Paper
Potensi
Bahaya Lingkungan Kerja:
Pencahayaan
(Lighting) dan Panas (Heat)
Disusun
Oleh:
Liyana
Putri A (25010113120151)
Nur
Sulistyaningsih (25010113120152)
Ari
Pratiwi (25010113120153)
Nisriinaa
R U (25010113120154)
Ria
Novita S (25010113120156)
Yeny
Anggrainy (25010113120157)
Nisa
Novaeni (25010113120158)
Yuanita
Erry W (25010113120159)
Ernawati (25010113120160)
Kelas B 2013
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro
2014
A. Potensi
Bahaya Fisika
Secara umum, bahaya
fisika merupakan bahaya yang bersifat fisik. Bahaya ini seperti ruangan yang
terlalu panas, terlalu dingin bising kurang penerangan, getaran yang
berlebihan, radiasi, dan sebagainya. Keadaan tempat kerja yang terlalu panas
mengakibatkan karyawan cepat lelah karena kehilangan cairan dan garam. Bila
panas dari lingkngan ini berlebihan, suhu tubuh akan meningkat yang menimbulkan
gangguan keseatan, pada keadaan berat sudu tubuh sangat tinggi yang
mengakibatkan pingsan sampai kematian, keadaaan yang terlalu dingin juga akan
menyebabkan karyawan sering sakit sehingga akan menurunkan daya tahan tubuhnya.
Kebisingan mengganggu kosentrasi, komunikasi dan kemampuan berfikir, Kebisingan
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan penurunan sifat permanen, nilai ambang
batas kebisingan adalah 85 dB untuk karyawan yang bekerja 8 jam sehari dan 40
jam seminggu. Pencahayaan penting untuk efisiensi kerja. Pencahayaan yang
kurang memadai atau menyilaukan akan melelahkan mata, kelelahan mata akan
menimbulkan rasa kantuk dan hal ini berbahaya bila karyawan mengoperasikan
mesin-mesin berbahaya sehingga dapat menyenabaan keseakaan, untuk pengatuarn
intesitas pencahaan telah diatur dalam peraturan mendteri perburuan no 7 tahun
1964. Getaran yang berlebihan menyebabka berbahai penyakit pada pembuluh daram
syarafm sendir dan tulang punggung, Sedang radiasi panas akan menyebabkan suhu
tuuh meningkat dan akibatnya sama dengan ruang kerja yang panas, selain itu
terdapat berbagai radiasi seperti radiasi dari bahan radiokatf, radiasi sinar
dan riasi gelombang mikro yang dapat menimbulkan berbagai penyakit pada
karyawan.
Macam-Macam
Bahaya Fisik
a.Kebisingan
Bunyi
kebisingan
adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan sehari-hari,
termasuk di tempat kerja.Bahkan bunyi yang kita tangkap melalui telinga kita
merupakan bagian dari kerja misalnya bunyi telepon, bunyi mesin ketik /
komputer, mesin cetak, dan sebagainya.Namun sering bunyi-bunyi tersebut
meskipun merupakan bagian dari kerja kita tetapi tidak kita inginkan, misalnya
teriakan orang, bunyi mesin diesel yang melebihi ambang batas pendengaran, dan
sebagainya.Bunyi yang tidak kita inginkan atau kehendaki inilah yang sering
disebut bising atau kebisingan. Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi
yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan
dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi. Kualitas bunyi ditentukan
oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya.Frekuensi dinyatakan dalam jumlah
getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang-gelombang
yang sampai di telinga setiap detiknya.Biasanya suatu kebisingan terdiri dari
campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas
atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis
yang disebut desibel ( DB ). Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau
desibel ini dapat ditentukan apakah bunyi itu bising atau tidak.Dari
ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan seberapa jauh bunyi-bunyi di sekitar
kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak dikehendaki / bising.
Skala
Intensitas KebisinganSkala Intensitas Desibel Batas Dengar Tertinggi
No.
|
Sumber
|
Skala DB batas
dengar tertinggi
|
1.
|
Halilintar
|
120 DB
|
2.
|
Meriam
|
110 DB
|
3.
|
Mesin uap
|
100 DB
|
4.
|
Jalan yang ramai
|
90 DB
|
5.
|
Pluit
|
80 DB
|
6.
|
Kantor gaduh
|
70 DB
|
7.
|
Radio
|
60 DB
|
8.
|
Rumah gaduh
|
50 DB
|
9.
|
Kantor pada umumnya
|
40 DB
|
10.
|
Rumah tenang
|
30 DB
|
11.
|
Kantor perorangan
|
20 DB
|
12.
|
Sangat tenang, suara daun jatuh, tetesan air
|
10 DB
|
Aspek
yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi
frekuensi,dan lama pajanan. Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah
komunikasi, turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance
tenaga kerja.Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka
waktu tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis.
Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim .Contoh
: Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.
Kebisingan
mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada indera
pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa
intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan
(pendengaran) adalah diatas 60 dB.Oleh sebab itu para karyawan yang bekerja di
pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB maka harus dilengkapi dengan
alat pelindung (penyumbat) telinga guna mencegah gangguan pendengaran.Disamping
itu kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang bising
memaksa pekerja berteriak didalam berkomunikasi dengan pekerja lain.
Kadang-kadang teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah
komunikasi (miss communication) atau salah persepsi terhadap orang lain. Oleh
karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat
lingkungan kerja yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah keluarga
juga terbiasa berbicara keras.Bisa jadi timbul salah persepsi di kalangan
keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap marah.Lebih jauh kebisingan yang
terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja yang akibatnya
pekerja cenderung berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas
kerja. Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin
dapat dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber getaran
atau memodifikasi mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan
sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB.Tetapi penggunaan
penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja karena terasa
risih adanya benda asing di telinganya.Untuk itu penyuluhan terhadap mereka
agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya dan akhirnya mau
memakainya.
Kebisingan
mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada indera
pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa
intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan
(pendengaran) adalah diatas 60 dB.Oleh sebab itu para karyawan yang bekerja di
pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB maka harus dilengkapi dengan
alat pelindung (penyumbat) telinga guna mencegah gangguan pendengaran.Disamping
itu kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang bising
memaksa pekerja berteriak didalam berkomunikasi dengan pekerja lain.
Kadang-kadang teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah
komunikasi (miss communication) atau salah persepsi terhadap orang lain. Oleh
karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat
lingkungan kerja yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah keluarga juga
terbiasa berbicara keras.Bisa jadi timbul salah persepsi di kalangan keluarga
karena dipersepsikan sebagai sikap marah.Lebih jauh kebisingan yang
terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja yang akibatnya
pekerja cenderung berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas
kerja. Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin
dapat dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber getaran
atau memodifikasi mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan
sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB.Tetapi penggunaan
penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja karena terasa
risih adanya benda asing di telinganya.Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar
menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya dan akhirnya mau
memakainya.
b.
Getaran Getaran
mempunyai parameter yang hampir sama dengan
bising seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran
terus menerus atau intermitten. Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan
penting dalam memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan
manual
menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah
yang dikenal sebagai ” Raynaud’s phenomenon ” atau ” vibration induced white
fingers”(VWF).
Peralatan
yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan
sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang
belakang.Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.
c.Radiasi
Non Mengion
Radiasi
non mengion antara lain : radiasi ultraviolet, visible radiation, inframerah,
laser, medan elektromagnetik (microwave dan frekuensi radio) .
1.Radiasi
infra merah dapat menyebabkan katarak.
2.Laser
berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.
3.Medan
elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.
Contoh
: Radiasi ultraviolet : pengelasan.
Radiasi
Inframerah : furnacesn/ tungku pembakaran
Laser
: komunikasi, pembedahan
d.
Pencahayaan atau Penerangan ( Illuminasi )
Tujuan
pencahayaan : 1.Memberi kenyamanan dan efisiensi dalam melaksanakan pekerjaan
2.Memberi
lingkungan kerja yang aman
Efek
pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala,
berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan. Keuntungan
pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi
kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi
kecelakaan kerja. Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan
menambah beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga
menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu penerangan dalam lingkungan kerja
harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis. Disamping itu cahaya yang
cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan
jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja. Berkaitan dengan pencahayaan
dalam hubungannya dengan penglihatan orang didalam suatu lingkungan kerja maka
faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga mempengaruhi.Pekerja di
suatu pabrik arloji misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil maka intensitas
penerangan relatif harus lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas penerangan
di pabrik mobil.Demikian juga umur pekerja dimana makin tua umur seseorang,
daya penglihatannya semakin berkurang.Orang yang sudah tua dalam menangkap
objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada orang
yang lebih muda. Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan
menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya.
Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing),
dibandingkan
dengan intensitas penerangan di pabrik mobil.Demikian juga umur pekerja dimana
makin tua umur seseorang, daya penglihatannya semakin berkurang.Orang yang
sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang
lebih tinggi daripada orang yang lebih muda. Akibat dari kurangnya penerangan
di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para
karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain
sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya
konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa
pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal
ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap
atau kabur. Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup
dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai
berikut : Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan
latar belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja
harus berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan. Meningkatkan
penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat kerja. Disamping itu
di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan lampu-lampu
tersendiri. Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur
masing-masing tenaga kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50
tahun tidak diberikan tugas di malam hari.Disamping akibat-akibat pencahayaan
yang kurang seperti diuraikan diatas, penerangan / pencahayaan baik kurang
maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah apabila pengaturannya
kurang baik yakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja maka
harus dilakukan pengaturan atau dicegah. Pencegahan silau dapat dilakukan
antara lain :
a.Pemilihan
jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang menyebabkan silau
dibandingkan lampu biasa.
b.Menempatkan
sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa sehingga tidak langsung
mengenai bidang yang mengkilap.
c.Tidak
menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang langsung
memasukkan sinar matahari
d.Penggunaan
alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
e.Mengusahakan
agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda.
Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi
bayangan-bayangan. Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di
lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut : Kelelahan mata yang
akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja. Kelemahan mental
Kerusakan alat penglihatan (mata). Keluhan pegal di daerah mata dan sakit
kepala di sekitar mata. Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam
mendirikan bangunan tempat kerja (pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya)
sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut :
Jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya
matahari ke tempat kerja. Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya
cahaya matahari harus cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas
bangunan. Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus
diganti dengan penerangan lampu yang cukup. Penerangan tempat kerja tidak
menimbulkan suhu ruangan panas (tidak melebihi 32 derajat celsius). Sumber
penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang.
d.
Bau-Bauan
Bau-bauan
yang dimaksud bau-bauan dalam kaitannya dengan kesehatan kerja Yang dimaksud
bau-bauan dalam kaitannya dengan kesehatan kerja adalah bau-bauan yang tidak
enak di lingkungan kerja dan mengganggu kenyamanan kerja.Selanjutnya bau-bauan
ini dapat mengganggu kesehatan dan produktivitas kerja.Bau-bauan sebenarnya
merupakan jenis pencemaran udara yang tidak hanya mengganggu penciuman tetapi
juga dari segi higiene pada umumnya. Cara pengukuran bau-bauan yang dapat
mengklasifikasikan derajat gangguan kesehatan belum ada sehingga pengukurannya
masih bersifat objektif.Hal ini disebabkan karena seseorang yang mencium bau
tertentu dan merasa tidak biasa dengan bau tersebut, apabila sudah lama atau
biasa mencium bau aneh tersebut maka akhirnya menjadi terbiasa dan tidak
mencium bau yang aneh tersebut. Orang yang bekerja di lingkungan yang berbau
bensin atau oli, mula-mula merasakan bau tersebut tetapi lama-kelamaan tidak
akan merasakan bau tersebut meskipun bau tersebut tetap di lingkungan kerja
itu. Hal ini disebut penyesuaian penciuman.Dalam kaitannya dengan kesehatan
kerja atau dalam lingkungan kerja, perlu dibedakan antara penyesuaian penciuman
dan kelelahan penciuman.Dikatakan penyesuaian penciuman apabila indera
penciuman menjadi kurang peka setelah dirangsang oleh bau-bauan secara
terus-menerus, seperti contoh pekerja tersebut diatas. Sedangkan kelelahan
penciuman adalah apabila seseorang tidak mampu mencium kadar bau yang normal
setelah mencium kadar bau yang lebih besar. Misalnya orang tidak mencium bau bunga
setelah mencium bau yang kuat dari bangkai binatang.Ketajaman penciuman
seseorang.
dipengaruhi
oleh faktor psikologis sewaktu-waktu, misalnya emosi, tegangan, ingatan, dan
sebagainya. Orang yang sedang mengalami ketegangan psikologis atau stress, ia
tidak dapat mencium bau-bauan yang aneh, yang dapat dicium oleh orang yang
tidak dalam keadaan tegang. Disamping itu penciuman juga dapat dipengaruhi oleh
kelembaban udara.Pada kelembaban antara 40-70 % tidak mempengaruhi penciuman
tetapi dibawah atau diatas kelembaban itu dapat mempengaruhi penciuman.
Pengendalian bau-bauan di lingkungan kerja dapat dilakukan antara lain :
1.Pembakaran
terhadap sumber bau-bauan misalnya pembakaran butil alkohol menjadi butarat dan
asam butarat.
2.Proses
menutupi yang didasarkan atas kerja antagonistis diantara zat-zat yang berbau.
Kadar zat tersebut saling menetralkan bau masing-masing. Misalnya bau karet
dapat ditutupi atau ditiadakan dengan paraffin.
3.Absorbsi (penyerapan), misalnya penggunaan
air dapat menyerap bau-bauan yang tidak enak.
4.Penambahan
bau-bauan kepada udara yang berbau untuk mengubah zat yang berbau menjadi
netral (tidak berbau). Misalnya menggunakan pengharum ruangan.
5.Alat
pendingin ruangan (air conditioning) disamping untuk menyejukkan ruangan juga sebagai
cara deodorisasi (menghilangkan bau-bauan yang tidak enak) di tempat kerja.
B.
Lighting
(penerangan / pencahayaan)
Sistem pencahayaan merupakan bagian dari Higene Industri
yang merupakan spesialisasi dalam Ilmu Higene beserta pertolongan yang dengan
mengadakan penilaian pada faktor-faktor penyebab penyakit dalam lingkungan
kerja melalui pengukuran yang hasilnya digunakan untuk dasar tindakan korektif
pada lingkungan tersebut bila perlu pencegahan agar pekerja terhindar dari
berbagai akibat kerja serta dimungkinkan mengecap derajat kesehatan
setinggi-tingginya.
Penerangan yang baik akan menyebabkan kita tidak dapat
melihat benda-benda dengan jelas, kemudian tidak dapat melihat sumber bahaya
dengan jelas pula atau dapat melihat suatu bahaya tetapi bahaya tersebut tidak
dapat kita kenali dengan cepat. (Tarwaka, 1998)
Pada
pekerjaan yang memerlukan ketelitian tanpa penerangan yang memadai, maka
dampaknya akan sangat terasa pada kelelahan mata. Terjadinya kelelahan otot
mata dan kelelahan saraf mata sebagai akibat tegangan yang terus menerus pada
mata, walaupun tidak menyebabkan kerusakan mata secara permanen, tetapi
menambah beban kerja, mempercepat lelah, sering istirahat, kehilangan jam kerja
dan mengurangi kepuasan kerja, penurunan mutu produksi, meningkatkan frekuensi
kesalahan, mengganggu konsentrasi dan menurunkan produktivitas kerja.
(Padmanaba, 2006)
Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata
lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan
kecelakaan. Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja,
produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan
lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja
akan menambah beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga
menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu penerangan dalam
lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis. Disamping
itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang
dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja.
Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan
penglihatan orang didalam suatu lingkungan kerja maka faktor besar-kecilnya
objek atau umur pekerja juga mempengaruhi.Pekerja di suatu pabrik arloji
misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil maka intensitas penerangan relatif
harus lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik mobil. Demikian
juga umur pekerja dimana makin tua umur seseorang, daya penglihatannya semakin
berkurang. Orang yang sudah
tua dalam menangkap objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang lebih
tinggi daripada orang yang lebih muda. Akibat dari kurangnya penerangan di
lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan
atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala
(pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan
kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan
matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih
dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur.
Untuk
mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan
objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
Ø Perbaikan
kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar belakang objek
tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus berwarna kontras
dengan warna objek yang dikerjakan.
Ø Meningkatkan
penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat kerja. Disamping itu
di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan lampu-lampu
tersendiri.
Ø Pengaturan
tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga kerja.
Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan tugas
di malam hari. Disamping
akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan diatas, penerangan /
pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah
apabila pengaturannya kurang baik yakni silau. Silau
juga menjadi beban tambahan bagi pekerja maka harus dilakukan pengaturan atau
dicegah.
Pencegahan
silau dapat dilakukan antara lain :
a. Pemilihan
jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang menyebabkan silau
dibandingkan lampu biasa.
b. Menempatkan
sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa sehingga tidak langsung
mengenai bidang yang mengkilap.
c. Tidak
menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang langsung
memasukkan sinar matahari
d. Penggunaan
alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
e. Mengusahakan
agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda. Dalam
ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi bayangan-bayangan.
Penerangan
yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan
hal-hal sebagai berikut :
Ø Kelelahan
mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
Ø Kelemahan
mental
Ø Kerusakan
alat penglihatan (mata).
Ø Keluhan
pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
Ø Meningkatnya
kecelakaan
Sehubungan
dengan hal-hal diatas maka dalam mendirikan bangunan tempat kerja (pabrik,
kantor, sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan
antara lain sebagai berikut :
Ø Jarak
antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya
matahari ke tempat kerja.
Ø Jendela-jendela
dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup, seluruhnya
sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan. Apabila cahaya matahari tidak
mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti dengan penerangan lampu yang
cukup.
Ø Penerangan
tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak melebihi 32 derajat
celsius).
Ø Sumber
penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang yang mengganggu
kerja.
Ø Sumber
cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar serta tidak
berkedip-kedip.
Sifat-sifat dari pencahayaan yang baik ditentukan oleh:
·
Pembagian
luminensi dalam lapangan penglihatan
·
Pencegahan
kesilauan
·
Arah
sinar
·
Warna
dan
·
Panas
pencahayaan terhadap keadaan lingkungan
C. Panas (Heat)
Lingkungan
kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang dapat
mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Lingkungan
kerja yang tidak nyaman seperti temperatur yang melebihi nilai ambang batas
(NAB) mengakibatkan panas
yang dapat mempengaruhi performansi kerja dan juga kesehatan tubuh pekerja.
Berdasarkan hasil penelitian Sarwono (1995) menyebutkan bahwa temperature ruang
kerja yang terlampau panas akan mengakibatkan cepat timbulnya kelelahan tubuh
dan dalam bekerja cenderung membuat banyak kesalahan sehingga bisa menurunkan
prestasi kerja. Temperatur dalam ruangan kerja sangat mempengaruhi
produktivitas dan kesehatan kerja (Sudrajat dkk,1998). Temperatur yang tinggi
dalam ruangan kerja bisa ditimbulkan oleh kondisi ruangan, mesin-mesin ataupun
alat yang mengeluarkan panas serta panas yang bersumber dari sinar matahari yang
memanasi atap pabrik yang kemudian menimbulkan radiasi kedalam ruangan kerja
produksi.
Suhu tubuh manusia yang dapat kita rasa / raba
tidak hanya didapat dari metabolisme tetapi juga dipengaruhi oleh panas
lingkungan, makin tinggi panas lingkungan makin besar pula pengaruhnya terhadap
suhu tubuh, sebaliknya semakin rendah suhu lingkungan makin banyak pula panas
tubuh yang hilang..
Tekanan panas yang berlebihan akan menjadi
beban tambahan bagi pekerja sehingga perlu
diperhatikan sebab beban tambahan seperti panas dilingkungan kerja dapat
menyebabkan timbulnya beban fisiologi misanya kerja jantung bertambah. Dibawah ini merupakan kaitan panas di
lingkungan kerja dengan pekerja.
1.
Tempat kerja yang menimbulkan panas :
Adapun tempat kerja dengan kegiatan yang
dapat menyebabkan terjadinya peningkatan panas pada lingkungan kerja misalnya
pada peleburan baja, pabrik timah, pabrik kaca, pabrik botol dan pabrik
peleburan perak. Pekerjaan yang dilakukan ditempat terbuka tidak jarang
menyebabkan panas misalnya pada latihan militer, kuli bangunan, petani, nelayan
yang melakukan pada aktivitasnya diterik matahari.
2.
Faktor yang mempengaruhi tekanan panas antara lain :
a.Aklimatisasi
Aklimatisasi
adalah suatu proses adaptasi fisiologis yang ditandai dengan adanya pengeluaran
keringat yang meningkat, penurunan denyut nadi dan suhu tubuh akibat
pembentukan keringat (Siswanto, 1987). Aklimatisasi terhadap suhu tinggi
merupakan hasil penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya. Aklimatisasi
terhadap panas ditandai dengan penurunan suhu tubuh dan pengeluaran garam
dari dalam tubuh. Proses aklimatisasi ditujukan kepada suatu pekerjaan dan suhu
tinggi untuk beberapa waktu. Mengingat pembentukan keringat bergantung pada 9 kenaikan suhu dalam tubuh. Aklimatisasi panas biasanya tercapai setelah
dua minggu. Dengan bekerja pada suhu tinggi saja belum bias menghasilkan
aklimatisasi yang sempurna (WHO, 1969:9).
b.Umur
Daya tahan
seseorang terhadap panas akan menurun pada umur yang lebih tua. Orang lebih tua
akan lebih lambat dalam pengeluaran keringat daripada orang yang lebih muda.
Orang yang lebih tua membutuhkan waktu yang lama untuk mengembalikan suhu tubuh
normal setelah terpapar panas. Suatu studi menemukan bahwa 70% dari seluruh
penderita heat stroke adalah mereka yang berusia lebih dari 60
tahun. Denyut nadi maksimal dari kapasitas kerja yang maksimal berangsur-angsur
menurun sesuai dengan bertambahnya umur (WHO, 1969:9).
c.Jenis kelamin
WHO (1969:9) mengemukakan bahwa adanya perbedaan
aklimatisasi antara laki-laki dan wanita. Wanita tidak dapat beraklimatisasi
dengan baik seperti laki-laki karena wanita mempunyi kapasitas kardiovaskuler
yang lebih kecil.
d.Perbedaan suku bangsa
Perbedaan aklimatisasi yang ada
diantara kelompok suku bangsa adalah kecil, yang menyebabkan perbedaan tersebut
hanya pada ukuran tubuh dari tiap-tiap suku yang berbeda.
e.Ukuran tubuh
Adanya perbedaan ukuran tubuh akan mempengaruhi reaksi
fisologis tubuh terhadap panas. Laki-laki dengan ukuran tubuh yang lebih kecil
dapat mengalami tekanan panas yang lebih besar karena mereka mempunyai
kapasitas kerja 10 maksimal yang lebih kecil. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pekerja yang berat badannya kurang dari 50 kg selain mempunyai
maximal oxygen intake yang rendah
tetapi juga kurang toleran terhadap panas daripada mereka yag mempunyai
berat badan rata-rata (Siswanto, 1987).
f.Gizi (Nutrition)
Gizi adalah proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta
menghasilkan energi (Supriasa dalam Kurniawan, 2010). Sesorang yang gizinya
buruk akan menunjukkan respon yang berlebihan terhadap tekanan panas, hal ini
disebabkan karena sistem kardiovaskuler yang tidak stabil (Siswanto, 1987).
3.
Hubungan panas dengan
manusia :
Seorang pekerja yang melakukan aktivitas
dilingkungan kerja panas maka tubuh pekerja akan berinteraksi dengan kondisi /
panas yang terdiri dari :
a.
Suhu udara :
Tubuh pekerja dapat kehilangan panas
bila terjadi kontak langsung dengan benda yang suhunya lebih rendah dari suhu
tubuh / kulit. Pengantar panas dengan cara ini disebut konduksi. Besarnya panas yang hilang tergantung pada besarnya
perbedaan antara suhu kulit dan media penghantar misalnya air adalah konduktor yang lebih baik dari udara,
jadi tubuh lebih cepat kehilangan panas dalam air dingin dari pada dalam udara
yang sama Namun kehilangan panas dengan
cara konduksi sangat sedikit pengaruh panas lingkungan pada tubuh lebih banyak
melalui radiasi. Suatu kenyataan bahwa tiap benda panas termasuk tubuh manusia
mengeluarkan gelombang – gelombang elektromagnetik, radiasi dapat terjadi tampa
melalui media penghantar dan dengan cara ini maka bumi mendapatkan panas
matahari
b.
Kelembaban udara :
Salah satu cara penurunan tubuh adalah
dengan cara evaporasi / penguapan yaitu
proses perubahan sifat dari bentuk air menjadi gas / uap. Pada tubuh manusia
penguapan terjadi melalui pernapasan / paru – paru dan keringat / kulit. Proses
evaporasi yang terbanyak pada manusia adalah melalui kulit. Keringat yang
keluar akan cepat menguap bila kelembaban udara rendah, penguapan ini terjadi
dengan cara mengambil panas tubuh, jadi berkeringat dapat menurunkan suhu tubuh
namun hanya terjadi bila ada penguapan pada lingkungan dengan kelembaban tinggi
seorang dapat berkeringat tidak mengap tetapi menetes.
c.
Gerakan atau aliran
udara :
Gerakan atau aliran udara adalah sangat
penting dalam mebantu penurunan suhu badan, adanya aliran udara yang
menyebabkan udara yang terdapat didekat lapisan kulit dapat diganti dengan
udara yang suhunya rendah dan lebih kering.Proses pertukaran panas antar tubuh
dengan lingkungan dengan cara seperti ini disebut konveksi. Media
penghantar pada konveksi biasanya udara atau air. Kecepatan alran udara / media
mempengaruhi proses pertukaran panas. Bekerja dengan tidak melindungi kulit
dengan pakaian akan berhubungan langsung dengan udara dan pertukaran panas yang
mungkin lebih cepat terjadi, sementara pada bagian tubuh yang tertutup pakaian
terdapat lapisan udara yang tidak bergerak. Yang juga merupakan penghalang terjadinya
sentuhan dengan udara yang bergerak. Gerakan udara juga akan memperlancar
terjadinya pelepasan panas tubuh yang lebih panas dan lembab yang berada
dipermukaan kulit diganti dengan udara yang suhunya lebih dingin. Prinsip konveksi jelas tampak pada efek pendinginan dengan kipas
angin.
4.
Indera pengukur panas lingkungan :
Suhu dipengaruhi oleh factor
lingkungan seperti suhu udara, kelembaban, gerakan / aliran udara dan radiasi. Dampak dari factor lingkungan tersebut
pada suhu tubuh merupakan hasil kompensasi dari factor – factor tadi. Dapat
saja terjadi variasi dari factor – factor tersebut namun dampak yang
ditimbulkan adalah sama.
Untuk
mengetahui besarnya pengaruh panas lingkungan pada tubuh, maka para ahli
berusaha mencari metode pengukuran sederhana yang dapat mencakup dari keempat
factor diatas tadi yang dinyatakan dalam bentuk skala atau indeks. Disini dapat disebutkan beberapa indeks antara lain :
a.
Predictived Four Sweat
Rate ( F4SR ) :
Skala predicted four sweat rate dirancang secara empiris
berdasarkan pengamatan banyaknya keringat pada seorang pekerja yang berada
dilingkungan panas selama 4 jam. Pengamatan dilakukan dalam berbagai variasi
lingkungan permukaan enersi ( perbedaan aktivitas ) juga perbedaan pakaian (
memakai pakaian lengkap / tidak ) sebagai obyek pengamatan adalah orang muda.
Sehat dan telah beraklimatisasi.
b.
Heat Stress Indekas (
HIS ) :
Indeks ini diperoleh dari koefisien pertukaran panas lingkungan
melalui radiasi dan konveksi ( R + C )
dan produksi panas hasil metabolisme ( M ) yang bersama – sama
menghasilkan sejumlah panas yang harus disalurkan melalui evaporasi ( E ) untuk
menjaga keseimbangan suhu tubuh. Pengukuran menjadi kurang tepat karena
perhitungan orang telah diobservasi masih memakai pakaian ( walaupun minimal )
dan ini mengurangi proses pertukaran panas melalui R, C dan E
c.
Wet Blub Globe
Temperatur Indeks ( Index WBGT ) :
Alat yang dipakai disebut Wet Blub Globe Termometer Index yang
merupakan suatu alat yang kompak yang secara sendiri – sendiri diukur dry blub,
wet blub dan globe thermometer dan kecepatan gerakan udara. Lalu variable yang
diperoleh menghasilkan suatu nilai yang disebut indeks WBGT. Adapun variable
yang digunakan adalah :
-. Dry Blub Temperatur (
DBT )
Alatnya terdiri dari thermometer basah ( Farenheit ) yang
dimasukkan kedalam kotak kayu dipakai untuk mengatur suhu udara
-. Wet Blub Temperatur ( WBT )
Alat yang dipakai seperti dry blub thermometer, namun pada pangkal
thermometer dibungkus dengan sumbu ( sebaiknya dari tali sepatu ) yang
dikaitkan pada pangkalnya dengan benang, pangkal thermometer diletakkan diatas
mulut labu erlemeyer yang penuh dan berisi aquadestilasi, dan suhu yang diukur
adalah suhu yang berkaitan dengan kelembaban dan aliran udara.
-. Globe Blub Temperatur ( GBT )
Alatnya terdiri dari bola tembaga berukuran 15 Cm ( 6 inchi ) yang bagian luarnya
dicat hitam pudar ( tidak mengkilat )
dan thermometer dimasukkan kedalam lubang bola ini. Suhu yang diukur adalah suhu
yang berkaitan dengan radiasi panas lingkungan.
Nilai dari pengukuran ketiga alat tersebut diatas menghasilkan
suatu nilai index yang merupakan penjumlahan dari 70 % WB, 20 % WB, 20 % G dan
10 % DB dengan rumus sebagai berikut :
Index
WBGT =
( 1,7 x WB ) + ( 0,2 x G ) + ( 0,1 x DB )
Berdasarkan nilai indeks ini ditentukan batas
maksimum kegiatan fisik yang boleh dilakukan yaitu :
-. Index 70 oF ( 26 oC )
Latihan fisik yang sangat berat merupakan
factor presipitasi terjadinya kejang panas dan sengatan panas karena itu harus
waspada
-. Index 82 oF ( 29 oC )
Pada orang –orang yang belum terlatih dengan
latihan fisik berat perlu direncanakan dengan bijaksana
-. Index 82 oF ( 29 oC )
Latihan fisik yang berat misalnya mencangkul
atau lari tidak boleh dilakukan oleh orang
yang belum beraklimatisasi kurang
dari 3 minggu
-. Index lebih besar dari 85 oF (
29 oC)
Pekerjaan yang dilakukan dibawah terik
matahari harus dihindari
-. Index 88 – 90 oF ( 31 – 32 oC
)
Pekerjaan fisik harus dikurangi khususnya
pada orang yang melaksanakan pekerjaan kurang dari 12 minggu, hanya orang yang
terlatih dengan baik dan telah beraklimatisasi dapat melakukan kegiatan fisik
terbatas dan tidak boleh lebih dari 6 jam sehari
-.
Index 90 oF ( 32 oC )
Semua pekerjaan fisik harus dihentikan
5. Indikator Tekanan Panas
Untuk megetahui besarnya pengaruh panas terhadap lingkungan pada tubuh,
para ahli telah berusaha untuk mencari metode pengukuran sederhana yang
dinyatakan dalam bentuk indeks (Depkes RI, 2003: MI-2 1). Ada empat indikator
tekanan panas yaitu:
a.Suhu efektif ( Corrected
effective Temperature)
Suhu efektif yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh
seseorang tanpa baju, kerja ringan dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban
dan aliran udara (Suma’mur 2009). Kelemahan penggunaan suhu efektif adalah
tidak diperhitungkannya panas metabolism tubuh. Penyempurnaan pemakaian suhu
efektif adalah dengan memperhatikan panas radiasi, dibuat skala suhu efektif
dikoeksi (Corrected Effective Temperature Scale).
b. Indeks kecepatan keluar
keringat selama 4 jam (predicted 4 hours sweetrate).
Indeks kecepatan keluar keringat selama 4 jam adalah keringat yang keluar
akibat kombinasi suhu, kelembaban, kecepatan udara dan raddiasi. Dapat pula
dikoreksi dengan pakaian dan tingkat pekerjaan (suma’mur 2009).
c. Indeks Belding-hatch
(heat stress index)
Indeks belding hatch dihubungkan dengan kemampuan oorang berkeringat dari
orang standar yaitu, sesorang berusia muda dengan tinggi 170 cm dengan
berat badan 154 pon dalam keadaan seat dan memiliki keegaran jasmani
serta beaklimatisasi terhadap panas (suma’mur 2009).
d. ISBB (indeks Suhu Bola
Basah)
ISBB yaitu kombinasi pengukuran suhu basah, suhu kering, dan radiasi. ISBB
merupakan pegukuran paling ssederhana karena tidak banyak membutuhkan
keterampilan, cara atau mmetode yag tidak sulit dan besarnya tekanan panas
dapat ditentukan dengan cepat (Suma’mur, 2009). Indeks ini digunakan
sebagai cara penilalian terhadap tekanan dengan rumus :
I. ISBB outdoor = (0,7 suhu basah) + (0,2 suhu radiasi) + (0,1
suhu kering)
II. ISBB
indoor = (0,7 Suhu basah alami) + (0,3 Suhu radiasi)
Nilai Ambang Batas tekanan panas
di lingkungan kerja yang diperkenankan, tergantung dari pengaturan waktu kerja
dan beban kerja.
6.
Kelainan / gangguan akibat suhu panas :
Heat
stress adalah gejala akibat tubuh tidak mampu menyesuaikan panas dengan keadaan lingkungan sekitar. Ketika panas
bersamaan dengan stres
akibat tekanan kerja, kekurangan
cairan, kondisi medis lainnya, kondisi
ini akan menimbulkan penyakit dan dapat
mengakibatkan kematian. Ada beberapa dampak terhadap kesehatan
yang ditimbulkan oleh Heat Stress, yaitu
sebagai berikut :
a. Heat
rash (ruam panas)
Ruam
panas disebut juga dengan biang keringat yang diakibatkan oleh lingkungan panas. Keringat yang
dihasilkan tidak dapat menguap karena udara lembab
sehingga menimbulkan ruam panas. Gejala
yang ditimbulkan adalah adanya iritasi di permukaan kulit berupa benjolan merah dan biasanya gatal.
Penanganan
yang dapat dilakukan adalah menjaga kebersihan pakaian, menghindari panas lingkungan, membilas
kulit dengan air dingin. Pencegahan
yang dapat dilakukan adalah secara teratur menjaga kulit agar tetap bersih dan kering.
b.
Heat cramps (kram
panas)
Kram
panas adalah kram berupa kejang otot (lelah otot). Kram panas disebabkan oleh beban aktivitas yang
berat dan mengakibatkan tubuh kehilangan
banyak garam maupun air. Gejala yang ditimbulkan kram otot biasanya pada
lengan, kaki, atau perut.
Penanganan
yang dapat dilakukan adalah pindah ke tempat yang sejuk, melonggarkan pakaian, lembut pijat dan
peregangan. Pencegahan yang
dapat dilakukan adalah mengurangi tingkat aktivitas dan / atau paparan panas, minum secara
teratur.
c.
Fainting (pingsan)
Pingsan
adalah kehilangan kesadaran yang bersifat sementara dan disebabkan oleh kurangnya aliran darah dan oksigen
ke otak. Gejala pingsan yaitu sebagai berikut
kehilangan kesadaran, berkeringat, temperatur
tubuh normal, penglihatan menjadi gelap, dan pusing.
Penanganan
yang dapat dilakukan adalah berbaring di tempat yang lebih sejuk, melonggarkan pakaian, jika telah sadar
dari pingsan segera berikan seteguk air. Pencegahan
yang dapat dilakukan adalah mengurangi tingkat aktivitas dan paparan terhadap panas, minum secara
teratur, menghindari berdiri di satu tempat
terlalu lama.
d.
Heat exhausting
Heat
exhausting adalah masalah kesehatan ketika
seseorang yang memiliki banyak
aktivitas mengeluarkan banyak keringat dan merasa kelelahan. Gejala yang ditimbulkan adalah
berkeringat, lemah dan merasa lelah, pusing dan
mual, kelihatan lebh pucat, kulit berwarna kemerahan.
Penanganan
yang dapat dilakukan adalah istirahat di tempat yang lebih sejuk, meminum larutan. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah mengurangi aktivitas, mengurangi paparan terhadap panas, minum cairan secara
teratur
e.
Heat stroke
Heat
stroke adalah gangguan medis yang disebabkan oleh kegagalan
dalam pengaturan panas tubuh. Gejala yang ditimbulkan pingsan atau
kejang, kulit badan sangat tinggi, kulit berwarna
kemerahan dan kebiruan.
Penanganan
yang dapat dilakukan adalah penanganan medis. Pencegahan
yang dapat dilakukan adalah mengurangi aktivitas, mengurangi paparan terhadap panas, minum cairan secara
teratur.
7. PENGARUH FISIOLOGIS AKIBAT PANAS :
|
Tekanan
panas merupakan upaya tambahan pada anggota tubuh untuk memelihara keseimbangan
panas. Menurut PULAT ( 1992 ) mengatakan bahwa reaksi fisiogis tubuh ( heat
strain ) karena adanya peningkatan temperature udara diluar comfort zone ( area
nyaman ) antara lain :
a.
Vasodilatasi
b.
Denyut jantung meningkat
c.
Temperatur kulit meningkat
d.
Suhu inti tubuh pada awalnya menurun kemudian meningkat.
Selanjutnya menurut Grantham ( 1992 ) dan
Bernard ( 1996 ) mengatakan bahwa reaksi
fisiologis akibat pemaparan panas yang
berlebihan dapat dimulai dari gangguan fisiologis yang sangat sederhana sampai
dengan terjadinya penyakit yang sangat serius. Pemaparan terhadap tekanan panas juga dapat
menyebabkan terjadinya penurunan berat badan.
Menurut penelitian Priatna ( 1990 ) mengatakan bahwa pekerja yang
bekerja selama 8 jam / hari berturut – turut selama 6 minggu pada ruang dengan
index suhu basah dan bola ( ISBB ) antara 32,02 oC – 33,01 oC
dapat menyebabkan terjadinya kehilangan berat badan sebesar 4,23 %. Secara
rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan panas berlebihan misalnya :
- Gangguan prilaku dan performans pekerja seperti
kelelahan yang dirasakan lebih cepat sehingga sering melakukan istirahat
secara sembunyi - sembunyi
- Terjadinya dehidrasi adalah suatu kehilangan cairan
tubuh yang berlebihan yang disebabkan baik oleh penggantian cairan yang
tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan. Kehilangan cairan tubuh
< 1,5 % gejala tidak tampak, dimana kelelahan akan muncul lebih awal
dan mulut mulai kering.
- Heat rash adalah keadaan seperti biang keringat
atau keringat buntat, gatal kulit akibat kondisi kulit terus basah, pada
kondisi demikian pekerja perlu beristirahat pada tempat yang lebih sejuk
dan menggunakan bedak penghilang kerngat
- Heat cramps adalah suatu keadaan kejang – kejang
otot tubuh seperti tangan dan kaki akibat keluarnya keringat yang
mengakibatkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang kemungkinan besar
disebabkan karena minum terlalu banyak air dengan sedikit garam natrium
- Heat syncope / fainting dikarenakan aliran darah
yang sampai ke otak tidak cukup sebab sebahagian besar aliran dibawah
kepermukaan kulit atau perifer karena
paparan suhu tinggi
- Heat exhaustion keadaan seperti ini terjadi bila
tubuh kehilangan terlalu banyak cairan dan atau kehilangan garam dengan
gejala berupa mulut terasa kering, sangat haus, badan terasa lemah dan sangat lelah dan
gangguan seperti ini banyak dialami oleh para pekerja yang belum
beraklimatisasi dengan suhu panas di tempat kerja
8. Saran Pengendalian
Pengendalian
terhadap faktor bahaya disetiap unit kerja harus diawali dengan pendekatan
manajemen ( administrative ) yang selanjutnya diikuti dengan pengendalian
teknis medis, Kepala unit / bagian supervisor harus memiliki pengetahuan dan
ketrampilan tentang Keselamatan dan kesehatan kerja agar program pengendalian
dapat dilakukan secara efektif, yang
pelaksanaan kegiatannya dapat dilakukan secara sendiri – sendiri /
berkelompok, namun dilakukan secara terintegrasi melalui :
a.
Pengawasan teknis. ( engineering control
)
b.
Pendidikan dan latihan kepada pekerja (
education )
c.
Pengawasan yang ketat ( enforcement )
d.
Pemberian sanksi
Upaya
pengendalian sedapat mungkin dilakukan secara maksimal untuk meniadakan /
menghilangkan faktor risiko terjadinya bahaya yang bisa dialami / menimpa
pekerja, sehingga menimbulkan rasa aman, nyaman dalam diri pekerja sehinga
moral kerja dan motivasi kerja dapat meningkat.
Selain pengendalian diatas. Cara pengendalian lain yang dapat dilakukan dengan semakin lama waktu kerja di
lingkungan panas adalah sebagai
berikut:
1.Teknik kontrol
Teknik Kontrol yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut :
Ø Mengurangi
fisik tuntutan tugas bekerja melalui bantuan mekanik.
Ø Mengontrol
panas pada sumbernya melalui penggunaan insulasi dan hambatan reflektif (misalnya mengisolasi dinding
tungku).
Ø Pembuangan
udara panas dan uap yang dihasilkan dari operasi.
Ø Mengurangi
suhu dan kelembaban melalui pendingin udara.
Ø Menyediakan
keren, area kerja berbayang.
Ø Menyediakan
AC.
Ø Meningkatkan
gerakan udara jika suhu kurang dari 35 °C.
2.Teknik administratif
Teknik administratif yang dapa dilakukan
adalah sebagai berikut :
Ø Pengusaha
harus menilai tuntutan semua pekerjaan dan memiliki pengawasan dan pengendalian strategi di tempat selama
berhari-hari panas dan tempat kerja panas.
Ø Meningkatkan
frekuensi dan panjang istirahat.
Ø Menyediakan
air minum dingin di dekat pekerja dan mengingatkan mereka untuk minum secangkir setiap 20 menit.
Ø Menghindari
sinar matahari langsung.
Ø Menetapkan
pekerja tambahan atau memperlambat kecepatan kerja.
Ø Pastikan
setiap orang diaklimatisasi.
Ø Melatih
pekerja untuk mengenali tanda-tanda dan gejala stres panas dan memulai “buddy sistem” karena orang tidak
mungkin untuk melihat gejala mereka sendiri.
Ø Pekerja
hamil dan pekerja dengan kondisi medis harus mendiskusikan bekerja di panas dengan dokter mereka.
Ø Pertolongan
Pertama responden harus tersedia dan rencana tanggap darurat harus di tempat di terjadi penyakit yang berhubungan dengan panas.
Ø Selidiki
apapun terkait insiden panas.
3.Pakaian Pelindung
Pakaian pelindung yang dapat digunakan :
Ø Pakaian
musim panas harus dipakai untuk memungkinkan pergerakan udara bebas dan penguapan keringat.
Ø Outdoor,
mengenakan pakaian berwarna terang.
Ø Dalam
situasi panas pancaran tinggi, pakaian reflektif dapat membantu.
Ø Untuk
lingkungan yang sangat panas, udara, air atau didinginkan diisolasi pakaianes harus dipertimbangkan.
Ø Penghalang
uap pakaian, seperti pakaian pelindung kimia, sangat meningkatkan jumlah stres panas pada tubuh.
Secara ringkas teknik pengendalian
terhadap pemaparan tekanan panas di
perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Mengurangi faktor
beban kerja.
2) Relokasi proses
kerja yang menghasilkan panas.
3) Menurunkan
temperatur udara dari proses kerja yang menghasilkan panas.
4) Penggunaan tameng
anti panas dan alat pelindung yang dapat memantulkan
panas.
5) Penyediaan tempat
sejuk yang terpisah dengan proses kerja untuk pemulihan
6) Lama Kerja
Untuk menghindari terjadinya gangguan kesehatan akibat terpapar suhu udara
yang tinggi, lamanya kerja dan istirahat harus disesuaikan dengan tingkat
tekanan panas yang dihadapi oleh pekerja. (Bernard, 1996 dikutip oleh Muflichatun
2006:17).
Daftar Pustaka
Aditama Yoga
Tjandra, Hastuti Tri, 2002, Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Universitas Indonesia,
Jakarta
Anizar. 2012. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Direktorat
Bina Kesehatan Kerja, 2004, Modul pelatihan bagi fasilitator kesehata kerja,
Sekretariat Jendral Dep Kes RI, Jakarta
Djojodibroto Darmanto, 1999, Kesehatan Kerja Di
Perusahaan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Harrington.H.J, 2003,
Buku Saku Kesehatan Kerja, EGC, Jakarta
Muflichatun.
2006. Hubungan Antara Tekanan Panas, Denyut Nadi dan Produktivitas Kerja pada Pekerja Pandai
Besi Paguyuban Wesi Aji Donorejo Batang .Universitas Negeri Semarang. Skripsi
Padmanaba, Cok Gd Rai. 2006. Pengaruh Penerangan
Dalam Ruang Terhadap Produktivitas Kerja
Mahasiswa Desain Interior, Program Studi Desain Interior FSRD. Institut Seni Indonesia
Denpasar. Dissertation
Ramahadi, Irrena. Heat
Stress. Diakses pada tanggal 27 September 2014 melalui http://xa.yimg.com/kq/grups/73471151/2009217363/name/HEAT+STRESS_IRRENA+RAMAHADI_15308071.pdf
Silalahi, B. N. B. 1991. Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: PT Pustaka Binaman Presindo
Siswanto, 1987, Tekanan Panas,
Surabaya: Balai Hiperkes
dan Keselamatan Kerja Jawa
Timur
Tarwaka.
1998. Penerangan Ditempat Kerja. Bali: Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar