,28%  diikuti oleh Kota Banten dengan jumlah penderita 1.371 orang dan CFR 1,9%. Hal ini disebabkan tingkat sanitasi masyarakat yang masih rendah, dimana pada daerah NTT tersebut terjadi kekurangan air, sehingga aktivitas mereka terbatasi dengan minimnya persediaan air. Pada tahun 2004, di Indonesia diare merupakan penyakit dengan frekuensi KLB kelima setelah DBD, Campak, Tetanus Neonatorum dan keracunan makanan. Angka kesakitan diare di Kalimantan Tengah dari tahun 2000-2004 fluktuatif dari 15,87 sampai 23,45. Pada tahun 2005 kasus diare 37,53% terjadi pada  balita. Berbagai penelitian tetang diare telah dilakukan di berbagai tempat. Hasil penelitian Kasman di  Puskesmas Air Dingin Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (2003) dengan desain cross sectional didapatkan  proporsi diare pada anak balita sebesar 69,1%.
c)      Menurut Waktu
Masih seringnya terjadi wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) diare menyebabkan pemberantasannya menjadi suatu hal yang sangat penting. Di Indonesia, KLB diare masih terus terjadi hampir di setiap musim sepanjang tahun. Angka kesakitan diare tahun 2000 berdasarkan Survei Ditjen PPM-PL adalah 301 per 1.000 penduduk dan episode pada balita 1,3 kali per tahun. Pada tahun 2003 angka kesakitan diare meningkat menjadi 374 per 1.000 penduduk dan episode pada balita 1,08 kali per tahun. Cakupan penderita diare yang dilayani dan dilaporkan selama lima tahun terakhir cenderung menurun.  Sementara itu jumlah penderita diare yang dapat dihimpun dalam lima tahun terakhir ditemukan bahwa jumlah penderita yang dilaporkan paling tinggi yakni pada tahun 2000 sebesar 4.771.340 penderita, sedangkan jumlah penderita yang dilaporkan paling rendah yakni pada tahun 2004 sebesar 596.050 penderita.
2)      Determinan
a)      Host (Penjamu)
-            Umur
Survei Departemen Kesehatan tahun 2003 penyakit diare menjadi penyebab kematian nomor dua pada balita, nomor tiga pada bayi, dan nomor lima pada semua umur. Hasil penelitian Zulkifli (2003) dengan desain cross sectional di Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie  menunjukkan  bahwa diare terbanyak pada anak balita dengan kelompok umur < 24 bulan.
-            Jenis Kelamin
Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada bayi daripada anak yang lebih besar. Kejadian diare akut pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. Penelitian Efrida Yanthi (2001)  di  Kecamatan Padang Bolak Julu Kabupaten Tapanuli Selatan dengan desain cross sectional menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara jenis kelamin anak balita dengan kejadian diare dengan nilai p =0,997.
-            Status Gizi
Penderita gizi buruk akan mengalami penurunan produksi antibodi serta terjadinya atropi pada dinding usus yang menyebabkan berkurangnya sekresi berbagai enzim sehingga memudahkan masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh terutama penyakit diare. Hasil  penelitian  Elmi Haryuni (2005) dengan desain case control di wilayah kerja Puskesmas Bandar Khalifah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang   menunjukkan  terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi balita dengan kejadian diare deng an nilai p=0,000, OR=3,5. Hasil  penelitian  Zulkifli (2003) dengan desain cross sectional  di Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie  menunjukkan  bahwa diare terbanyak pada anak balita dengan kelompok umur < 24 bulan.
-            Status imunisasi
Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Untuk itu anak harus segera diberi imunisasi campak  ketika  berumur 9 bulan sampai anak berusia 1 tahun. Hasil penelitian Efrida Yanthi (tahun 2001) di Kecamatan Padang Bolak Julu Kabupaten Tapanuli Selatan, yang melakukan analisis faktor resiko terhadap kejadian diare yang menggunakan desain penelitian cross sectional menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan kejadian diare dengan nilai  p=0,000 (p<0,05). Ini berarti balita yang tidak imunisasi memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita diare.
-            ASI Eksklusif
Pemberian makanan berupa ASI sampai bayi mencapai usia 4-6 bulan, akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena itu, dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif akan terlindungi dari berbagai macam infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit.  Hasil penelitian Dina Kamalia (2005) tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada bayi usia 1-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I yang menggunakan desain cross sectional, menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian diare dimana nilai p=0,003 (p<0,005)
b)      Agent
Beberapa penyebab diare dapat dibagi menjadi:
-            Peradangan usus oleh:
·           Bakteri, seperti: Escheria coli, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, B, C, Shigella flexneri, Vibrio cholera, Vibrio eltor, Vibrio parahemolytius, Clostridium perferingens, Campilobacter, Staphilococcus, Streptococcus, Coccidiosis.
·           Parasit, seperti: Protozoa (Entamoeba histolyca, Giardia lambia, Trichomonashominis isospora), cacing (Ascaris lumbricoides, Ancylostoma duodenale, Necator americanus, Trichuris tricura, Vermiccularis, Taenia saginata, Taenia solium), jamur (Candida).
·           Virus, seperti:  Rotavirus, Farvovirus, Adenovirus, Norwalk.
-            Makanan, yaitu:
·           Sindroma malaborsi: malabsorpsi karbohidrat, lemak dan protein.
·           Keracunan makanan dan minuman yang disebabkan bakteri (Clostridium bottulinus, Staphilococcus) atau bahan kimia.
·           Alergi, misalnya tidak tahan pada makanan tertentu seperti susu kaleng atau susu sapi.
·           Kekurangan energi protein (KEP).
-            Immunodefisiensi terutama SIg A (secretory immunoglobulin A) yang mengakibatkan berlipat ganda nya bakteri/flora usus dan jamur terutama Candida. Psikologis: rasa takut  dan cemas. Walaupun jarang, dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.
c)      Environment (Lingkungan)
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
-            Ketersediaan Jamban
Penelitian Dewi Ratnawati dkk (tahun 2006) di Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta dengan desain penelitian  case control, menunjukkan bahwa penggunaan jamban yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko 2,550 kali lebih besar balitanya untuk terkena diare akut dibandingkan dengan penggunaan jamban yang memenuhi syarat dan secara statistik bermakna.
-            Penyediaan Air Bersih
Penelitian Dewi Ratnawati dkk (tahun 2006) di Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta dengan desain penelitian case control, menunjukkan bahwa penggunaan sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko 1,310 kali lebih besar balitanya untuk terkena diare akut dibandingkan dengan penggunaan sarana air bersih yang memenuhi syarat namun secara statistik tidak bermakna. 
-            Sanitasi Lingkungan
Rendahnya mutu sanitasi lingkungan merupakan keadaan yang potensial untuk menjadi sumber penularan penyakit diare. Hasil penelitian Efrida Yanthi (tahun 2001) yang melakukan analisis hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian diare yang menggunakan desain penelitian  cross sectional menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sanitasi lingkungan dengan kejadian diare dengan nilai p=0,000(p<0,05).


perbedaan renstra dan renop

Tisnawati sule, Ernie dan saefullah, Kurniawan. 2005. Pengantar Manajemen Edisi Pertama. Jakarta: Kencana
Amstrong, Michael. 2003. How to be an even better manager. Jakarta Barat: Binarupa Aksara
M. Bryson, John. 2001. Perencanaan Strategis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
http://cewe-batak.blogspot.com/2012/12/perencanaan-strategis.html
http://ovalhanif.wordpress.com/2009/04/21/ perencanaan-strategis-strategic-planning/
http://resiharenaputri.wordpress.com/2012/11/05/manajemen-pemasaran-studi-kasus-marketing-mix-indomi/


PENGERTIAN
Rencana Operasional (operational planning) adalah rencana yang memberikan rincian tentang bagaimana rencana strategis itu akan dilaksanakan. Rencana operasional atau biasa disebut planning of action (POA) merupakan rincian rencana yang lebih operasional dan merupakan rencana jangka pendek. Lingkup perencanaan ini lebih sempit dibandingkan dengan perencanaan strategi. Adalah rencana yang menitikberatkan pada perencanaan rencana taktis untuk mencapai tujuan operasional. Dikembangkan oleh manajer ingkat menegah dan tingkat bawah, rencana operasional memiliki fokus jangka pendek dn lingkup yang relatif lebih sempit. Masing-masing rencana operasional berkenaan dengan suatu rangkaian kecil aktivitas.
Rencana Strategis (strategic planning) adalah perencanaan yang berisikan uraian tentang kebijakan tujuan jangka panjang dan waktu pelaksanaan yang lama. Perencanaan strategis adalah bentuk perencanaan jangka panjang atau jangka menengah yang dilakukan untuk menentukan tujuan dan sasaran strategis organisasi. Model perencanaan ini sulit untuk dirubah. Rencana strategis merupakan rencana yang dirancang untuk mencapai tujuan yang luas  yaitu untuk melaksanakan tugas-tugas suatu organisasi. Perencanaan Strategis ( Strategic Planning ) adalah sebuah alat manajemen yang digunakan untuk mengelola kondisi saat ini untuk melakukan proyeksi kondisi pada masa depan, sehingga rencana strategis adalah sebuah petunjuk yang dapat digunakan organisasi dari kondisi saat ini untuk mereka bekerja menuju 5 sampai 10 tahun ke depan ( Kerzner , 2001 ).


CONTOH
. Contoh dari rencana operasional antara lain: pengembangan kegiatan kurikuler, pengembangan kegiatan kesiswaan, peningkatan kerjasama dengan masyarakat, dan sebagainya.
TUGAS
Perencanaan strategi bertugas mendefinisikan tujuan ideal dan tujuan yang bisa dilaksanakan. Sementara itu perencanaan operasional bertugas menerjemahkan kedua macam tujuan tadi bersama kebijakannya kedalam metode, prosedur, dan koordinasi agar tujuan-tujuan tadi dapat direalisasi.
MELIPUTI
Perencanaanstrategis meliputi komitmen manajemen puncak, penjaminan dukungantambahan serta dukungan struktur organisasi untuk penerapan mutu.
Perencanaan operasional meliputi perencanaan yang detailuntuk setiap dan semua kegiatan yang akan dilakukan selama menerapkansebagian atau seluruh mutu layanan.

Tahap perencanaan ini membutuhkan lebih banyak waktu dandetail dibandingkan tahap perencanaan strategis dan juga merupakan langkah penting sebelum menerapkan setiap proses dengan tepat.
BENTUK
bentuk Rencana operasional terdiri dari:
1)      Rencana sekali pakai (single-use plans), dikembangkan untuk mencapai tujuan khusus dan dibubarkan bila rencana ini telah selesai dilaksanakan. Contoh : program, proyek
2)      Rencana tetap (standing plans), merupakan pendekatan yang telah dibakukan untuk menangani situasi yang berulang kali terjadi dan yang dapat dengan mudah diantisipasi. Contoh : kebijakan, peraturan

UNSUR
Secara umum rencana kegiatan operasional mengandung unsur –unsur :
1.      Tahapan atau rencana kegiatan spesifik yang harus dilakukan.
2.      Adanya orang yang bertanggung jawab agar setiap tahap atau tindakan dapat diselesaikan dengan baik.
3.      Jadwal untuk menjalankan setiap tahapan atau tindakan
4.      Sumber daya yang perlu dialokasikan agar tahapan atau tindakan tersebut dapat diselesaikan dengan baik
5.      Adanya mekanisme umpan balik untuk memantau setiap tahapan atau tindakan.

sifat-sifat:
1.      berorientasi lebih menuju ke tindakan, hasil, dan implementasi;
2.       mempromosikan partisipasi yang lebih luas dan beragam dalam proses perencanaannya;
3.      lebih menekankan pada pemahaman masyarakat terhadap konteks lingkungannya, mengidentifikasi peluang dan ancaman terhadap masyarakat melalui kajian lingkungan;
4.      mengandung perilaku kompetitif (bersaing) di pihak masyarakat;
5.      menekankan kajian kekuatan dan kelemahan masyarakat dalam konteks peluang dan ancaman
Perbedaan perencanaan operasional dengan perencanaan strategis menurut
Hinsa siahaan (2009) dapat dilihat dari tabel dibawah ini :


Perencanaan operasional
Perencanaan strategis
Pusat bahasan   
Masalah-masalah pengoperasian   
Kelangsungan dan Pengembangan jangka panjang
Sasaran 
keuntungan ssekarang (Laba sekarang   )
keuntungan diwaktu yang akan datang (Laba diwaktu yang akan datang)
Batasan
Lingkungan sumber daya sekarang
Lingkungan sumber daya waktu yang akan datang
Hasil yang diperoleh
Efisiensi, stabilitas
Pengembangan potensi mendatang
Informasi
Dunia bisnis ssekarang   
Kesempatan di waktu yang akan datang
organisasi
Birokrasi / stabil
Wirausaha / fleksibel
kepemimpinan
konservatif
Menginspirasi perubahan radikal
Pemecahan masalah
Berdasarkan pengalaman masa lalu ( resiko rendah)   
Mengantisipasi, menemukan pendekatan-pendekatan baru (resiko tinggi)

rai
Solihin,Ismail. 2011. Pengantar Manajemen. Penerbit Erlangga – Jakarta
siahaan

1.            Perencanaan Jangka Panjang adalah perencanaan yang memiliki sasaran dan tindakan yang disarankan yang meliputi jangka waktu lebih lama, paling sedikit lima tahun dan membutuhkan pertimbangan secara lebih mendetail agar lebih matang. Contoh : Program Pembangunan Nasional.