Jumat, 26 September 2014

BAHAYA DAN PENILAIAN RESIKO


IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PENILAIAN RESIKO

DAFTAR POTENSI BAHAYA

* Terpleset / Jatuh
* Jatuh dari ketinggian
* Kejatuhan benda asing
* Ruang untuk kepala yang kurang
* Bahaya dari Mesin
* Bahaya dari Kendaraan
* Kebakaran & Ledakan
* Zat yang terhirup
* Zat yg mencederai Mata

* Zat yg melukai kulit
* Bahaya listrik
* Radiasi
* Getaran
* Bising
* Pencahayaan
* Lingkungan terlalu Panas
* Kegiatan Kontraktor
* Huru hara

Contoh Aspek K3 :

* Ceceran Oli
* Limbah Padat
* Debu
* Bau
* Thiner
* Bising
* Getaran, dll

Contoh Dampak K3 :

* Terpeleset
* Kontaminasi tanah
* Pencemaran Air
* Pencemaran Udara
* Kebakaran
* Penurunan pendengaran
* Tersengat listrik
* Ledakan, dll


IDENTIFIKASI BAHAYA
Langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah identifikasi atau pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor risiko kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada pekerja. Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses produksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan: pemilikan material safety data sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia menurut jenis bahan aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan secara bersamaan terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah terjadi.

Penilaian Pajanan
Proses penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan kuantitatif terhadap pola pajanan kelompok pekerja yang bekerja di tempat dan pekerjaan tertentu dengan jenis pajanan risiko kesehatan yang sama. Kelompok itu dikenal juga dengan similar exposure group (kelompok pekerja dengan pajanan yang sama). Penilaian pajanan harus memenuhi tingkat akurasi yang adekuat dengan tidak hanya mengukur konsentrasi atau intensitas pajanan, tetapi juga faktor lain. Pengukuran dan pemantauan konsentrasi dan intensitas secara kuantitatif saja tidak cukup, karena pengaruhnya terhadap kesehatan dipengaruhi oleh faktor lain itu. Faktor tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai potensial faktor risiko (bahaya/hazards) yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu.
Risiko adalah probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh frekuensi dan durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang perlu diperhatikan juga adalah perilaku bekerja, higiene perorangan, serta kebiasaan selama bekerja yang dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan.
·       Karakterisasi Risiko
Tujuan langkah karakterisasi risiko adalah mengevaluasi besaran (magnitude) risiko kesehatan pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan gangguan kesehatan yang mungkin timbul termasuk daya toksisitas bila ada efek toksik, dengan kemungkinan gangguan kesehatan atau efek toksik dapat terjadi sebagai konsekuensi pajanan bahaya potensial. Karakterisasi risiko dimulai dengan mengintegrasikan informasi tentang bahaya yang teridentifikasi (efek gangguan/toksisitas spesifik) dengan perkiraan atau pengukuran intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status kesehatan pekerja.
·       Penilaian Risiko
Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi :
1. Menentukan personil penilai
Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun kemampuan lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari beberapa orang.
2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai
Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen, jenis pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu dalam sistematika kerja penilai.
3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja
Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait.
4. Identifikasi potensi bahaya
Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja, misalnya melalui : inspeksi / survei tempat kerja rutin, informasi mengenai data keelakaan kerja dan penyakit, absensi, laporan dari (panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja) P2K3, supervisor atau keluhan pekerja, lembar data keselamatan bahan (material safety data sheet) dan lain sebagainya. Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut untuk memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada kemungkinan potensi bahaya tersebut menjadi suatu risiko.
5. Mencari informasi / data potensi bahaya
Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan.
6. Analisis Risiko
Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan, frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi risiko tersebut dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun melalui upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh.
7. Evaluasi risiko
Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi risiko, dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.
8. Menentukan langkah pengendalian
Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti : Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti :
a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering control, pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung diri.
b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman berkaitan dengan risiko, c. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja.
d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.
e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama sesuai dengan kebutuhan.
9. Menyusun pencatatan / pelaporan
Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi yang ada.
10. Mengkaji ulang penelitian
Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila terdapat perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan informasi terbaru dan sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut.
C.      FAKTOR/ POTENSI BAHAYA DI TEMPAT KERJA
Untuk menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya potensi bahaya di tempat kerja,  Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja yagmungkin terjadi. Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara lain : 1) faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri; 2) faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik produk antara maupun hasil akhir; 3)faktor manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila manusia yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima baik fisik maupun psikis.
Potensi bahaya di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dapat dikelompokkan antara lain sebagai berikut :
1.     Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi.
a)     Radiasi
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan lain-lain.
  Selain benda-benda tersebut ada sumber-sumber radiasi yang bersifat unsur alamiah dan berada di udara, di dalam air atau berada di dalam lapisan bumi. Beberapa di antaranya adalah Uranium dan Thorium di dalam lapisan bumi; Karbon dan Radon di udara serta Tritium dan Deuterium yang ada di dalam air.
Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi non-pengion.
Radiasi Pengion
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi. Yang termasuk dalam jenis radiasi pengion adalah partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (α), partikel beta (β), sinar gamma (γ), sinar-X, partikel neutron.
Radiasi Non Pengion
Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di sekeliling kehidupan kita. Yang termasuk dalam jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio (yang membawa informasi dan hiburan melalui radio dan televisi); gelombang mikro (yang digunakan dalam microwave oven dan transmisi seluler handphone); sinar inframerah (yang memberikan energi dalam bentuk panas); cahaya tampak (yang bisa kita lihat); sinar ultraviolet (yang dipancarkan matahari).
Ada dua macam sifat radiasi yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan sumber radiasi pada suatu tempat atau bahan, yaitu sebagai berikut :
·        Radiasi tidak dapat dideteksi oleh indra manusia, sehingga untuk mengenalinya diperlukan suatu alat bantu pendeteksi yang disebut dengan detektor radiasi. Ada beberapa jenis detektor yang secara spesifik mempunyai kemampuan untuk melacak keberadaan jenis radiasi tertentu yaitu detektor alpha, detektor gamma, detektor neutron, dll.
·        Radiasi dapat berinteraksi dengan materi yang dilaluinya melalui proses ionisasi, eksitasi dan lain-lain. Dengan menggunakan sifat-sifat tersebut kemudian digunakan sebagai dasar untuk membuat detektor radiasi.
Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel genetic adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel somatic adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh. Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek genetik atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik adalah efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi.
Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat bervariasi sehingga dapat dibedakan atas efek segera dan efek tertunda. Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati pada individu dalam waktu singkat setelah individu tersebut terpapar radiasi, seperti epilasi (rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah sel darah. Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai mingguan pasca iradiasi. Sedangkan efek tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah waktu yang lama (bulanan/tahunan) setelah terpapar radiasi, seperti katarak dan kanker.

Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah efek yang disebabkan karena kematian sel akibat paparan radiasi, sedangkan efek stokastik adalah efek yang terjadi sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sel.
Efek Deterministi (efek non stokastik) Efek ini terjadi karena adanya proses kematian sel akibat paparan radiasi yang mengubah fungsi jaringan yang terkena radiasi. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat dari paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun lokal. Efek deterministik timbul bila dosis yang diterima di atas dosis ambang (threshold dose) dan umumnya timbul beberapa saat setelah terpapar radiasi. Tingkat keparahan efek deterministik akan meningkat bila dosis yang diterima lebih besar dari dosis ambang yang bervariasi bergantung pada jenis efek. Pada dosis lebih rendah dan mendekati dosis ambang, kemungkinan terjadinya efek deterministik dengan demikian adalah nol. Sedangkan di atas dosis ambang, peluang terjadinya efek ini menjadi 100%.
Efek Stokastik Dosis radiasi serendah apapun selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan perubahan pada sistem biologik, baik pada tingkat molekul maupun sel. Dengan demikian radiasi dapat pula tidak membunuh sel tetapi mengubah sel Sel yang mengalami modifikasi atau sel yang berubah ini mempunyai peluang untuk lolos dari sistem pertahanan tubuh yang berusaha untuk menghilangkan sel seperti ini. Semua akibat proses modifikasi atau transformasi sel ini disebut efek stokastik yang terjadi secara acak. Efek stokastik terjadi tanpa ada dosis ambang dan baru akan muncul setelah masa laten yang lama. Semakin besar dosis paparan, semakin besar peluang terjadinya efek stokastik, sedangkan tingkat keparahannya tidak ditentukan oleh jumlah dosis yang diterima. Bila sel yang mengalami perubahan adalah sel genetik, maka sifat-sifat sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya sehingga timbul efek genetik atau pewarisan. Apabila sel ini adalah sel somatik maka sel-sel tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi jaringan ganas atau kanker. Paparan radiasi dosis rendah dapat menigkatkan resiko kanker dan efek pewarisan yang secara statistik dapat dideteksi pada suatu populasi, namun tidak secara serta merta terkait dengan paparan individu.
·        Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.
·        Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.
·        Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.
·        Contoh :  Radiasi ultraviolet : pengelasan, Radiasi Inframerah : furnacesn/ tungku pembakaran, Laser : komunikasi, pembedahan .
Prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan
Dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan ada ketentuan yang harus dipatuhi untuk mencegah penerimaan dosis yang tidak seharusnya terhadap seseorang. Ada 3 prinsip yang telah direkomendasikan oleh International Commission Radiological Protection (ICRP) untuk dipatuhi, yaitu :
1.       Justifikasi, Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber lainnya harus didasarkan pada azaz manfaat. Suatu kegiatan yang mencakup paparan atau potensi paparan hanya disetujui jika kegiatan itu akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi individu atau masyarakat dibandingkan dengan kerugian atau bahaya yang timbul terhadap kesehatan.
2.       Limitasi, Dosis ekivalen yang diterima pekerja radiasi atau masyarakat tidak boleh melalmpaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan. Batas dosis bagi pekerja radiasi dimaksudkan untuk mencegah munculnya efek deterministik (non stokastik) dan mengurangi peluang terjadinya efek stokastik.
3.       Optimasi, Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (as low as reasonably achieveable - ALARA), dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir harus direncanakan dan sumber radiasi harus dirancang dan dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi yang terjadi dapat ditekan serendah-rendahnya.
b)     Kebisingan
Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab penyakit lingkungan (Slamet, 2006). Sedangkan kebisingan sering digunakan sebagai istilah untuk  menyatakan suara yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau aktifitas- aktifitas alam (Schilling, 1981). Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi.
Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama pajanan.
·        Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja.
·        Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis.
·        Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim .
·        Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.
Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang-gelombang yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel ( DB ).
Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka bising dibagi dalam 3 kategori:
1)     Occupational noise  (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising yang disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin ketik.
2)     Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi bunyi antara 31,5 . 8.000 Hz.
3)     Impuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat adanya bunyi yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil.
Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan apakah bunyi itu bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan seberapa jauh bunyi-bunyi di sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak dikehendaki / bising.
Jenis Bunyi
Skala Intensitas Desibel Batas Dengar Tertinggi
Halilintar
Meriam
 Mesin uap
Jalan yang ramai
Pluit
Kantor gaduh
Radio
Rumah gaduh
Kantor pada umumnya
Rumah tenang
Kantor perorangan
Sangat tenang , Suara daun jatuh, Tetesan air
120 DB
 110 DB
100 DB
90 DB
80 DB
70 DB
60 Db
50 DB
40 DB
30 DB
20 DB
10 DB
Tabel Skala Intensitas Kebisingan

Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan RI Nomor 70-1/PD.03.04.Lp, (Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan Tahun 1992), tingkat kebisingan diuraikan sebagai berikut:
1)     Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level =Leq) adalah tingkat kebisingan terus menerus (=steady noise) dalam ukuran dBA, berisi energi yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau interval waktu pengukuran.
2)     Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari.
3)     Tingkat ambien kebisingan (=Background noise level) atau tingkat latar belakang kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan  tanpa gangguan kebisingan pada tempat dan saat pengukuran dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi statistik adalah 95% atau L-95.
Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga guna mencegah gangguan pendengaran. Disamping itu kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa pekerja berteriak didalam berkomunikasi dengan pekerja lain. Kadang-kadang teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah komunikasi (miss communication) atau salah persepsi terhadap orang lain.
Oleh karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat lingkungan kerja yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah keluarga juga terbiasa berbicara keras. Bisa jadi timbul salah persepsi di kalangan keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap marah. Lebih jauh kebisingan yang terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja yang akibatnya pekerja cenderung berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja.
Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin dapat dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber getaran atau memodifikasi mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB.
Tetapi penggunaan penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja karena terasa risih adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya dan akhirnya mau memakainya.
c)     Penerangan / Pencahayaan ( Illuminasi )
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja.
Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan orang didalam suatu lingkungan kerja maka faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga mempengaruhi. Pekerja di suatu pabrik arloji misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil maka intensitas penerangan relatif harus lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik mobil. Demikian juga umur pekerja dimana makin tua umur seseorang, daya penglihatannya semakin berkurang. Orang yang sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda.
Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
·       Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar
belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus
berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
·       Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat kerja.Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan lampu-lampu tersendiri.
·       Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan tugas di malam hari.
·       Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan diatas, penerangan / pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah apabila pengaturannya kurang baik yakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja maka harus dilakukan pengaturan atau dicegah.Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain :
a. Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang
menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa. b. Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa sehingga
tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.
c. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang langsung memasukkan sinar matahari.
d. Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
e. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi bayangan-bayangan.
Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
·        Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
·        Kelemahan mental
·        Kerusakan alat penglihatan (mata).
·        Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
·        Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan tempat kerja (pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut :
Jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya matahari ke tempat kerja, Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup,
seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan, Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti
dengan penerangan lampu yang cukup, Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak
melebihi 32 derajat celsius), Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang yang  mengganggu kerja, Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar
serta tidak berkedip-kedip .Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan. Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.

d)     Getaran
·        Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten.
·        Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai ” Raynaud’s phenomenon ” atau ” vibration-induced white fingers”(VWF).
·        Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang.
·        Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.
Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh:
·       3 . 9 Hz  : Akan timbul resonansi pada dada dan perut.
·       6 . 10 Hz  : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung, pemakaian O2 dan   volume perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2 gram terlihat banyak perubahan sistem peredaran darah.
·       10 Hz   : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi.
·       13 . 15 Hz  : Tenggorokan akan mengalami resonansi.
·       < 20 Hz  : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot menjadi lemah, rasa tidak enak dan kurang ada perhatian.




2.                 Potensi bahaya kimia, yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui : inhalation (melalui pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya acun bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam tubuh. Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh dapat melalui:
o                  Pernapasan ( inhalation ),
o                  Kulit (skin absorption )
o                  Tertelan ( ingestion )
·                     Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya.
Adapun potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan kimia adalah
a)     Korosi
·        Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena.
·        Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.
b)     Iritasi
·        Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema ( bengkak )
·        Contoh :
o                  Kulit : asam, basa,pelarut, minyak .
o                  Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine ,bromine, ozone.
c)     Reaksi Alergi
·        Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau organ pernapasan
·        Contoh :
o                  Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel, epoxy hardeners, turpentine.
o                  Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.
d)     Asfiksiasi
·        Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang ada, misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari 19,5% volume udara.
·        Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah atau mencegah oksigenasi normal pada kulit.
·        Contoh :
o                  Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium
o                  Asfiksian kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide, hidrogen sulphide
e)     Kanker
·        Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah terbukti pada manusia.
·        Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker pada hewan .
·        Contoh :
o   Terbukti karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia);  vinylchloride  ( liver angiosarcoma) ; 2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih ); asbestos (kanker paru-paru , mesothelioma);
o   Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon tetrachloride, dichromates, beryllium
f)      Efek Reproduksi
·        Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari seorang manusia.
·        Perkembangan bahan-bahan racun adalah faktor yang dapat memberikan pengaruh negatif pada keturunan orang yang terpapar, sebagai contoh :aborsi spontan.
·        Contoh :
o                  Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene glycol, mercury. Organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead, thalidomide, pelarut.
g)     Racun Sistemik
·        Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem tubuh.
·        Contoh :
o                  Otak : pelarut, lead, mercury, manganese
o                  Sistem syaraf peripheral : n-hexane, lead, arsenic, carbon disulphide
o                  Sistem pembentukan darah : benzene, ethylene glycol ethers
o                  Ginjal : cadmium, lead, mercury, chlorinated hydrocarbons
o                  Paru-paru : silica, asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )
3.                 Potensi bahaya biologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kuman-kuman penyakit yang terdapat di udara yang berasal dari atau bersumber pada tenaga kerja yang menderita penyakit-penyakit tertentu, misalnya : TBC, Hepatitis A/B, Aids,dll maupun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi. Dimana pun Anda bekerja dan apa pun bidang pekerjaan Anda, faktor biologi merupakan salah satu bahaya yang kemungkinan ditemukan ditempat kerja. Maksudnya faktor biologi eksternal yang mengancam kesehatan diri kita saat bekerja. Namun demikian seringkali luput dari perhatian, sehingga bahaya dari faktor ini tidak dikenal, dikontrol, diantisipasi dan cenderung diabaikan sampai suatu ketika menjadi keadaan yang sulit diperbaiki. Faktor biologi ditempat kerja umumnya dalam bentuk mikro organisma sebagai berikut :
a)     Bakteri 
Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung dan batang (basil). Banyak bakteri penyebab penyakit timbul akibat kesehatan dan sanitasi yang buruk, makanan yang tidak dimasak dan dipersiapkan dengan baik dan kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh bakteri : anthrax, tbc, lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan sebagainya.
b)     Virus
Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 - 300 nano meter. Virus tidak mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan sebagainya.
c)     Jamur
Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih komplek karena berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati dan hidup dari organisme atau hewan lain.
d)     Mikroorganisme penyebab penyakit di tempat kerja
Beberapa literatur telah menguraikan infeksi akibat organisme yang mungkin ditemukan di tempat kerja, diantaranya :
Daerah pertanian
Llingkungan pertanian yang cenderung berupa tanah membuat pekerja dapat terinfeksi oleh mikroorganisme seperti : Tetanus, Leptospirosis, cacing, Asma bronkhiale atau keracunan Mycotoxins yang merupakan hasil metabolisme jamur.

Di lingkungan berdebu (Pertambangan atau pabrik)
Di tempat kerja seperti ini, mikroorganisme yang mungkin ditemukan adalah bakteri penyebab penyakit saluran napas, seperti : Tbc, Bronchitis dan Infeksi saluran pernapasan lainnya seperti Pneumonia.
Daerah peternakan terutama yang mengolah kulit hewan serta produk-produk dari hewan
Penyakit-penyakit yang mungkin ditemukan di peternakan seperti ini misalnya : Anthrax yang penularannya melalui bakteri yang tertelan atau terhirup, Brucellosis, Infeksi Salmonella.
Di Laboratorium
Para pekerja di laboratorium mempunyai risiko yang besar terinfeksi, terutama untuk laboratorium yang menangani organisme atau bahan-bahan yang megandung organisme pathogen
Di Perkantoran : terutama yang menggunakan pendingin tanpa ventilasi alami
Para pekerja di perkantoran seperti itu dapat berisiko mengidap penyakit seperti : Humidifier fever yaitu suatu penyakit pada saluran pernapasan dan alergi yang disebabkan organisme yang hidup pada air yang terdapat pada system pendingin, Legionnaire disease penyakit yang juga berhubungan dengan sistem pendingin dan akan lebih berbahaya pada pekerja dengan usia lanjut.

Cara penularan kedalam tubuh manusia
Banyak dari mikroorganisme ini dapat menyebabkan penyakit hanya setelah masuk kedalam tubuh manusia dan cara masuknya kedalam tubuh, yaitu :
1.     Melalui saluran pernapasan
2.     Melalui mulut (makanan dan minuman)
3.     Melalui kulit apabila terluka

Mengontrol bahaya dari faktor biologi
Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari dengan pencegahan antara lain dengan :
1.     Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat debu yang mengandung organism patogen
2.     Mengkarantina hewan yang terinfeksi dan vaksinasi
3.     Imunisasi bagi pekerja yang berisiko tertular penyakit di tempat kerja
4.     Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak datu kali setiap bulan
5.     Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya mikroorganisme yang patogen pada system pendingin.
Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengotrol dan mencegah penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari.
4.                 Potensi bahaya fisiologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia dan mesin.
Pembebanan Kerja Fisik
·        Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan derajat kesehatan.
·        Pembebanan tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari.
·        Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut harus disesuaikan.
·        Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.

5.                 Potensi bahaya Psiko-sosial, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis keenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti : penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress akibat kerja.
Stress
·        Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan stress.
·        Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.
·        Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit seperti eksim,dll.

6.                 Potensi bahaya dari proses produksi, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh bebarapa kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi, yang sangat bergantung dari: bahan dan peralatan yang dipakai, kegiatan serta jenis kegiatan yang dilakukan. Potensi bahaya keselamatan terdapat pada alat/mesin, serta bahan yang digunakan dalam proses produksi, seperti forklift (tertabrak), gancu (tertusuk), pallet (tertimpa), dan bahan baku (tertimpa, terjatuh dari tumpukan bahan baku), feed additive (kerusakan mata akibat terkena debu feed additive), cutter, mesin bubut/las (kerusakan mata akibat terpercik geram, lecet akibat terkena part panas, dan kerusakan paru-paru akibat terhirup debu las), luka bakar akibat kebocoran gas, terjepit part, semburan panas dari blow down otomatis, kebakaran, dan peledakan.


Identifikasi Bahaya K3

·          Identifikasi bahaya kedengaran mudah, dan ringan. Tetapi tidak demikian kondisi tuntutannya. Agar dapat mendeteksi segala variasi bahaya di tempat kerja memerlukan pengetahuan dan wawasan yang luas.
·          Bahaya tersebut tersembunyi di beberapa tempat, kondisi dan kita perlu memahami dengan baik kondisi dan tempat tsb secara teoritis agar ketika melakakukan identifikasi kita memiliki pengetahuaan dan wawasan yang mempermudah menemukan bahaya tsb

Identifikasi bahaya k3, identifikasi hazard k3, identifikasi bahaya keselamatan, identifikasi bahaya kesehatan, identifikasi bahaya kimia, identifikasi bahaya fisik, investigasi kecelakaanIdentifikasi bahaya k3, kita sebut saja dengan ungkapan sederhana yaitu "menemukan, mengenali bahaya". Mengenali bahaya dimaksudkan menemukan sesuatu yang memiliki potensi mengamcam keselamatan orang, material, properti lainnya, serta yang mengancam timbulnya gangguan kesehatan pada pekerja. Bahaya bahaya tersebut dapat ditemukan pada:

FAKTOR BAHAYA DI LINGKUNGAN KERJA
Lingkungan kerja yang tidak sehat sering kali mengganggu para pekerja dan dapat mengurangi ke efektifitasan dari pekerja itu sendiri. Dibawah ini akan diuraikan beberapa lingkungan kerja yang tidak sehat dan juga mengganggu kinerja dari pekerja itu sendiri.
Faktor bahaya di lingkungan kerja meliputi :
2. BAHAYA BIOLOGI
Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein dari binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang terdegradasi.
Bahaya biologi dapat dibagi menjadi dua yaitu yang menyebabkan infeksi dan non-infeksi. Bahaya dari yang bersifat non infeksi dapat dibagi lagi menjadi organisme viable, racun biogenik dan alergi biogenik.
a. Bahaya infeksi
Penyakit akibat kerja karena infeksi relatif tidak umum dijumpai. Pekerja yang potensial mengalaminya : pekerja di rumah sakit, laboratorium, jurumasak, penjaga binatang, dokter hewan dll.
Contoh : Hepatitis B, tuberculosis, anthrax, brucella, tetanus, salmonella, chlamydia, psittaci
b. Bahaya Non-Infeksi
1) Organisme viable dan racun biogenic.
Organisme viable termasuk di dalamnya jamur, spora dan mycotoxins; Racun biogenik termasuk endotoxins, aflatoxin dan bakteri.
Perkembangan produk bakterial dan jamur dipengaruhi oleh suhu, kelembapan dan media dimana mereka tumbuh. Pekerja yang beresiko: pekerja pada silo bahan pangan, pekerja pada sewage & sludge treatment, dll.
Contoh : Byssinosis, “grain fever”,Legionnaire’s disease
2) Alergi Biogenik
· Termasuk didalamnya adalah: jamur, animal-derived protein, enzim.
· Bahan alergen dari pertanian berasal dari protein pada kulit binatang, rambut dari bulu dan protein dari urine dan feaces binatang.
· Bahan-bahan alergen pada industri berasal dari proses fermentasi, pembuatan obat, bakery, kertas, proses pengolahan kayu , juga dijumpai di bioteknologi ( enzim, vaksin dan kultur jaringan).
· Pada orang yang sensitif, pemajanan alergen dapat menimbulkan gejala alergi seperti rinitis, conjunctivitis atau asma.
· Contoh : Occupational asthma : wool, bulu, butir gandum, tepung bawang dsb.

3. BAHAYA FISIK
a. Kebisingan
Bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di tempat kerja. Bahkan bunyi yang kita tangkap melalui telinga kita merupakan bagian dari kerja misalnya bunyi telepon, bunyi mesin ketik / komputer, mesin cetak, dan sebagainya. Namun sering bunyi-bunyi tersebut meskipun merupakan bagian dari kerja kita tetapi tidak kita inginkan, misalnya teriakan orang, bunyi mesin diesel yang melebihi ambang batas pendengaran, dan sebagainya. Bunyi yang tidak kita inginkan atau kehendaki inilah yang sering disebut bising atau kebisingan.
Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi.
Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang-gelombang yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel ( DB ).
Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan apakah bunyi itu bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan seberapa jauh bunyi-bunyi di sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak dikehendaki / bising.
Skala Intensitas KebisinganSkala Intensitas Desibel Batas Dengar Tertinggi
NO.
Sumber
Skala DB batas dengar tertinggi
1
Halilintar
120 DB
2
Meriam
110 DB
3
Mesin Uap
100 DB
4
Jalan yang ramai
90 DB
5
Pluit
80 DB
6
Kantor Gaduh
70 DB
7
Radio
60 DB
8
Rumah Gaduh
50 DB
9
Kantor pada umumnya
40 DB
10
Rumah Tenang
30 DB
11
Kantor perorangan
20 DB
12
Sangat tenang , Suara daun jatuh, Tetesan air
10 DB
Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama pajanan. Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja. Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis. Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim . Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.
Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga guna mencegah gangguan pendengaran.
Disamping itu kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa pekerja berteriak didalam berkomunikasi dengan pekerja lain. Kadang-kadang teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah komunikasi (miss communication) atau salah persepsi terhadap orang lain.
Oleh karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat lingkungan kerja yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah keluarga juga terbiasa berbicara keras. Bisa jadi timbul salah persepsi di kalangan keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap marah. Lebih jauh kebisingan yang terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja yang akibatnya pekerja cenderung berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja.
Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin dapat dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber getaran atau memodifikasi mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB.
Tetapi penggunaan penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja karena terasa risih adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya dan akhirnya mau memakainya.
a. Getaran
Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten.
Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai ” Raynaud’s phenomenon ” atau ” vibration-induced white fingers”(VWF). Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang.
Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.
b. Radiasi Non Mengion
Radiasi non mengion antara lain : radiasi ultraviolet, visible radiation, inframerah, laser, medan elektromagnetik (microwave dan frekuensi radio) .
o Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.
o Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.
o Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.
Contoh :
* Radiasi ultraviolet : pengelasan.
* Radiasi Inframerah : furnacesn/ tungku pembakaran
* Laser : komunikasi, pembedahan .
c. Pencahayaan atau Penerangan ( Illuminasi )
Tujuan pencahayaan :
o Memberi kenyamanan dan efisiensi dalam melaksanakan pekerjaan
o Memberi lingkungan kerja yang aman
Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan.
Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja.
Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan orang didalam suatu lingkungan kerja maka faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga mempengaruhi. Pekerja di suatu pabrik arloji misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil maka intensitas penerangan relatif harus lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik mobil. Demikian juga umur pekerja dimana makin tua umur seseorang, daya penglihatannya semakin berkurang. Orang yang sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda.
Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1) Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
2) Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat kerja. Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan lampu-lampu tersendiri.
3) Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan
tugas di malam hari. Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan diatas, penerangan / pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah apabila pengaturannya kurang baik yakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja maka harus dilakukan pengaturan atau dicegah.
Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain :
1) Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa.
2) Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa sehingga tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.
3) Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang langsung memasukkan sinar matahari.
4) Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
5) Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi bayangan-bayangan.
Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
1) Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
2) Kelemahan mental
3) Kerusakan alat penglihatan (mata).
4) Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan tempat kerja (pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut :
1) Jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya matahari ke tempat kerja.
2) Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan. Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti
dengan penerangan lampu yang cukup.
3) Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak melebihi 32 derajat celsius).
4) Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang yang mengganggu kerja.
5) Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar serta tidak berkedip-kedip.
d. Bau-Bauan
Yang dimaksud bau-bauan dalam kaitannya dengan kesehatan kerja adalah bau-bauan yang tidak enak di lingkungan kerja dan mengganggu kenyamanan kerja. Selanjutnya bau-bauan ini dapat mengganggu kesehatan dan produktivitas kerja. Bau-bauan sebenarnya merupakan jenis pencemaran udara yang tidak hanya mengganggu penciuman tetapi juga dari segi higiene pada umumnya.
Cara pengukuran bau-bauan yang dapat mengklasifikasikan derajat gangguan kesehatan belum ada sehingga pengukurannya masih bersifat objektif. Hal ini disebabkan karena seseorang yang mencium bau tertentu dan merasa tidak biasa dengan bau tersebut, apabila sudah lama atau biasa mencium bau aneh tersebut maka akhirnya menjadi terbiasa dan tidak mencium bau yang aneh tersebut. Orang yang bekerja di lingkungan yang berbau bensin atau oli, mula-mula merasakan bau tersebut tetapi lama-kelamaan tidak akan merasakan bau tersebut meskipun bau tersebut tetap di lingkungan kerja itu. Hal ini disebut penyesuaian penciuman.
Dalam kaitannya dengan kesehatan kerja atau dalam lingkungan kerja, perlu dibedakan antara penyesuaian penciuman dan kelelahan penciuman. Dikatakan penyesuaian penciuman apabila indera penciuman menjadi kurang peka setelah dirangsang oleh bau-bauan secara terus-menerus, seperti contoh pekerja tersebut diatas.
Sedangkan kelelahan penciuman adalah apabila seseorang tidak mampu mencium kadar bau yang normal setelah mencium kadar bau yang lebih besar. Misalnya orang tidak mencium bau bunga setelah mencium bau yang kuat dari bangkai binatang.
Ketajaman penciuman seseorang dipengaruhi oleh faktor psikologis sewaktu-waktu, misalnya emosi, tegangan, ingatan, dan sebagainya. Orang yang sedang mengalami ketegangan psikologis atau stress, ia tidak dapat mencium bau-bauan yang aneh, yang dapat dicium oleh orang yang tidak dalam keadaan tegang.
Disamping itu penciuman juga dapat dipengaruhi oleh kelembaban udara. Pada kelembaban antara 40-70 % tidak mempengaruhi penciuman tetapi dibawah atau diatas kelembaban itu dapat mempengaruhi penciuman. Pengendalian bau-bauan di lingkungan kerja dapat dilakukan antara lain :
1) Pembakaran terhadap sumber bau-bauan misalnya pembakaran butil alkohol menjadi butarat dan asam butarat.
2) Proses menutupi yang didasarkan atas kerja antagonistis diantara zat-zat yang berbau. Kadar zat tersebut saling menetralkan bau masing-masing. Misalnya bau karet dapat ditutupi atau ditiadakan dengan paraffin.
3) Absorbsi (penyerapan), misalnya penggunaan air dapat menyerap bau-bauan yang tidak enak.
4) Penambahan bau-bauan kepada udara yang berbau untuk mengubah zat yang berbau menjadi netral (tidak berbau). Misalnya menggunakan pengharum ruangan.
5) Alat pendingin ruangan (air conditioning) disamping untuk menyejukkan ruangan juga sebagai cara deodorisasi (menghilangkan bau-bauan yang tidak enak) di
tempat kerja.

1. BAHAYA PSIKOLOGI
a. Stress
Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan stress.
Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.
Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit seperti eksim,dll.


1.    Sifat  Lingkungan Kerja Kimia :
a.     Aerosol (partikel) yaitu setiap sistem titik-titik cairan atau debu yang mendispersi diudara yang mempunyai ukuran demikian lembutnya sehingga kecepatan jatuhnya mempunyai stabilitas cukup sebagi suspensi diudara. Perlu diingat bahwa partikel-partikel debu selalu berupa suspensi.
Partikel dapat diklasifikasikan:
i.      Debu diudara (airbon dust) adalah suspensi partikel benda padat diudara . Butiran debu ini dihasilkan oleh pekerjaan yang berkaitan dengan gerinda, pemboran dan penghancuran pada proses pemecahan bahan-bahan padat.
Ukuran besarnya butiran-butiran tersebut sangat bervariasi mulai yang dapat dilihat oleh mata telanjang (> 1/20 mm) sampai pada tidak kelihatan. Debu yang tidak kelihatan berada diudara untuk jangka waktu tertentu dan hal ini membahayakan karena bisa masuk menembus kedalam paru-paru.
ii. Kabut (mist) adalah sebaran butir-butir cairan diudara. Kabut biasanya dihasilkan oleh proses penyemprotan dimana cairanh tersebar, terpercik atau menjadi busa partikel buih yang sangat kecil.
iii.Asap (fume) adalah butiran-butiran benda padat hasil kondensasi bahan-bahan dari bentuk uap. Asap ini biasanya berhubungan dengan logam di mana uap dari logam terkondensasi menjadi butiran-butiran padat di dalam ruangan logam cair tersebut. Asap juga ditemui pada sisa pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan yang mengandung karbon, karbon ini mempunyai ukuran lebih kecil dari 0,5  (micron)
b.  Non Partikel dapat diklasifikasikan:
i.  Gas adalah Bahan seperti oksigen, nitrogen, atau karbon dioksida dalam bentuk gas pada suhu dan tekanan normal, dapat dirubah bentuknya hanya dengan kombinasi penurunan suhu dan penambahan tekanan.
ii. Uap Air (Vavor) adalah bentuk gas dari cairan pada suhu dan tekanan ruangan cairan mengeluarkan uap, jumlahnya tergantung dari kemampuan  penguapannya. Bahan-bahan yang memiliki titik didih yang rendah lebih mudah menguap dari pada yang memiliki titik didih yang tinggi.
2.   PENGARUH BAHAN KIMIA
a., Iritasi adalah diartikan  suatu keadaan yang dapat menimbulkan bahaya apabila tubuh kontak dengan bahan kimia. Bagian tubuh yang terkena biasanya kulit, mata dan saluran pernapasan.
      i. Iritasi melalui kulit, apabila terjadi kontak antara bahan kimia tertentu dengan klulit, bahan itu akan merusak lapisan yang berfungsi sebagai pelindung, sehingga kulit menjadi kering, kasar dan luka. Keadaan ini disebut dermatitis (peradangan kulit).
     ii. Iritasi melali mata kontak yang terjadi antara bahan-bahan kimia dengan mata bisa menyebabkan rusaknya mulai yang ringan sampai kerusakan permanen. Tingkat keparahan dari kerusakan tersebut tergantung dosis (jumlah) dan kecepatan penanggulangan P3K. Sebgai contoh  bahan kimia yang menyebabkan iritasi mata ialah asam dan alkali dan bahan-bahan pelarut.
iii. Saluran pernapasan iritasi oleh karena bahan-bahan kimia berupa bercak-bercak cair, gas atau uap akan menimbulkan rasa terbakar apabila terkena pada daerah saluran pernapasan bagian atas (hidung dan Kerongkongan). Pada umumnya hal ini terjadi di sebabkan oleh bahan-bahan  yang mudah larut seperti ammonia, formaldehid, sulfur oksida, asam dan alkalis yang diserap oleh lapisan lendir hidung dan kerongkongan.
 b. Kekurangan zat asam ( asphyxiation) istilah sesak napas dihubungkan dengan gangguan proses oksigensi dalam jaringan tubuh yaitu ada dua jenis: Simple asphyxiantion dan chemical asphyxiantion
      i.  Simple asphyxiation (sesak napas yang sederhana) karena ini berhubungan dengan kadar zat asam di udara yang digantikan dan didominasi oleh gas seperti nitrogen, karbon dioksida, ethane, hydrogen  atu helium yang kadar tertentu mempengaruhi kelangsungan hidup. Udara normal biasanya  mengandung 21% zat asam. Apabila kandungan zat asam turun dibawah 17%, maka jaringan tubuh akan mengalami kekurangan zat asam, sehingga menimbulkan gejala-gejala seperti pusing , mual dan kehilangan konsentrasi.
      Situasi seperti ini bisa terjadi dalam ruangan-ruangan kerja tertutup. Proses penurunan kadar zat asam secara terus-menerus bisa menyebabkan kehilangan kesadaran dan kematian.
 ii. Chemical  asphyxiation (sesak napas karena bahan-bahan kimia). Pada situasi ini, bahan-bahan kimia langsung dapat mempengaruhi dan mengganggu kemampuan tubuh untuk mengangkut dan menggunakan zat asam, sebagai contoh adalah karbon monoksida. Pada konsentrasi 0.05% karbon monoksida di udara, dapat menurunkan kapasitas darah untuk mengangkut zat asam ke sberbagai jaringan tubuh.
      Contoh lain adalah pengaruh racun dari hydrogen sanida atau hydrogen sulfida. Bahan-bahan ini mengganggu kemampuan dari sel-sel tubuh untuk menerima zat asam, meskipun darahnya kaya akan zat asam.
c.  Kehilangan kesadaran dan mati rasa. Paparan terhadap konsentrasi yang relatif tinggi dari bahan kimia tertentu seperti ethyl dan prophyl alcohol (alipaphatic alcohol), dan methylethyl keton (aliphatic keton), acetylene hydrocarbon ethyl dan isoprophyl ether, dapat menekan susunan syaraf pusat.Bahan –bahan kimia tersebut akan mengakibatkan efek yang sama seperti dalam keadaan mabuk. Paparan pada konsentrasi yang tinggi bisa menimbulkan kehilangan kesadaran, bahkan bisa mematikan.
          d.  Keracunan  Tubuh manusia memiliki sistem yang komplek. Keracunan sistemika dihubungkan dengan reaksi dari salah satu sistem atau lebih dari tubuh terhadap bahan-bahan kimia yang mana reaksi ini merugikan dan dapat menyebar keseluruh tubuh. Pengaruhnya tidak seperti local pada salah satu bahagian  atau daerah  dari tubuh. Salah satu fungsi organ hati adalah membersihkan bahan-bahan beracun dari dalam darah serta mengubahnya menjadi bahan-bahan yang aman dan dapat larut dalam air sebelum dibuang.
      Namun demikian ada beberapa bahan kimia yang merusak organ hati. Tergantung dari dosis (jumlah) dan kekerapan dari paparan, kerusakan yang terjadi terus menerus pada jaringan hati akan mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi hati. Cedera hati bisa disebbkan oleh bahan kimia seperti bahan pelarut (alcohol, karbon tetraklorida, trikloro ethylene, kloroform) dan hal ini bisa salah diagnosa sebagai hepatitis, sebagaimana gejolak-gejolak kulit dan mata berwarna  kekuning-kuningan yang diakibatkan  oleh bahan-bahan kimia tersebut, mempunyai efek yang sama yang terjadi pada hepatitis.
      Bahan kimia yang mencegah ginjal dari pembuangan hasil-hasil bahan beracun meliputi karbon tetraklorida, karbon disulfida, bahan kimia lainnya seperti kadmium, timbal, turpentine, methanol, toluene dan xylene akan secara perlahan mengganggu fungsi ginjal.
e. Kanker Paparan bakan-bahan kimia tertentu bisa menyebabkan pertumbuhan sel-sel yang tidak terkendali, menimbulkan tumor (benjolan-benjolan) yang bersifat karsinogen. Tumor tersebut mungkin baru muncul setelah beberapa tahun bevariasi antara 4 tahun sampai 40 tahun. Bahan kimia seperti arsenic, asbestos, chromium, nikel dapat menyebabkan kanker paru-paru, Kanker rongga hidung dan sinus disebabkan oleh chromium, isopropyl oils, nikel, debu kayu dan debu kulit. Kanker kandungan kencing  erat hubungannya dengan kepajanan terhadap benzidine, 2-napthyllamine dan debu kulit. Kanker sumsum tulang belakang disebkan oleh benzene.
f.    Paru-paru kotor (pneumoconiosis) adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh mengendapnya partikel-partikel debu halus daerah pertukaran gas dalam paru-paru dan adanya reaksi dari jaringan paru. Dengan adanya pneumoconiosis kemampuan paru-paru untuk menyerap zat asam akan menurun dan korbannya akan mengalami/merasakan napas yang pendek pada saat melakukan jenis pekerjaan yang berat. Pengaruh ini sifatnya menetap . Contoh  bahan-bahan yang menyebabkan  pneumoconiosis adalah crystalline silica, asbestos, talc, batubara dan beryllium.

3.   Evaluasi Faktor Kimia Lingkungan Kerja

Evaluasi factor lingklungan kerja kimia dimaksudkan sebagai usaha teknis untuk mengetahui secara baik kualitatif maupun kuantitatif factor apa yang terdapat di lingkungan kerja tersebut. Keculi itu dalam evaluasi lingkungan tersebut pula untuk mencari dimana letak sumber-sumber bahaya, factor-faktor tersebut dipancarkan, dalam bentuk apa, berapa jumlah, tenaga kerja atau orang  yang berada dalam lingkungan. Seperti telah diuraikan diatas bahwa dalam menyelanggarakan evaluasi lingkungan ,idealnya harus diketahui secara menyeluruh tentang prose-proses oprasi-oprasi tertentu, bahan baku, produk, hasil-hasil samping dan cara dan cara pembuangan sisa-sisa produksi dengan sendirinya haruslah dipelajari proses-proses dan oprasi-oprasi dimana dalam hal ini biasanya telah secara otomatis diketahui oleh para teknisi  yang langsung berkecimpun dibidang produksi dengan dipahami secara menyeluruh Produk dan oprasi maka yang berkepentingan dalam hal ini dokter perusahaan dapat dengan mudah mengatakan bahwa disuatu tempat kerja terdapat factor-faktor tertentu.
Pentingnya pengetahuan tentang derajat toksisitas suatu bahan atau produk adalah jelas, bahwa bahan-bahan tersebut tidak boleh ditangani dengan sembarangan, dalam arti para pekerja berhati-hati dan harus mengikuti petunjuk-petunjuk kerja yang tersedia, seta harus pula diperhatikan tentang metode-metode adaya kontak atau masuknya bahan-bahan yang berbahaya kedalam tubuh, yang antara lain tentang penggunaan alat proteksi perorangan.
Dalam evaluasi ini untuk mengetahui secara pasti bagaimana tingkat bahaya dari suatu aspek kimia lingkungan kerja perlulah diselenggarakan penyelidikan secra teknis oprasional ke lokasi-lokasi dimana diduga adanya aspek-aspek tertentu. Lokasi-lokasi dapat dipelajari dimana letaknya berdasarkan hasil analisa proses-proses dan oprasi –oprasi pengolahan dari suatu perusahaan atau industri yang menjadi subyek.
Untuk melakukan evaluasi factor lingkungan kerja kimia maka dapat diambil langkah sebagai berikut:
     1. Sampling
Sampling dan analisa dari factor lingkungan kerja kimia yang merupakan kontaminasi udara ruang kerja dimaksudkan untuk menganalisa intensitas kontaminan dengan pengambilan sample udara yang kemudian dianalisa dilaboratorium
2.     Pemilihan alat lapangan dan metode
Dalam penyelenggaraan suatu penyelidikan untuk mengetahui tingkat bahaya dari suatu factor manusia memegang peranan penting pula tentang pemeliharaan alat-alat lapangan dan metode yang dipergunakan dalam teknis oprasional. Instrumen atau alat-alat dan metode yang dipergunakan sangat tergantung dari sifat-fisik kimia apakah berupa aerosol, gas, uap, mist, fume ataukah dalam bentuk lain.
Berdasarkan tipe-tipe alat sampling lapangan alat-alat tersebut dapat dibedakan sebagai berikut:
a.  Alat dapat mendeteksi langsung
b.  Alat-alat yang memisahkan bahan kimia dari sejumlah udara yang diukur
       c.   Alat-alat yang mengumpulkan sample udara dengan volume yang diketahui.
3.     Analisa Laboratorium
Banyaknya pertimbangan –pertimbangan teknis analisa  yang harus diperhatikan dalam pemilihan metode analisa laboratorium mana atau apa yang baik dipakai untuk analisa bahan kimia di lingkungan kerja.
4.     Perbandingan hasil evaluasi dengan standar
Dari hasil analisa laboratorium harus dibuat data yang lengkap tentang yang dianalisa, dan berapakah kadarnya masing-masing, data ini kemudian dibandingkan standar tertentu guna mengetahui bagaimana tingkat bahaya dari lingkungan tersebut
 4. Pencegahan Faktor Lingkungan Kerja Kimia :
Ada beberapa cara pencegahan factor kimia lingkungan kerja antara lain:
  1.   Subtitusi
Yang dimaksud subtitusi adalah penggantian bahan-bahan berbahaya/beracun dengan bahan yang tidak beracun, hal ini agak sukar dilaksanakan mengingat banyak dari bahan kimia yang dipakai dalam proses produksi yang apabila diganti dengan bahan lain dapat mempengaruhi  dari hasil produksi dengan kata lain produksi mungkin akan tidak sama bila memakai bahan aslinya dan untuk mendapatkan hasil yang sama diperlukan penelitian-penelitian yang saksama dan membutuhkan biaya tinggi.
2.  Isolasi
Isolasi yang dimaksud disini adalah mengisolir tempat atau ruangan-ruangan yang mengandung aspek bahan kimia yang berbahaya dari para pekerja atau tidak kontak langsung bahan-bahan berbahaya tersebut, cukup dilakukan dengan mengontrol dari luar atau tempat lain.
3.     Ventilasi
Ventilasi yang dimaksudkan disini adalah mengatur sirkulasi udara yang baik masuk kedalam ruang kerja. Ada berapa macam ventilasi, tetapi disini yang dibicarakan adalah ventilasi ekshauster. Ada dua macam ekshauster sebagai berikut:
a.     Lokal Ekshauster
Yaitu ekshauster yang dipakai hanya pada tempat dimana orang bekerja.
b.     General ekshauster.
   Yaitu ventilasi untuk seluruh ruangan
       4.  Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
Pemakaian alat pelindung diri hanya dilakukan apabila ketiga sistem tersebut diatas tidak dapat mengurangi atau menghilangkan bahaya bahan kimia yang ada pada suatu lingkungan kerja ataupun kurang efisien penggunaannya.
            Ada berapa macam alat pelindung diri antara lain:
a.    Masker
Alat ini dipakai untuk melidungi tenaga kerja dari debu ataupun uap, gas yang dapat masuk kedalam tubuh melalui pernapasan.
              b.   Sarung tangan
Alat ini dipakai melindungi tenaga kerja dari kontak dengan bahan kimia berbahaya
    c.   Pakaian kerja
Alat ini dipakai untuk melindungi tenaga kerja dari kontak bahan kimia yang berbahaya.
d.     Respirator
Alat ini dipakai untuk melindungi pernapasan tenaga kerja dimana konsentrasi bahan kimia dalam ruangan kerja dimungkinkan dengan hanya mermakai masker.


Perlunya Instrumen keselamatan dan kesehatan kerja (K3)

Instrumen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan sebuah komponen wajib yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar, merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan, perlindungan tersebut sangat diperlukan untuk meminimalkan bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut . K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.
K3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja, misalnya kebisingan, pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban udara, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan pernapasan, kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan jaringan tubuh akibat sinar ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan manajemen perusahaan. K3 dalam konteks ini berkaitan dengan masalah pengaturan jam kerja, shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan jam lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan hidup, dan lain-lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang erat terhadap peristiwa kecelakaan kerja.
Eksistensi K3 sebenarnya muncul bersamaan dengan revolusi industri di Eropa, terutama Inggris, Jerman dan Prancis serta revolusi industri di Amerika Serikat. Era ini ditandai adanya pergeseran besar-besaran dalam penggunaan mesin-mesin produksi menggantikan tenaga kerja manusia. Pekerja hanya berperan sebagai operator. Penggunaan mesin-mesin menghasilkan barang-barang dalam jumlah berlipat ganda dibandingkan dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya. Revolusi IndustriNamun, dampak penggunaan mesin-mesin adalah pengangguran serta risiko kecelakaan dalam lingkungan kerja. Ini dapat menyebabkan cacat fisik dan kematian bagi pekerja. Juga dapat menimbulkan kerugian material yang besar bagi perusahaan. Revolusi industri juga ditandai oleh semakin banyak ditemukan senyawa-senyawa kimia yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan fisik dan jiwa pekerja (occupational accident) serta masyarakat dan lingkungan hidup.
Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya. 
Pada awal revolusi industri, K3 belum menjadi bagian integral dalam perusahaan. Pada era in kecelakaan kerja hanya dianggap sebagai kecelakaan atau resiko kerja (personal risk), bukan tanggung jawab perusahaan. Pandangan ini diperkuat dengan konsep common law defence (CLD) yang terdiri atas contributing negligence (kontribusi kelalaian), fellow servant rule (ketentuan kepegawaian), dan risk assumption (asumsi resiko) (Tono, Muhammad: 2002). Kemudian konsep ini berkembang menjadi employers liability yaitu K3 menjadi tanggung jawab pengusaha, buruh/pekerja, dan masyarakat umum yang berada di luar lingkungan kerja.Dalam konteks bangsa Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan kolonial Belanda. Misalnya, pada 1908 parlemen Belanda mendesak Pemerintah Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan Veiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun 1910. Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah berdasarkan masing-masing sektor ekonomi. Beberapa di antaranya yang menyangkut sektor perhubungan yang mengatur lalu lintas perketaapian seperti tertuang dalam Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate van Spoor en Tramwegen Bestmend voor Algemene Verkeer in Indonesia (Peraturan umum tentang pendirian dan perusahaan Kereta Api dan Trem untuk lalu lintas umum Indonesia) dan Staatblad 1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi Kecelakaan Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Peraturan Keamanan Kerja di Pabrik dan Tempat Kerja), dan sebagainya. Kepedulian Tinggi Pada awal zaman kemerdekaan, aspek K3 belum menjadi isu strategis dan menjadi bagian dari masalah kemanusiaan dan keadilan. Hal ini dapat dipahami karena Pemerintahan Indonesia masih dalam masa transisi penataan kehidupan politik dan keamanan nasional. Sementara itu, pergerakan roda ekonomi nasional baru mulai dirintis oleh pemerintah dan swasta nasional.
K3 baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah dengan semakin ramainya investasi modal dan pengadopsian teknologi industri nasional (manufaktur). Perkembangan tersebut mendorong pemerintah melakukan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah K3. Hal ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1070 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kerja, UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja tidak menyatakan secara eksplisit konsep K3 yang dikelompokkan sebagai norma kerja.Setiap tempat kerja atau perusahaan harus melaksanakan program K3. Tempat kerja dimaksud berdimensi sangat luas mencakup segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan tanah, dalam air, di udara maupun di ruang angkasa.
Pengaturan hukum K3 dalam konteks di atas adalah sesuai dengan sektor/bidang usaha. Misalnya, UU No. 13 Tahun 1992 tentang Perkerataapian, UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan beserta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. Selain sekor perhubungan di atas, regulasi yang berkaitan dengan K3 juga dijumpai dalam sektor-sektor lain seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, industri manufaktur (pabrik), perikanan, dan lain-lain.Di era globalisasi saat ini, pembangunan nasional sangat erat dengan perkembangan isu-isu global seperti hak-hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup, kemiskinan, dan buruh. Persaingan global tidak hanya sebatas kualitas barang tetapi juga mencakup kualitas pelayanan dan jasa. Banyak perusahaan multinasional hanya mau berinvestasi di suatu negara jika negara bersangkutan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup. Juga kepekaan terhadap kaum pekerja dan masyarakat miskin. Karena itu bukan mustahil jika ada perusahaan yang peduli terhadap K3, menempatkan ini pada urutan pertama sebagai syarat investasi.

lingkungan fisiologi kerja

Perawat adalah tenaga profesional di bidang kesehatan. Mereka bertanggung jawab untuk merawat, melindungi, dan memulihkan orang yang luka atau pasien penderita penyakit akut atau kronis, pemeliharaan kesehatan orang sehat, dan penanganan keadaan darurat yang mengancam nyawa. Mereka juga dapat terlibat dalam riset medis dan merawat serta menjalankan beragam fungsi non-klinis yang diperlukan.
Menurut pendapat Doheny (1982) ada beberapa elemen peran perawat professional antara lain : dan
Pada peran , mereka diharapkan mampu :
1.    Memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga , kelompok atau masyarakat sesuai diagnosis masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai pada masalah yang kompleks.
2.    Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan klien, mereka harus memperhatikan klien berdasarkan kebutuhan signifikan dari klien.
Mereka menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi diagnosis, mulai dari masalah fisik sampai pada masalah psikologis.
Adapun tugas sebagai  maksudnya antara lain:
1.    Bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concern) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya.
2.    Mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, harus dilakukan karena klien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan klien, sehingga diharapkan mampu membela hak-hak klien.
Seorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien. Pembelaan termasuk didalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien, memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien (Disparty, 1998 :140).
Hak-Hak Klien antara lain :
1.    Hak atas pelayanan yang sebaik-baiknya
2.    Hak atas informasi tentang penyakitnya
3.    Hak atas privacy
4.    Hak untuk menentukan nasibnya sendiri
5.    Hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian tindakan.
Hak-Hak Tenaga Kesehatan antara lain :
1.    Hak atas informasi yang benar
2.    Hak untuk bekerja sesuai standart
3.    Hak untuk mengakhiri hubungan dengan klien
4.    Hak untuk menolak tindakan yang kurang cocok
5.    Hak atas rahasia pribadi
6.    Hak atas balas jasa
 yaitu proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang. Didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual.
Adapun peran perawat dalam hal konseling antara lain:
1.    Mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya.
2.    Perubahan pola interaksi merupakan "Dasar" dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya.
3.    Memberikan konseling atau bimbingan penyuluhan kepada individu atau keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu.
4.    Pemecahan masalah difokuskan pada masalah keperawatan

Pada lokakarya nasional 1983 telah disepakati pengertian keperawatan adalah sebagai berikut, keperawatan adalah pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio psiko sosio spiritual yang komprehensif yang ditujukan kepada individu, kelompok dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Florence Nightingale (1895) mendefinisikan keperawatan sebagai berikut, keperawatan adalah menempatkan pasien alam kondisi paling baik bagi alam dan isinya untuk bertindak.
Calilista Roy (1976) mendefinisikan keperawatan merupakan definisi ilmiah yang berorientasi kepada praktik keperawatan yang memiliki sekumpulan pengetahuan untuk memberikan pelayanan kepada klien.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keperawatan adalah upaya pemberian pelayanan/asuhan yang bersifat humanistic dan professional, holistic berdasarkan ilmu dan kiat, standart pelayanan dengan berpegang teguh kepada kode etik yang melandasi perawat professional secara mandiri atau memalui upaya kolaborasi.
Dalam pekerjaannya perawat setiap hari kontak langsung dengan pasien dalam waktu cukup lama (6-8 jam/hari), sehingga selalu terpajan mikroorganisme patogen. Dapat menjadi pembawa infeksi dari satu pasien ke pasien lain, atau ke perawat lainnya. Harus sangat berhati-hati (bersama apoteker) bila menyiapkan dan memberikan obat-obatan antineoplastik pada pasien kanker. Selalu mencuci tangan setelah melayani pasien, melepas masker dan kap (topi perawat) bila memasuki ruangan istirahat atau ruangan makan bersama. Abortus spontan, lahir prematur dan lahir mati sering dialami perawat yang bertugas di ruang rawat inap/ bangsal perawatan Menurut hasil penelitian di Cleveland Clinic Hospital dan 22 RS di Ohio (1993-1996 di Amerika Serikat, terbanyak ditemukan cedera sprain dan strain pada perawat. Nyeri pinggang (back injuries)merupakan keluhan terbanyak dari cedera tersebutdan lebih banyak menimpa perawat wanita. Penyebabnya ditengarai adalah seringnya kerja otot statik, seperti mengangkat pasien dan kerja bergilir (work shift).
Perawat merupakan pekerja Rumah sakit yang memiliki potensi Bahaya-bahaya di rumah sakit, bahaya tersebut dapat yang dikelompokkan sebagai berikut :
1.Bahaya fisik: radiasi pengion, radiasi pengion, suhu panas, suhu  dingin, bising, getaran, pencahayaan.
2.Bahaya kimia: bahan-bahan kimia
3.Bahaya biologi: terinfeksi miroorganisme
4.Bahaya ergonomic: posisi kerja
5.Bahaya psikososial: lama bekerja, stress,dll
6.Bahaya mekanik: berasal dari mesin/alat (terjepit, terpotong, tersayat,    tertusuk benda tajam, dll)
7.Bahaya listrik: sengatan listrik, kebakaran, hubungan arus pendek,dll.

Dalam kasus “Jangan Kucilkan Daku” perawat mengalami kecelakaan kerja berupa tertusuk jarum bekas menyuntik pasien dengan gejala diduga HIV/AIDS. Adapun sebab-sebab kecelakaan kerja secara umum antara lain:
a) Penyebab langsung: kecelakaan yang bisa dilihat dan dirasakan langsung
- Unsafe conditions & sub-standard conditions (keadaan yang tidak aman pada hakekatnya dapat diamankan/diperbaiki). Biasanya karena :
§Pengaman yang tidak sempurna
§Peralatan/bahan yang tidak seharusnya
§Penerangan kurang/berlebih
§Ventilasi kurang
§Iklim kerja tidak sesuai
§Getaran
§Kebisingan cukup tinggi
§Pakaian tidak sesuai
§Ketatarumahtanggaan yang buruk (poor house keeping).
- Unsafe acts & sub-standard practice (tindakan/perbuatan yang menyimpang dari tata cara/prosedur aman). Biasanya karena :
§Melakukan pekerjaan tanpa wewenang
§Menghilangkan fungsi alat pengaman (melepas/mengubah)
§Memindahkan alat-alat keselamatan
§Menggunakan alat yang rusak
§Menggunakan alat dg cara yang salah
§Bekerja dengan posisi/sikap tubuh yang tidak aman
§Mengangkat secara salah
§Mengalihkan perhatian (mengganggu, mengagetkan, bergurau)
§Melalaikan penggunaan alat pelindung diri (APD) yang ditentukan
§Mabuk karena minuman beralkohol
§b) Penyebab dasar kecelakaan kerja: basic cause
·   - Faktor manusia
§Kurangnya kemampuan fisik, mental & psikologi
§Kurangnya pengetahuan & ketrampilan.
§Stres
Merupakan persepsi dari ancaman atau dari suatu bayangan akan adanya ketidaksenangan yang menggerakkan/menyiagakan organisme. Stres berasal dalam diri manusia dan tergantung intensitas serta lama waktunya, bila terjadi dalam kurun waktu yang lama strss dapat menganggu kesehatan dan produktivitas.
§Motivasi yang salah
§   - Faktor lingkungan
§Kepemimpinan/pengawasan kurang
§Peralatan & bahan kurang
§Perawatan peralatan yang kurang
§Standar kerja kurang


FISIOLOGI KERJA

Fisiologi kerja
FISIOLOGI dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari fungsi, mekanisme dan cara kerja organ, jaringan dan sel-sel organisme.
Sedangkan Fisiologi kerja merupakan suatu studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dan kelelahan selama otot bekerja. Relevansinya dengan Ergonomi antara lain :
-          Lokasi kelelahan otot dan gangguan trauma kumulatif
-          Saat seluruh tubuh kelelahan, mengurangi pekerjaan  dan penjadwalan istirahat
-          Stress panas, dengan kata lain beban panas metabolik
Kerja fisik dan mental
Tingkat intensitas kerja optimum umumnya tercipta ketika tidak ada tekanan dan ketegangan, dimana Tekanan berkenaan dengan beberapa aspek dari aktivitas manusia dari lingkungannya yang terjadi akibat adanya reaksi individu tersebut tidak mendapatkan keinginan yang sesuai. Sedangkan ketegangan merupakan konsekuensi logis yang harus diterima oleh individu tersebut akibat dari tekanan,
Secara garis besar, kegiatan-kegiatan manusia dapat digolongkan menjadi kerja fisik dan kerja mental. Pemisahan ini tidak dapat dilakukan secara sempurna, karena terdapatnya hubungan yang erat antar satu dengan lainnya.
Kerja fisik
Kerja fisik adalah kerja yang memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber tenaganya. Dalam kerja fisik, konsumsi energi merupakan faktor utama yang dijadikan tolok ukur penentu berat atau ringannya suatu pekerjaan
Kerja fisik akan mengakibatkan perubahan fungsi pada alat-alat tubuh, yang dapat dideteksi melalui :
-          Konsumsi oksigen
-          Denyut jantung
-          Peredaran udara dalam paru-paru
-          Temperatur tubuh
-          Konsentrasi asam laktat dalam darah
-          Komposisi kimia dalam darah dan air seni
-          Tingkat penguapan
-          Faktor lainnya
Konsumsi energi
Konsumsi energi pekerja dalam bekerja merupakan faktor utama yang dapat membatasi prestasi harian atau performansi kerjanya. Untuk mengefisienkan konsumsi energi dan mempertahankan performansi kerja, dibutuhkan perancangan lingkungan kerja yang baik
Faktor yang mempengaruhi konsumsi energi diantaranya adalah metode kerja, sikap kerja, tingkat kerja dan perancangan peralatan kerja. Sedangkan besarnya konsumsi energi tergantung pada berat badan, tinggi badan, dan jenis kelamin. Skala untuk konsumsi energi adalah kilo kalori (kkal). Satu liter oksigen yang dihasilkan tubuh manusia menghasilkan rata-rata sebesar 4,8 kkal
Kerja mental
Kerja mental merupakan kerja yang melibatkan proses berpikir dari otak kita. Pekerjaan ini mengakibatkan kelelahan mental bila intensitas kerja ini relatif tinggi. Hal ini bukan diakibatkan oleh aktifitas fisik secara langsung, melainkan akibat kerja otak kita
Pengukuran kerja mental memperhatikan beberapa hal berikut :
a.       Beban waktu ( waktu yang tersedia, pekerjaan yang terlampaui ( task overlapping)
b.      Beban usaha mental ( beban ini misalnya dalam proses perhitungan, pembuatan keputusan, menyimpan sejumlah informasi dalam memori ingatalah dan memunculkannya dll.
c.       Beban stress psikologi ( hel yang memberikan kontribusi terhadap rasa bingung dan frustasi operator antara lain motivasi, pelatihan, kelelahan, dan emosional. Variabel tersebut dimunculkan dalam bentuk rasa takut akan gagal, terluka, keterasingan dll.
Skala beban kerja mental
Merupakan suatu ukuran skala untuk mengukur tingkat beban kerja mental suatu pekerjaan berdasarkan ketiga variabel di atas.
1.       Beban Waktu
-          Sering memiliki waktu luang (Interupsi dan overlapping antar aktifitas jarang / tidak terjadi)
-          Waktu Luang sering terjadi sekali - kali (Interupsi dan overlapping antar aktifitas sering terjadi)
-          Hampir tidak ada waktu luang (Interupsi dan overlappingantar aktifitas sangat sering dan selalu terjadi)
2.       Beban usaha mental
-          Sangat sedikit memerlukan konsentrasi, aktifitas bersifat otomatis, memerlukan sedikit perhatian
-          Konsentrasi moderat diperlukan, kompleksitas meningkat sehingga menyebabkan hal ketidakastian dan keterasingan
-          Usaha mental yang intensif dan konsentrasi yang tinggi diperlukan. Aktifitas sangat kompleks dan memerlukan perhatian penuh.
3.       Beban stress psikologi
-          Sedikit membingungkan, beresiko, frustasi muncul dan dengan mudah dan diatasi
-          Tingkat stress yang menengah / moderate dimana kebingugan dan frustasi menambah beban kerja. Kompensasi secara signifikan diperlukan untuk menjaga performansi yang cukup
-          Kebingungan dan rasa frustasi yang tinggi sehingga memerlukan kontrol diri dan determinasi yang tinggi hingga titik ekstrim.
Proses metabolisme
-          Proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh manusia merupakan fase yang penting sebagai penghasil energi yang diperlukan untuk kerja fisik.
-          Proses metabolisme ini bisa dianalogikan dengan proses pembakaran yang kita jumpaibdalam mesin motor bakar (combustion engine). Lewat proses metabolis akan dihasilkan panas dan energi yang diperlukan untuk kerja mekanis lewat sistem otot manusia. Di sini zat-zat makanan akan bersenyawa dengan oksigen (O2) yang dihirup, terbakar dan menimbulkan panas serta energi mekanik.
Pengukuran konsumsi oksigen
-          Besarnya pengeluaran energi sebagai akibat kerja fisik sangat berkaitan dengan konsumsi energi. Satuan pengukuran konsumsi energi adalah kilo kalori (KKal). 1 KKal adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan tempertaur 1 liter air dari 14,5o C menjadi 15,5o C. Energi yang dikonsumsikan seringkali bisa diukur secara langsung yaitu melalui konsumsi oksigen (O2) yang dihisap. Menurut Mc. Cormick, volume oksigen yang dibutuhkan bekerja dapat  dipakai sebagai dasar menentukan jumlah kalori yang diperlukan selama kerja atas dasar persamaan berikut ini :
1         liter oksigen = 4,7 – 5 Kkal
-          Sedangkan menurut Nurmianto (2000), jika 1 liter oksigen dikonsumsi oleh tubuh, maka tubuh akan mendapatkan 4,8 KKal energi. Faktor inilah yang merupakan nilai kalori suatu oksigen.
-          Volume oksigen yang digunakan tersebut dihitung dengan cara mengukur volume udara ekspirasi dan kemudian kadar oksigennya ditentukan dengan teknik sampling. Dengan mengetahui temperatur dan tekanan udaranya, maka volume oksigen yang digunakan dapat dihitung.
Pengukuran denyut jantung
-          Derajat beban kerja tidak hanya tergantung pada jumlah kalori yang dikonsumsi, akan tetapi juga bergantung pada jumlah otot yang terlibat pada pembebanan otot statis. Sejumlah konsumsi energi tertentu akan lebih berat jika hanya ditunjang oleh sejumlah kecil otot relatif terhadap sejumlah besar otot.
-          Astrand dan Christensen meneliti pengeluaran energi dari tingkat denyut jantung dan menemukan adanya hubungan langsung antara keduanya. Tingkat pulsa dan denyut jantung per menit dapat digunakan untuk menghitung pengeluaran energi. [Retno Megawati, 2003]
-          Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa kecepatan denyut jantung dan pernapasan dipengaruhi oleh tekanan fisiologis, tekanan oleh lingkungan atau tekanan akibat kerja keras, di mana ketiga faktor tersebut memberikan pengaruh yang sama besar. Pengukuran berdasarkan kriteria fisiologis ini bisa digunakan apabila faktor-faktor yang berpengaruh tersebut dapat diabaikan atau situasi kegiatan dalam keadaan normal.
-          Tahap pertama adalah menyetarakan besaran kecepatan denyut jantung ke dalam bentuk energi. Untuk merumuskan hubungan antara Energy expenditure kecepatan denyut jantung dilakukan pendekatan kuantitatif hubungan antara energi expenditure dengan kecepatan denyut jantung dengan analisa regresi. Bentuk regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung secara umum adalah regresi kuadratis dengan persamaan sebagai berikut :
-          Di mana : Y = Energi (Kilokalori/menit)
                      X = Kecepatan denyut jantung (denyut per menit)
-          Lalu ditentukan besarnya konsumsi energi yang ada dengan rumus matematis :
                                        KE = Et – Ei
-          Dimana :
KE = Konsumsi energi untuk kegiatan tertentu (Kkal/mnt)
Et  = Pengeluaran energi pada waktu kerja tertentu (Kkal/mnt)
Ei = Pengeluaran energi pada waktu istirahat (Kkal/mnt) [Martyaningsih, 2003]
Peningkatan denyut nadi mempunyai peran yang sangat penting di dalam peningkatan cardiac output dari istirahat sampai kerja maksimum. Peningkatan yang potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja maksimum tersebut oleh Rodahl (1989) didefinisikan sebagai  Heart Rate Reserve (HR Reserve). HR Reserve tersebut diekspresikan dalam presentase yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
% HR Reserve = (denyut nadi kerja- denyut nadi istirahat)/(denyut nadi maks-denyut nadi istirahat)*100%
Lebih lanjut, Manuaba & Vanwonteerghem (1996) menentukan klasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban kerja kardiovaskuler (cardiovasculair load = %CVL) yang dihitung dengan rumus sebagai berikut
%CVL=100x(denyut nadi kerja-denyut nadi istirahat)/(denyut nadi mak-denyut nadi istirahat)
Dimana :
Denyut nadi istirahat  =  rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai
Denyut nadi kerja  = rerata denyut nadi selama bekerja
Denyut nadi maksimum = (220 – umur) untuk laki-laki dan(200 – umur) untuk wanita.


Psikologi
Potensi bahaya psikologi adalah potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti penempatan pekerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, tempramen, pendidikan, system seleksi, dan klasifikasi terhadap pekerja yang tidak sesuai, kurangnya ketrampilan pekerja dalam melakukan pekarjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmonis dan tidak serasi dalam organisasi kerja.
Salah satu sumber penyebab kecelakaan kerja adalah stress kerja sebagai faktor psikologis, menurut penelitian Baker (Rini 2002) stres kerja dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, akibatnya pekerja cenderung sering dan mudah terserang penyakit sehingga kurang berkonsentrasi dengan pekerjaannya.
Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stress menjadi dua, yaitu:
- Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
- Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.
Pengertian stress dengan stress kerja hampir sama, hanya saja ruang lingkup untuk pengertian stress jauh lebih luas, karena bisa terjadi dan disebabkan oleh lingkungan kerja maupun di luar lingkungan kerja, sedangkan stress kerja hanya terjadi di lingkungan kerja (Gibson, 1991 : 339).
Hubungan antara stres kerja dengan resiko kecelakaan kerja bersifat positif. Terbukti bahwa semakin stres berkaitan dengan pekerjaan maka resiko kecelakaan semakin tinggi. Pekerja yang mengalami stres dalam pekerjaannya akan cenderung bersikap negatif seperti menjadi cemas, was-was, sulit tidur, gangguan pola makan, dan menjadi lebih diam dari biasanya. Stres yang tidak cepat diatasi oleh pekerja menyebabkan pekerja tidak konsentrasi dalam melaksanakan tugas dan merasa frustasi dalam menyelesaikan tanggung jawab kerja sehingga pekerja melakukan kesalahan ketika sedang bekerja (Sneddon, Mearns dan Flin, 2006).
Stres kerja timbul karena individu itu sendiri, dimana kesalahan dapat terjadi karena masalah pribadi dan keraguan yang menggambarkan pribadi dan keraguan yang menggambarkan bagaimana individu menghadapi tugas, misalnya pekerja mengerjakan suatu tugas namun mengalami kegagalan menyebabkan pekerja menjadi merasa gagal (Berry dan Houston, 1993). Hansen (Berry dan Houston, 1993) menjelaskan kecelakaan dalam pekerjaan tidak akan terjadi jika pekerja memahami dan cepat menanggulangi masalah pribadi dan gangguan dalam pekerjaannya. Stres yang tidak cepat di atasi oleh pekerja menyebabkan pekerja menjadi tidak konsentrasi dalam melaksanakan tugas, dan merasa frustasi dalam menyelesaikan tanggungjawab kerja, sehingga pekerja melakukan kesalahan ketika sedang bekerja (Sneddon, mearns dan Flin, 2006), yaitu melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan pengoperasian (Minner, 1992).
Adapun dampak dari stres menurut Everly dan Girdano (Munandar, 2001) stress mempunyai dampak pada suasana hati (mood), otot kerangka (musculoskeletal) dan organ-organ dalam badan (visceral).
Banyaknya kasus kecelakaan kerja pada perusahaan di Indonesia, menurut Germain dan Clark (2007) dilatarbelakangi oleh adanya faktor penyebab kecelakaan kerja yang disebut dengan Incident Causation Model yang terdiri dari:
1. Kurang kontrol
2. Sebab dasar, terdiri dari faktor manusia dan faktor pekerjaan
3. Sebab langsung
4. Kejadian
5. Kerugian
Faktor manusia memiliki peranan penting dimana manusia sebagai pelaku pekerjaan memiliki banyak kekurangan, seperti kurangnya pengetahuan, kurang keterampilan, motivasi yang kurang baik, stres fisik dan mental menyebabkan kecelakaan kerja terjadi, sehingga bukan hanya melihat kondisi, tetapi manusia juga sebagai operator memiliki banyak kelemahan (Suma’mur, 1989).
Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri pekerja maupun perusahaan. Pada diri pekerja, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999). Konsekuensi pada pekerja ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya.
Bagi perusahaan, konsekuensi negatif yang timbul dari stress kerja bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover (Greenberg & Baron, 1993; Quick & Quick, 1984; Robbins, 1993). Dan kepuasaan kerja pekerja sangatlah rendah ketika mengalami stress kerja.
Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stress kerja dapat berupa:
a. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja.
b. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja.
c. Menurunkan tingkat produktivitas.
d. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan.
Kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya. Banyak pekerja yang tidak masuk kerja dengan berbagai alasan, atau pekerjaan tidak selesai pada waktunya entah karena kelambanan atau pun karena banyaknya kesalahan yang berulang.
Tetapi di sisi lain stress juga bersifat positif konstruktif bagi individu dimana pekerja yang mampu mengatasi dan mengubah stres menjadi motivasi (dorongan) agar lebih maju dimana job performancenya meningkat, lebih cekatan dalam bekerja, lebih teliti, dan mampu menyelesaikan pekerjaan dengan memuaskan.
Sedangkan dampak positif konstruktif stress terhadap perusahaan adalah dimana produktifitas perusahaan meningkat, daya saing perusahaan yang meningkat, kualitas output yang baik, tingkat absensi pekerja menurun, kepuasan kerja pekerja meningkat dan finansial perusahaan mengalami surplus.
Sebagai pelaku bisnis yang didukung oleh para pekerja, sudah sepantasnya bila para pemimpin terus membangun hubungan baik antara pekerja dan perusahaan yang yang sedang dipimpin. Karena bagaimanapun juga, keberadaan mereka memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap kesuksesan bisnis yang dibangun. Pentingnya peran pekerja terhadap perkembangan usaha, mendorong sebagian besar pemimpin perusahaan untuk selalu memotivasi para pekerja agar bisa bekerja secara optimal. Sebab, semakin bagus performa yang diberikan para pekerja, maka semakin besar pula peluang bagi sebuah bisnis untuk mencapai kesuksesannya.
Dukungan sosial yang baik akan membantu pekerja ketika terjadi masalah dalam pekerjaan dan memberikan dukungan emosi, namun pekerja yang tidak mendapat dukungan sosial menjadi depresi, mudah marah, dan gelisah. Sedikitnya dukungan dari atasan dimana mereka kurang mengontrol pekerja mengakibatkan pekerja bertindak salah. Keterlibatan kerja menjadi prediktor langsung pada tindakan selamat, tindakan selamat akan menghasilkan sedikit luka-luka/kerugian, begitu pula sebaliknya (Lanoie, 1994).
Mengingat faktor psikologis (stress) kerja dapat mengakibatkan gangguan pada kesehatan bahkan kecelakaan kerja, perlu adanya solusi untuk menanggulangi permasalahan tersebut, diantaranya adalah dengan pemberian motivasi untuk para pekerja, menempatkan pekerja pada bagian-bagian yang sesuai dengan kemampuan, dan menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman.
Lalu beberapa langkah yang perlu dilakukan para pemimpin untuk memotivasi para pekerjanya adalah dengan :
1.     Tingkatkan motivasi kerja pekerja melalui training
Terkadang menekuni sebuah pekerjaan yang sama setiap harinya, membuat sebagian besar pekerja merasa jenuh dan bosan. Dampaknya, motivasi pekerja akan turun sehingga mereka tidak bekerja secara optimal. Karena itu untuk mengembalikan motivasi pekerja, Anda perlu mengadakan training khusus bagi para pekerja. Misalnya saja mengadakan pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan kerja mereka, atau sekedar training untuk membangun kembali motivasi pekerja yang mulai turun.
1.     Berikan reward bagi pekerja yang berprestasi
Tidak ada salahnya jika Anda memberikan reward khusus bagi pekerja yang berprestasi. Bisa berupa bonus atau insentif, maupun berupa hadiah kecil yang bisa mewakili ucapan terimakasih perusahaan atas prestasi para pekerja. Cara ini terbukti cukup efektif, sehingga pekerja lebih bersemangat untuk memberikan prestasi-prestasi berikutnya bagi perusahaan.
1.     Lakukan pendekatan untuk mengoptimalkan kinerja pekerja
Sebagai pemimpin perusahaan, Anda juga perlu melakukan pendekatan pada para pekerja Anda. Bila perlu kenali kelebihan dan kekurangan yang dimiliki masing-masing dari mereka, sebab hal ini akan memudahkan Anda untuk mengevaluasi perkembangan setiap pekerja. Mana pekerja yang memiliki prestasi kerja cukup bagus, dan mana pekerja yang membutuhkan dukungan Anda untuk mencapai keberhasilan seperti rekan-rekan lainnya. Tentu dengan pendekatan tersebut, Anda dapat membantu pekerja yang kesulitan mengerjakan tugasnya untuk bisa berhasil meraih prestasi seperti pekerja lainnya.
1.     Adakan kegiatan khusus untuk membangun kekeluargaan antara pekerja dan perusahaan.
Membangun kekeluargaan antara pihak pekerja dan pemilik usaha, menjadi langkah jitu untuk meningkatkan motivasi kerja pekerja. Dengan kekeluargaan yang kuat, mereka akan ikut merasakan kepemilikan perusahaan tersebut. Sehingga loyalitasnya untuk bersama-sama membesarkan perusahaan semakin meningkat. Adakan acara pertemuan rutin setiap bulannya, yang bisa mengakrabkan semua pekerja di perusahaan Anda. Lingkungan kerja yang hangat dan akrab, akan membuat pekerja merasa nyaman dalam menjalankan pekerjaannya

Pengenalan Bahaya Di Lingkungan Kerja

Klasifikasi Bahaya

·         Bahaya di lingkungan kerja dapat didefinisikan sebagai segala kondisi yang dapat memberi pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan atau kesejahteraan orang yang terpajan.

·         Faktor bahaya di lingkungan kerja meliputi faktor Kimia, Biologi, Fisika, Fisiologi dan Psikologi
·          
BAHAYA KIMIA
·         Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh:

o    Pernapasan ( inhalation ),

o    Kulit (skin absorption )

o    Tertelan ( ingestion )

·         Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya.

Korosi

·         Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena.

·         Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.

Iritasi

·         Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema ( bengkak )

·         Contoh :

o    Kulit : asam, basa,pelarut, minyak .

o    Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine ,bromine, ozone.

Reaksi Alergi

·         Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau organ pernapasan

·         Contoh :

o    Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel, epoxy hardeners, turpentine.

o    Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.

Asfiksiasi

·         Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang ada, misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari 19,5% volume udara.

·         Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah atau mencegah oksigenasi normal pada kulit.

·         Contoh :

o    Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium

o    Asfiksian kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide, hidrogen sulphide

Kanker

·         Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah terbukti pada manusia.

·         Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker pada hewan .

·         Contoh :

o    Terbukti karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia); vinylchloride ( liver angiosarcoma); 2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih ); asbestos (kanker paru-paru , mesothelioma);

o    Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon tetrachloride, dichromates, beryllium

Efek Reproduksi

·         Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari seorang manusia.

·         Perkembangan bahan-bahan racun adalah faktor yang dapat memberikan pengaruh negatif pada keturunan orang yang terpapar, sebagai contoh :aborsi spontan.

·         Contoh :

o    Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene glycol, mercury. Organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead, thalidomide, pelarut.

Racun Sistemik

·         Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem tubuh.

·         Contoh :

o    Otak : pelarut, lead,mercury, manganese

o    Sistem syaraf peripheral : n-hexane,lead,arsenic,carbon disulphide

o    Sistem pembentukan darah : benzene,ethylene glycol ethers

o    Ginjal : cadmium,lead,mercury,chlorinated hydrocarbons

o    Paru-paru : silica,asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )

BAHAYA BIOLOGI
·         Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein dari binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang terdegradasi.

·         Bahaya biologi dapat dibagi menjadi dua yaitu yang menyebabkan infeksi dan non-infeksi. Bahaya dari yang bersifat non infeksi dapat dibagi lagi menjadi organisme viable, racun biogenik dan alergi biogenik.

Bahaya infeksi

·         Penyakit akibat kerja karena infeksi relatif tidak umum dijumpai. Pekerja yang potensial mengalaminya a.l.: pekerja di rumah sakit, laboratorium, jurumasak, penjaga binatang, dokter hewan dll.

Contoh : Hepatitis B, tuberculosis, anthrax, brucella, tetanus, salmonella, chlamydia, psittaci

Organisme viable dan racun biogenic.

·         Organisme viable termasukdi dalamnya jamur, spora dan mycotoxins; Racun biogenik termasuk endotoxins, aflatoxin dan bakteri.

·         Perkembangan produk bakterial dan jamur dipengaruhi oleh suhu, kelembapan dan media dimana mereka tumbuh. Pekerja yang beresiko: pekerja pada silo bahan pangan, pekerja pada sewage & sludge treatment, dll.

·         Contoh : Byssinosis, “grain fever”,Legionnaire’s disease

Alergi Biogenik

·         Termasuk didalamnya adalah: jamur, animal-derived protein, enzim.

·         Bahan alergen dari pertanian berasal dari protein pada kulit binatang, rambut dari bulu dan protein dari urine dan feaces binatang.

·         Bahan-bahan alergen pada industri berasal dari proses fermentasi, pembuatan obat, bakery, kertas, proses pengolahan kayu , juga dijumpai di bioteknologi ( enzim, vaksin dan kultur jaringan).

·         Pada orang yang sensitif, pemajanan alergen dapat menimbulkan gejala alergi seperti rinitis, conjunctivitis atau asma.

·         Contoh :

o    Occupational asthma : wool, bulu, butir gandum, tepung bawang dsb.

BAHAYA FISIKA
Kebisingan

·         Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi.

·         Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama pajanan.

·         Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja.

·         Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis.

·         Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim .

·         Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.

Getaran

·         Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten.

·         Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai ” Raynaud’s phenomenon ” atau ” vibration-induced white fingers”(VWF).

·         Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang.

·         Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.

Radiasi Non Mengion

·         Radiasi non mengion antara lain : radiasi ultraviolet, visible radiation, inframerah, laser, medan elektromagnetik (microwave dan frekuensi radio) .

·         Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.

·         Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.

·         Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.

·         Contoh :

o    Radiasi ultraviolet : pengelasan.

o    Radiasi Inframerah : furnacesn/ tungku pembakaran

o    Laser : komunikasi, pembedahan .

Pencahayaan ( Illuminasi )

·         Tujuan pencahayaan :

o    Memberi kenyamanan dan efisiensi dalam melaksanakan pekerjaan

o    Memberi lingkungan kerja yang aman

·         Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan.

·         Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.
·        

BAHAYA PSIKOLOGI
Stress

·         Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan stress.

·         Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.

·         Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit seperti eksim,dll.

BAHAYA FISIOLOGI

Pembebanan Kerja Fisik

·         Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan derajat kesehatan.

·         Pembebanan tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari.

·         Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut harus disesuaikan.

·         Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar