IDENTIFIKASI
BAHAYA DAN PENILAIAN RESIKO
DAFTAR POTENSI BAHAYA
* Terpleset / Jatuh
* Jatuh dari ketinggian
* Kejatuhan benda asing
* Ruang untuk kepala yang kurang
* Bahaya dari Mesin
* Bahaya dari Kendaraan
* Kebakaran & Ledakan
* Zat yang terhirup
* Zat yg mencederai Mata
* Zat yg melukai kulit
* Bahaya listrik
* Radiasi
* Getaran
* Bising
* Pencahayaan
* Lingkungan terlalu Panas
* Kegiatan Kontraktor
* Huru hara
Contoh Aspek K3 :
* Ceceran Oli
* Limbah Padat
* Debu
* Bau
* Thiner
* Bising
* Getaran, dll
Contoh Dampak K3 :
* Terpeleset
* Kontaminasi tanah
* Pencemaran Air
* Pencemaran Udara
* Kebakaran
* Penurunan pendengaran
* Tersengat listrik
* Ledakan, dll
DAFTAR POTENSI BAHAYA
* Terpleset / Jatuh
* Jatuh dari ketinggian
* Kejatuhan benda asing
* Ruang untuk kepala yang kurang
* Bahaya dari Mesin
* Bahaya dari Kendaraan
* Kebakaran & Ledakan
* Zat yang terhirup
* Zat yg mencederai Mata
* Zat yg melukai kulit
* Bahaya listrik
* Radiasi
* Getaran
* Bising
* Pencahayaan
* Lingkungan terlalu Panas
* Kegiatan Kontraktor
* Huru hara
Contoh Aspek K3 :
* Ceceran Oli
* Limbah Padat
* Debu
* Bau
* Thiner
* Bising
* Getaran, dll
Contoh Dampak K3 :
* Terpeleset
* Kontaminasi tanah
* Pencemaran Air
* Pencemaran Udara
* Kebakaran
* Penurunan pendengaran
* Tersengat listrik
* Ledakan, dll
IDENTIFIKASI
BAHAYA
Langkah
pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah identifikasi atau
pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor
risiko kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan
psikologi yang terpajan pada pekerja. Untuk dapat menemukan faktor risiko ini
diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan baku
yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk hasil samping proses
produksi, serta limbah yang terbentuk proses produksi. Pada kasus terkait
dengan bahan kimia, maka diperlukan: pemilikan material safety data sheets
(MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia
menurut jenis bahan aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang
digunakan, dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika
ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat mungkin
berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang
berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan secara bersamaan
terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah terjadi.
Proses
penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan kuantitatif terhadap
pola pajanan kelompok pekerja yang bekerja di tempat dan pekerjaan tertentu
dengan jenis pajanan risiko kesehatan yang sama. Kelompok itu dikenal juga
dengan similar exposure group (kelompok pekerja dengan pajanan yang sama).
Penilaian pajanan harus memenuhi tingkat akurasi yang adekuat dengan tidak
hanya mengukur konsentrasi atau intensitas pajanan, tetapi juga faktor lain.
Pengukuran dan pemantauan konsentrasi dan intensitas secara kuantitatif saja
tidak cukup, karena pengaruhnya terhadap kesehatan dipengaruhi oleh faktor lain
itu. Faktor tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai potensial faktor
risiko (bahaya/hazards) yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu.
Risiko
adalah probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh frekuensi
dan durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk
pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang perlu diperhatikan
juga adalah perilaku bekerja, higiene perorangan, serta kebiasaan selama
bekerja yang dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan.
· Karakterisasi
Risiko
Tujuan
langkah karakterisasi risiko adalah mengevaluasi besaran (magnitude) risiko
kesehatan pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan gangguan
kesehatan yang mungkin timbul termasuk daya toksisitas bila ada efek toksik,
dengan kemungkinan gangguan kesehatan atau efek toksik dapat terjadi sebagai
konsekuensi pajanan bahaya potensial. Karakterisasi risiko dimulai dengan
mengintegrasikan informasi tentang bahaya yang teridentifikasi (efek
gangguan/toksisitas spesifik) dengan perkiraan atau pengukuran
intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status kesehatan pekerja.
· Penilaian
Risiko
Rincian
langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi :
1. Menentukan personil penilai
1. Menentukan personil penilai
Penilai
risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain
diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun
kemampuan lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja
yang luas, personil penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari
beberapa orang.
2. Menentukan
obyek/bagian yang akan dinilai
Obyek
atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen,
jenis pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat
membantu dalam sistematika kerja penilai.
3. Kunjungan /
Inspeksi tempat kerja
Kegiatan
ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang
bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini
prinsip utamanya adalah melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat
kerja baik mengenai bagian kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi
lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal
lain yang terkait.
4. Identifikasi
potensi bahaya
Berbagai
cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja,
misalnya melalui : inspeksi / survei tempat kerja rutin, informasi mengenai
data keelakaan kerja dan penyakit, absensi, laporan dari (panitia pengawas
Kesehatan dan Keselamatan Kerja) P2K3, supervisor atau keluhan pekerja, lembar
data keselamatan bahan (material safety data sheet) dan lain sebagainya.
Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut
untuk memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada kemungkinan
potensi bahaya tersebut menjadi suatu risiko.
5. Mencari
informasi / data potensi bahaya
Upaya
ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk
teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan.
6. Analisis
Risiko
Dalam kegiatan
ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan, frekuensi
kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi risiko
tersebut dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan
dapat juga terjadi, namun melalui upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan
diperoleh.
7. Evaluasi
risiko
Memprediksi
tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat
menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi
risiko, dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para
ahli seringkali dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.
8. Menentukan
langkah pengendalian
Apabila
dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan
kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah
pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti : Apabila dari hasil
evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun
kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian yang
dipilih dari berbagai cara seperti :
a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering control, pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung diri.
b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman berkaitan dengan risiko, c. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja.
d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.
e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama sesuai dengan kebutuhan.
a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering control, pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung diri.
b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman berkaitan dengan risiko, c. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja.
d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.
e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama sesuai dengan kebutuhan.
9. Menyusun
pencatatan / pelaporan
Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi yang ada.
Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi yang ada.
10. Mengkaji
ulang penelitian
Pengkajian
ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila terdapat perubahan
dalam proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan informasi terbaru dan
sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut.
C. FAKTOR/
POTENSI BAHAYA DI TEMPAT KERJA
Untuk
menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya potensi bahaya di tempat
kerja, Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar
untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan
untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit
akibat kerja yagmungkin terjadi. Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja
dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara lain : 1) faktor
teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan
kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri; 2) faktor
lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam
lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik
produk antara maupun hasil akhir; 3)faktor manusia, merupakan
potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila manusia yang melakukan
pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima baik fisik
maupun psikis.
Potensi
bahaya di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dapat
dikelompokkan antara lain sebagai berikut :
1. Potensi
bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan
kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan
intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan
kurang memadai, getaran, radiasi.
a) Radiasi
Radiasi
adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas,
partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada
beberapa sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya
adalah televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven),
komputer, dan lain-lain.
Selain
benda-benda tersebut ada sumber-sumber radiasi yang bersifat unsur alamiah dan
berada di udara, di dalam air atau berada di dalam lapisan bumi. Beberapa di
antaranya adalah Uranium dan Thorium di dalam lapisan bumi; Karbon dan Radon di
udara serta Tritium dan Deuterium yang ada di dalam air.
Secara
garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi non-pengion.
Radiasi Pengion
Radiasi Pengion
Radiasi
pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi
(terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi.
Yang termasuk dalam jenis radiasi pengion adalah partikel alpha, partikel beta,
sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik
khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (α), partikel beta
(β), sinar gamma (γ), sinar-X, partikel neutron.
Radiasi
Non Pengion
Radiasi
non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi
apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di
sekeliling kehidupan kita. Yang termasuk dalam jenis radiasi non-pengion antara
lain adalah gelombang radio (yang membawa informasi dan hiburan melalui radio
dan televisi); gelombang mikro (yang digunakan dalam microwave oven dan
transmisi seluler handphone); sinar inframerah (yang memberikan energi dalam
bentuk panas); cahaya tampak (yang bisa kita lihat); sinar ultraviolet (yang dipancarkan
matahari).
Ada dua macam sifat radiasi yang dapat
digunakan untuk mengetahui keberadaan sumber radiasi pada suatu tempat atau
bahan, yaitu sebagai berikut :
· Radiasi
tidak dapat dideteksi oleh indra manusia, sehingga untuk mengenalinya diperlukan
suatu alat bantu pendeteksi yang disebut dengan detektor radiasi. Ada beberapa
jenis detektor yang secara spesifik mempunyai kemampuan untuk melacak
keberadaan jenis radiasi tertentu yaitu detektor alpha, detektor gamma,
detektor neutron, dll.
· Radiasi
dapat berinteraksi dengan materi yang dilaluinya melalui proses ionisasi,
eksitasi dan lain-lain. Dengan menggunakan sifat-sifat tersebut kemudian
digunakan sebagai dasar untuk membuat detektor radiasi.
Sel
dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel genetic
adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel
somatic adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh. Berdasarkan jenis sel,
maka efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek
genetik atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari
individu yang terkena paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik adalah efek
radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi.
Waktu
yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat bervariasi
sehingga dapat dibedakan atas efek segera dan efek tertunda. Efek segera adalah
kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati pada individu dalam waktu
singkat setelah individu tersebut terpapar radiasi, seperti epilasi (rontoknya
rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah sel darah.
Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai mingguan pasca iradiasi.
Sedangkan efek tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah waktu
yang lama (bulanan/tahunan) setelah terpapar radiasi, seperti katarak dan
kanker.
Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah efek yang disebabkan karena kematian sel akibat paparan radiasi, sedangkan efek stokastik adalah efek yang terjadi sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sel.
Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah efek yang disebabkan karena kematian sel akibat paparan radiasi, sedangkan efek stokastik adalah efek yang terjadi sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sel.
Efek
Deterministi (efek non stokastik) Efek ini terjadi karena adanya proses
kematian sel akibat paparan radiasi yang mengubah fungsi jaringan yang terkena
radiasi. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat dari paparan radiasi pada
seluruh tubuh maupun lokal. Efek deterministik timbul bila dosis yang diterima
di atas dosis ambang (threshold dose) dan umumnya timbul beberapa saat setelah
terpapar radiasi. Tingkat keparahan efek deterministik akan meningkat bila
dosis yang diterima lebih besar dari dosis ambang yang bervariasi bergantung
pada jenis efek. Pada dosis lebih rendah dan mendekati dosis ambang,
kemungkinan terjadinya efek deterministik dengan demikian adalah nol. Sedangkan
di atas dosis ambang, peluang terjadinya efek ini menjadi 100%.
Efek
Stokastik Dosis radiasi serendah apapun selalu terdapat kemungkinan untuk
menimbulkan perubahan pada sistem biologik, baik pada tingkat molekul maupun
sel. Dengan demikian radiasi dapat pula tidak membunuh sel tetapi mengubah sel
Sel yang mengalami modifikasi atau sel yang berubah ini mempunyai peluang untuk
lolos dari sistem pertahanan tubuh yang berusaha untuk menghilangkan sel
seperti ini. Semua akibat proses modifikasi atau transformasi sel ini disebut
efek stokastik yang terjadi secara acak. Efek stokastik terjadi tanpa ada dosis
ambang dan baru akan muncul setelah masa laten yang lama. Semakin besar dosis
paparan, semakin besar peluang terjadinya efek stokastik, sedangkan tingkat
keparahannya tidak ditentukan oleh jumlah dosis yang diterima. Bila sel yang
mengalami perubahan adalah sel genetik, maka sifat-sifat sel yang baru tersebut
akan diwariskan kepada turunannya sehingga timbul efek genetik atau pewarisan.
Apabila sel ini adalah sel somatik maka sel-sel tersebut dalam jangka waktu
yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan yang bersifat
toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi jaringan ganas atau kanker.
Paparan radiasi dosis rendah dapat menigkatkan resiko kanker dan efek pewarisan
yang secara statistik dapat dideteksi pada suatu populasi, namun tidak secara
serta merta terkait dengan paparan individu.
· Radiasi
infra merah dapat menyebabkan katarak.
· Laser
berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.
· Medan
elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.
· Contoh
: Radiasi ultraviolet : pengelasan, Radiasi Inframerah : furnacesn/
tungku pembakaran, Laser : komunikasi, pembedahan .
Prinsip dasar
yang harus dipatuhi dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan
Dalam penggunaan radiasi untuk berbagai
keperluan ada ketentuan yang harus dipatuhi untuk mencegah penerimaan dosis
yang tidak seharusnya terhadap seseorang. Ada 3 prinsip yang telah
direkomendasikan oleh International Commission Radiological Protection (ICRP)
untuk dipatuhi, yaitu :
1. Justifikasi,
Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber lainnya harus didasarkan pada azaz
manfaat. Suatu kegiatan yang mencakup paparan atau potensi paparan hanya
disetujui jika kegiatan itu akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi
individu atau masyarakat dibandingkan dengan kerugian atau bahaya yang timbul
terhadap kesehatan.
2. Limitasi,
Dosis ekivalen yang diterima pekerja radiasi atau masyarakat tidak boleh
melalmpaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan. Batas dosis bagi
pekerja radiasi dimaksudkan untuk mencegah munculnya efek deterministik (non
stokastik) dan mengurangi peluang terjadinya efek stokastik.
3. Optimasi,
Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (as low as reasonably
achieveable - ALARA), dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan
sosial. Kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir harus direncanakan dan sumber
radiasi harus dirancang dan dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi
yang terjadi dapat ditekan serendah-rendahnya.
b) Kebisingan
Bising
adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak
kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab penyakit
lingkungan (Slamet, 2006). Sedangkan kebisingan sering digunakan sebagai
istilah untuk menyatakan suara yang tidak diinginkan yang disebabkan
oleh kegiatan manusia atau aktifitas- aktifitas alam (Schilling, 1981).
Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang
dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang
maupun suatu populasi.
Aspek yang
berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi
frekuensi, dan lama pajanan.
· Kebisingan
dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi,
yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja.
· Pajanan
kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis.
· Tuli
permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim .
· Contoh
: Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.
Kualitas
bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi
dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah
gelombang-gelombang yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya suatu
kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam
frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya
dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel ( DB ).
Berdasarkan
frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka bising
dibagi dalam 3 kategori:
1) Occupational
noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising yang
disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin ketik.
2) Audible noise
(bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi bunyi antara
31,5 . 8.000 Hz.
3) Impuls noise
(Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat adanya bunyi
yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil.
Selanjutnya
dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan apakah bunyi
itu bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan seberapa
jauh bunyi-bunyi di sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak
dikehendaki / bising.
Jenis Bunyi
|
Skala
Intensitas Desibel Batas Dengar Tertinggi
|
Halilintar
Meriam
Mesin uap
Jalan yang
ramai
Pluit
Kantor gaduh Radio Rumah gaduh Kantor pada umumnya Rumah tenang Kantor perorangan Sangat tenang , Suara daun jatuh, Tetesan air |
120 DB
110 DB
100 DB
90 DB
80 DB
70 DB
60 Db
50 DB
40 DB
30 DB
20 DB
10 DB
|
Tabel Skala Intensitas Kebisingan
Menurut
SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan RI Nomor
70-1/PD.03.04.Lp, (Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang Berhubungan
dengan Kesehatan Tahun 1992), tingkat kebisingan diuraikan sebagai berikut:
1) Tingkat
kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level =Leq) adalah
tingkat kebisingan terus menerus (=steady noise) dalam ukuran dBA, berisi
energi yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode
atau interval waktu pengukuran.
2) Tingkat
kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata
nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari.
3) Tingkat ambien
kebisingan (=Background noise level) atau tingkat latar belakang kebisingan
adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan
kebisingan pada tempat dan saat pengukuran dilakukan, jika diambil nilainya
dari distribusi statistik adalah 95% atau L-95.
Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain
dapat menyebabkan kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada ketulian.
Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan
bising dan yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh
sebab itu para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin
diatas 60 dB maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga
guna mencegah gangguan pendengaran. Disamping itu kebisingan juga dapat
mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa pekerja berteriak
didalam berkomunikasi dengan pekerja lain. Kadang-kadang teriakan atau
pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah komunikasi (miss communication)
atau salah persepsi terhadap orang lain.
Oleh
karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat
lingkungan kerja yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah keluarga
juga terbiasa berbicara keras. Bisa jadi timbul salah persepsi di kalangan
keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap marah. Lebih jauh kebisingan yang
terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja yang akibatnya
pekerja cenderung berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja.
Kebisingan terutama yang berasal dari
alat-alat bantu kerja atau mesin dapat dikendalikan antara lain dengan
menempatkan peredam pada sumber getaran atau memodifikasi mesin untuk
mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi
kebisingan sekitar 20-25 dB.
Tetapi penggunaan penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja karena terasa risih adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya dan akhirnya mau memakainya.
Tetapi penggunaan penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja karena terasa risih adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya dan akhirnya mau memakainya.
c) Penerangan / Pencahayaan
( Illuminasi )
Penerangan
yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja karena
mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh
karena itu penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan
kesan yang higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja
dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari
kesalahan kerja.
Berkaitan dengan
pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan orang didalam suatu lingkungan
kerja maka faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga mempengaruhi.
Pekerja di suatu pabrik arloji misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil maka
intensitas penerangan relatif harus lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas
penerangan di pabrik mobil. Demikian juga umur pekerja dimana makin tua umur
seseorang, daya penglihatannya semakin berkurang. Orang yang sudah tua dalam
menangkap objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang lebih tinggi
daripada orang yang lebih muda.
Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
· Perbaikan
kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar
belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus
berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus
berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
· Meningkatkan
penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat kerja.Disamping itu
di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan lampu-lampu
tersendiri.
· Pengaturan
tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga kerja.
Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan tugas
di malam hari.
· Disamping
akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan diatas, penerangan /
pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah
apabila pengaturannya kurang baik yakni silau. Silau juga menjadi beban
tambahan bagi pekerja maka harus dilakukan pengaturan atau dicegah.Pencegahan
silau dapat dilakukan antara lain :
a. Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang
menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa. b. Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa sehingga
tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.
c. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang langsung memasukkan sinar matahari.
d. Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
e. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi bayangan-bayangan.
Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
a. Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang
menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa. b. Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa sehingga
tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.
c. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang langsung memasukkan sinar matahari.
d. Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
e. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi bayangan-bayangan.
Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
· Kelelahan
mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
· Kelemahan
mental
· Kerusakan
alat penglihatan (mata).
· Keluhan
pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
· Sehubungan
dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan tempat kerja
(pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya mempertimbangkan
ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut :
Jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya matahari ke tempat kerja, Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup,
seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan, Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti
dengan penerangan lampu yang cukup, Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak
melebihi 32 derajat celsius), Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang yang mengganggu kerja, Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar
serta tidak berkedip-kedip .Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan. Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.
Jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya matahari ke tempat kerja, Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup,
seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan, Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti
dengan penerangan lampu yang cukup, Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak
melebihi 32 derajat celsius), Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang yang mengganggu kerja, Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar
serta tidak berkedip-kedip .Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan. Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.
d) Getaran
· Getaran
mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi,
amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau
intermitten.
· Metode
kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang
berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan
gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai ” Raynaud’s phenomenon ”
atau ” vibration-induced white fingers”(VWF).
· Peralatan
yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan
sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang
belakang.
· Contoh
: Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.
Efek getaran
terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh:
· 3
. 9 Hz : Akan timbul resonansi pada dada dan perut.
· 6
. 10 Hz : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung,
pemakaian O2 dan volume perdenyut sedikit berubah. Pada
intensitas 1,2 gram terlihat banyak perubahan sistem peredaran darah.
· 10
Hz : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan
beresonansi.
· 13
. 15 Hz : Tenggorokan akan mengalami resonansi.
· <
20 Hz : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot
menjadi lemah, rasa tidak enak dan kurang ada perhatian.
2.
Potensi
bahaya kimia, yaitu
potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses
produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenga kerja
melalui : inhalation (melalui pernafasan), ingestion (melalui
mulut ke saluran pencernaan), skin contact (melalui kulit).
Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung
dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap.
asap; daya acun bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam tubuh. Jalan masuk
bahan kimia ke dalam tubuh dapat melalui:
o
Pernapasan
( inhalation ),
o
Kulit
(skin absorption )
o
Tertelan
( ingestion )
·
Racun
dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya.
Adapun
potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan kimia adalah
a) Korosi
· Bahan
kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana
terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang
paling umum terkena.
· Contoh
: konsentrat asam dan basa , fosfor.
b) Iritasi
· Iritasi
menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit bisa
menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat
pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema (
bengkak )
· Contoh
:
o
Kulit
: asam, basa,pelarut, minyak .
o
Pernapasan
: aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine
,bromine, ozone.
c) Reaksi
Alergi
· Bahan
kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau
organ pernapasan
· Contoh
:
o
Kulit
: colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel, epoxy
hardeners, turpentine.
o
Pernapasan
: isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.
d) Asfiksiasi
· Asfiksian
yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang ada, misalnya
pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen pada udara
normal tidak boleh kurang dari 19,5% volume udara.
· Asfiksian
kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah atau mencegah
oksigenasi normal pada kulit.
· Contoh
:
o
Asfiksian
sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium
o
Asfiksian
kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide, hidrogen sulphide
e) Kanker
· Karsinogen
pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah terbukti pada manusia.
· Kemungkinan
karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas sudah terbukti
menyebabkan kanker pada hewan .
· Contoh
:
o Terbukti karsinogen pada
manusia : benzene ( leukaemia); vinylchloride ( liver
angiosarcoma) ; 2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih ); asbestos
(kanker paru-paru , mesothelioma);
o Kemungkinan karsinogen pada
manusia : formaldehyde, carbon tetrachloride, dichromates, beryllium
f) Efek
Reproduksi
· Bahan-bahan
beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari seorang manusia.
· Perkembangan
bahan-bahan racun adalah faktor yang dapat memberikan pengaruh negatif pada
keturunan orang yang terpapar, sebagai contoh :aborsi spontan.
· Contoh
:
o
Manganese,
carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene glycol, mercury.
Organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead, thalidomide, pelarut.
g) Racun
Sistemik
· Racun
sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem tubuh.
· Contoh
:
o
Otak
: pelarut, lead, mercury, manganese
o
Sistem
syaraf peripheral : n-hexane, lead, arsenic, carbon disulphide
o
Sistem
pembentukan darah : benzene, ethylene glycol ethers
o
Ginjal
: cadmium, lead, mercury, chlorinated hydrocarbons
o
Paru-paru
: silica, asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )
3.
Potensi
bahaya biologis,
yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kuman-kuman penyakit
yang terdapat di udara yang berasal dari atau bersumber pada tenaga kerja yang
menderita penyakit-penyakit tertentu, misalnya : TBC, Hepatitis A/B, Aids,dll
maupun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi.
Dimana pun Anda bekerja dan apa pun bidang pekerjaan Anda, faktor biologi
merupakan salah satu bahaya yang kemungkinan ditemukan ditempat kerja.
Maksudnya faktor biologi eksternal yang mengancam kesehatan diri kita saat
bekerja. Namun demikian seringkali luput dari perhatian, sehingga bahaya dari
faktor ini tidak dikenal, dikontrol, diantisipasi dan cenderung diabaikan
sampai suatu ketika menjadi keadaan yang sulit diperbaiki. Faktor biologi
ditempat kerja umumnya dalam bentuk mikro organisma sebagai berikut :
a) Bakteri
Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung dan batang (basil). Banyak bakteri penyebab penyakit timbul akibat kesehatan dan sanitasi yang buruk, makanan yang tidak dimasak dan dipersiapkan dengan baik dan kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh bakteri : anthrax, tbc, lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan sebagainya.
Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung dan batang (basil). Banyak bakteri penyebab penyakit timbul akibat kesehatan dan sanitasi yang buruk, makanan yang tidak dimasak dan dipersiapkan dengan baik dan kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh bakteri : anthrax, tbc, lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan sebagainya.
b) Virus
Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 - 300 nano meter. Virus tidak mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan sebagainya.
Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 - 300 nano meter. Virus tidak mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan sebagainya.
c) Jamur
Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih komplek karena berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati dan hidup dari organisme atau hewan lain.
Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih komplek karena berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati dan hidup dari organisme atau hewan lain.
d) Mikroorganisme
penyebab penyakit di tempat kerja
Beberapa
literatur telah menguraikan infeksi akibat organisme yang mungkin ditemukan di
tempat kerja, diantaranya :
Daerah
pertanian
Llingkungan
pertanian yang cenderung berupa tanah membuat pekerja dapat terinfeksi oleh
mikroorganisme seperti : Tetanus, Leptospirosis, cacing, Asma bronkhiale atau
keracunan Mycotoxins yang merupakan hasil metabolisme jamur.
Di lingkungan berdebu (Pertambangan atau pabrik)
Di lingkungan berdebu (Pertambangan atau pabrik)
Di
tempat kerja seperti ini, mikroorganisme yang mungkin ditemukan adalah bakteri
penyebab penyakit saluran napas, seperti : Tbc, Bronchitis dan Infeksi saluran
pernapasan lainnya seperti Pneumonia.
Daerah
peternakan terutama yang mengolah kulit hewan serta produk-produk dari hewan
Penyakit-penyakit
yang mungkin ditemukan di peternakan seperti ini misalnya : Anthrax yang penularannya
melalui bakteri yang tertelan atau terhirup, Brucellosis, Infeksi Salmonella.
Di
Laboratorium
Para
pekerja di laboratorium mempunyai risiko yang besar terinfeksi, terutama untuk
laboratorium yang menangani organisme atau bahan-bahan yang megandung organisme
pathogen
Di
Perkantoran : terutama yang menggunakan pendingin tanpa ventilasi alami
Para pekerja di perkantoran seperti itu dapat berisiko mengidap penyakit seperti : Humidifier fever yaitu suatu penyakit pada saluran pernapasan dan alergi yang disebabkan organisme yang hidup pada air yang terdapat pada system pendingin, Legionnaire disease penyakit yang juga berhubungan dengan sistem pendingin dan akan lebih berbahaya pada pekerja dengan usia lanjut.
Cara penularan kedalam tubuh manusia
Para pekerja di perkantoran seperti itu dapat berisiko mengidap penyakit seperti : Humidifier fever yaitu suatu penyakit pada saluran pernapasan dan alergi yang disebabkan organisme yang hidup pada air yang terdapat pada system pendingin, Legionnaire disease penyakit yang juga berhubungan dengan sistem pendingin dan akan lebih berbahaya pada pekerja dengan usia lanjut.
Cara penularan kedalam tubuh manusia
Banyak
dari mikroorganisme ini dapat menyebabkan penyakit hanya setelah masuk kedalam
tubuh manusia dan cara masuknya kedalam tubuh, yaitu :
1. Melalui
saluran pernapasan
2. Melalui
mulut (makanan dan minuman)
3. Melalui
kulit apabila terluka
Mengontrol bahaya
dari faktor biologi
Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari dengan pencegahan antara lain dengan :
Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari dengan pencegahan antara lain dengan :
1. Penggunaan
masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat debu yang
mengandung organism patogen
2. Mengkarantina
hewan yang terinfeksi dan vaksinasi
3. Imunisasi bagi
pekerja yang berisiko tertular penyakit di tempat kerja
4. Membersihkan
semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak datu kali setiap bulan
5. Membuat sistem
pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya mikroorganisme yang patogen pada
system pendingin.
Dengan
mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengotrol dan mencegah
penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari.
4.
Potensi
bahaya fisiologis, yaitu
potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh penerapan ergonomi yang
tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam
melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang
tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai
dengan kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia dan mesin.
Pembebanan
Kerja Fisik
· Beban
kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial
ekonomi dan derajat kesehatan.
· Pembebanan
tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam jangka
waktu 8 jam sehari.
· Berdasarkan
hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila
mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum
tersebut harus disesuaikan.
· Oleh
karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis yang
digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40
permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.
5.
Potensi
bahaya Psiko-sosial,
yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek
psikologis keenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian
seperti : penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat,
kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi dan
klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja
dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang
diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi
dalam organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress
akibat kerja.
Stress
· Stress
adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap
tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini
dinamakan stress.
· Gangguan
emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan kepribadian,
penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.
· Penyakit-penyakit
psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah tinggi, gangguan
pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit
seperti eksim,dll.
6.
Potensi
bahaya dari proses produksi,
yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh bebarapa kegiatan yang
dilakukan dalam proses produksi, yang sangat bergantung dari: bahan dan
peralatan yang dipakai, kegiatan serta jenis kegiatan yang dilakukan. Potensi
bahaya keselamatan terdapat pada alat/mesin, serta bahan yang digunakan dalam
proses produksi, seperti forklift (tertabrak), gancu (tertusuk), pallet
(tertimpa), dan bahan baku (tertimpa, terjatuh dari tumpukan bahan baku), feed
additive (kerusakan mata akibat terkena debu feed additive), cutter, mesin
bubut/las (kerusakan mata akibat terpercik geram, lecet akibat terkena part
panas, dan kerusakan paru-paru akibat terhirup debu las), luka bakar akibat
kebocoran gas, terjepit part, semburan panas dari blow down otomatis,
kebakaran, dan peledakan.
Identifikasi Bahaya K3
·
Identifikasi
bahaya kedengaran mudah, dan ringan. Tetapi tidak demikian kondisi tuntutannya.
Agar dapat mendeteksi segala variasi bahaya di tempat kerja memerlukan
pengetahuan dan wawasan yang luas.
·
Bahaya
tersebut tersembunyi di beberapa tempat, kondisi dan kita perlu memahami dengan
baik kondisi dan tempat tsb secara teoritis agar ketika melakakukan
identifikasi kita memiliki pengetahuaan dan wawasan yang mempermudah menemukan
bahaya tsb
Identifikasi bahaya k3, identifikasi hazard
k3, identifikasi bahaya keselamatan, identifikasi bahaya kesehatan,
identifikasi bahaya kimia, identifikasi bahaya fisik, investigasi
kecelakaanIdentifikasi bahaya k3, kita sebut saja dengan ungkapan sederhana
yaitu "menemukan, mengenali bahaya". Mengenali bahaya dimaksudkan
menemukan sesuatu yang memiliki potensi mengamcam keselamatan orang, material,
properti lainnya, serta yang mengancam timbulnya gangguan kesehatan pada
pekerja. Bahaya bahaya tersebut dapat ditemukan pada:
FAKTOR BAHAYA DI LINGKUNGAN KERJA
Lingkungan kerja yang tidak sehat sering kali mengganggu para pekerja dan dapat mengurangi ke efektifitasan dari pekerja itu sendiri. Dibawah ini akan diuraikan beberapa lingkungan kerja yang tidak sehat dan juga mengganggu kinerja dari pekerja itu sendiri.
Faktor bahaya di lingkungan kerja meliputi :
Lingkungan kerja yang tidak sehat sering kali mengganggu para pekerja dan dapat mengurangi ke efektifitasan dari pekerja itu sendiri. Dibawah ini akan diuraikan beberapa lingkungan kerja yang tidak sehat dan juga mengganggu kinerja dari pekerja itu sendiri.
Faktor bahaya di lingkungan kerja meliputi :
2. BAHAYA BIOLOGI
Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein dari binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang terdegradasi.
Bahaya biologi dapat dibagi menjadi dua yaitu yang menyebabkan infeksi dan non-infeksi. Bahaya dari yang bersifat non infeksi dapat dibagi lagi menjadi organisme viable, racun biogenik dan alergi biogenik.
a. Bahaya infeksi
Penyakit akibat kerja karena infeksi relatif tidak umum dijumpai. Pekerja yang potensial mengalaminya : pekerja di rumah sakit, laboratorium, jurumasak, penjaga binatang, dokter hewan dll.
Contoh : Hepatitis B, tuberculosis, anthrax, brucella, tetanus, salmonella, chlamydia, psittaci
b. Bahaya Non-Infeksi
1) Organisme viable dan racun biogenic.
Organisme viable termasuk di dalamnya jamur, spora dan mycotoxins; Racun biogenik termasuk endotoxins, aflatoxin dan bakteri.
Perkembangan produk bakterial dan jamur dipengaruhi oleh suhu, kelembapan dan media dimana mereka tumbuh. Pekerja yang beresiko: pekerja pada silo bahan pangan, pekerja pada sewage & sludge treatment, dll.
Contoh : Byssinosis, “grain fever”,Legionnaire’s disease
2) Alergi Biogenik
· Termasuk didalamnya adalah: jamur, animal-derived protein, enzim.
· Bahan alergen dari pertanian berasal dari protein pada kulit binatang, rambut dari bulu dan protein dari urine dan feaces binatang.
· Bahan-bahan alergen pada industri berasal dari proses fermentasi, pembuatan obat, bakery, kertas, proses pengolahan kayu , juga dijumpai di bioteknologi ( enzim, vaksin dan kultur jaringan).
· Pada orang yang sensitif, pemajanan alergen dapat menimbulkan gejala alergi seperti rinitis, conjunctivitis atau asma.
· Contoh : Occupational asthma : wool, bulu, butir gandum, tepung bawang dsb.
Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein dari binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang terdegradasi.
Bahaya biologi dapat dibagi menjadi dua yaitu yang menyebabkan infeksi dan non-infeksi. Bahaya dari yang bersifat non infeksi dapat dibagi lagi menjadi organisme viable, racun biogenik dan alergi biogenik.
a. Bahaya infeksi
Penyakit akibat kerja karena infeksi relatif tidak umum dijumpai. Pekerja yang potensial mengalaminya : pekerja di rumah sakit, laboratorium, jurumasak, penjaga binatang, dokter hewan dll.
Contoh : Hepatitis B, tuberculosis, anthrax, brucella, tetanus, salmonella, chlamydia, psittaci
b. Bahaya Non-Infeksi
1) Organisme viable dan racun biogenic.
Organisme viable termasuk di dalamnya jamur, spora dan mycotoxins; Racun biogenik termasuk endotoxins, aflatoxin dan bakteri.
Perkembangan produk bakterial dan jamur dipengaruhi oleh suhu, kelembapan dan media dimana mereka tumbuh. Pekerja yang beresiko: pekerja pada silo bahan pangan, pekerja pada sewage & sludge treatment, dll.
Contoh : Byssinosis, “grain fever”,Legionnaire’s disease
2) Alergi Biogenik
· Termasuk didalamnya adalah: jamur, animal-derived protein, enzim.
· Bahan alergen dari pertanian berasal dari protein pada kulit binatang, rambut dari bulu dan protein dari urine dan feaces binatang.
· Bahan-bahan alergen pada industri berasal dari proses fermentasi, pembuatan obat, bakery, kertas, proses pengolahan kayu , juga dijumpai di bioteknologi ( enzim, vaksin dan kultur jaringan).
· Pada orang yang sensitif, pemajanan alergen dapat menimbulkan gejala alergi seperti rinitis, conjunctivitis atau asma.
· Contoh : Occupational asthma : wool, bulu, butir gandum, tepung bawang dsb.
3. BAHAYA FISIK
a. Kebisingan
Bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di tempat kerja. Bahkan bunyi yang kita tangkap melalui telinga kita merupakan bagian dari kerja misalnya bunyi telepon, bunyi mesin ketik / komputer, mesin cetak, dan sebagainya. Namun sering bunyi-bunyi tersebut meskipun merupakan bagian dari kerja kita tetapi tidak kita inginkan, misalnya teriakan orang, bunyi mesin diesel yang melebihi ambang batas pendengaran, dan sebagainya. Bunyi yang tidak kita inginkan atau kehendaki inilah yang sering disebut bising atau kebisingan.
Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi.
Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang-gelombang yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel ( DB ).
Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan apakah bunyi itu bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan seberapa jauh bunyi-bunyi di sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak dikehendaki / bising.
Skala Intensitas KebisinganSkala Intensitas Desibel Batas Dengar Tertinggi
NO.
Sumber
Skala DB batas dengar tertinggi
1
1
Halilintar
120 DB
2
2
Meriam
110 DB
3
3
Mesin Uap
100 DB
4
4
Jalan yang ramai
90 DB
5
5
Pluit
80 DB
6
6
Kantor Gaduh
70 DB
7
7
Radio
60 DB
8
8
Rumah Gaduh
50 DB
9
9
Kantor pada umumnya
40 DB
10
10
Rumah Tenang
30 DB
11
11
Kantor perorangan
20 DB
12
12
Sangat tenang , Suara daun jatuh, Tetesan air
10 DB
Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama pajanan. Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja. Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis. Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim . Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.
Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga guna mencegah gangguan pendengaran.
Disamping itu kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa pekerja berteriak didalam berkomunikasi dengan pekerja lain. Kadang-kadang teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah komunikasi (miss communication) atau salah persepsi terhadap orang lain.
Oleh karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat lingkungan kerja yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah keluarga juga terbiasa berbicara keras. Bisa jadi timbul salah persepsi di kalangan keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap marah. Lebih jauh kebisingan yang terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja yang akibatnya pekerja cenderung berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja.
Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin dapat dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber getaran atau memodifikasi mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB.
Tetapi penggunaan penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja karena terasa risih adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya dan akhirnya mau memakainya.
Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama pajanan. Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja. Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis. Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim . Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.
Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga guna mencegah gangguan pendengaran.
Disamping itu kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa pekerja berteriak didalam berkomunikasi dengan pekerja lain. Kadang-kadang teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah komunikasi (miss communication) atau salah persepsi terhadap orang lain.
Oleh karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat lingkungan kerja yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah keluarga juga terbiasa berbicara keras. Bisa jadi timbul salah persepsi di kalangan keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap marah. Lebih jauh kebisingan yang terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja yang akibatnya pekerja cenderung berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja.
Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin dapat dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber getaran atau memodifikasi mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB.
Tetapi penggunaan penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja karena terasa risih adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya dan akhirnya mau memakainya.
a. Getaran
Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten.
Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai ” Raynaud’s phenomenon ” atau ” vibration-induced white fingers”(VWF). Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang.
Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.
b. Radiasi Non Mengion
Radiasi non mengion antara lain : radiasi ultraviolet, visible radiation, inframerah, laser, medan elektromagnetik (microwave dan frekuensi radio) .
o Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.
o Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.
o Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.
Contoh :
* Radiasi ultraviolet : pengelasan.
* Radiasi Inframerah : furnacesn/ tungku pembakaran
* Laser : komunikasi, pembedahan .
Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten.
Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai ” Raynaud’s phenomenon ” atau ” vibration-induced white fingers”(VWF). Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang.
Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.
b. Radiasi Non Mengion
Radiasi non mengion antara lain : radiasi ultraviolet, visible radiation, inframerah, laser, medan elektromagnetik (microwave dan frekuensi radio) .
o Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.
o Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.
o Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.
Contoh :
* Radiasi ultraviolet : pengelasan.
* Radiasi Inframerah : furnacesn/ tungku pembakaran
* Laser : komunikasi, pembedahan .
c. Pencahayaan atau Penerangan ( Illuminasi )
Tujuan pencahayaan :
o Memberi kenyamanan dan efisiensi dalam melaksanakan pekerjaan
o Memberi lingkungan kerja yang aman
Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan.
Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja.
Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan orang didalam suatu lingkungan kerja maka faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga mempengaruhi. Pekerja di suatu pabrik arloji misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil maka intensitas penerangan relatif harus lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik mobil. Demikian juga umur pekerja dimana makin tua umur seseorang, daya penglihatannya semakin berkurang. Orang yang sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda.
Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1) Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
2) Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat kerja. Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan lampu-lampu tersendiri.
3) Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan
tugas di malam hari. Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan diatas, penerangan / pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah apabila pengaturannya kurang baik yakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja maka harus dilakukan pengaturan atau dicegah.
Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain :
1) Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa.
2) Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa sehingga tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.
3) Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang langsung memasukkan sinar matahari.
4) Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
5) Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi bayangan-bayangan.
Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
1) Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
2) Kelemahan mental
3) Kerusakan alat penglihatan (mata).
4) Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan tempat kerja (pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut :
1) Jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya matahari ke tempat kerja.
2) Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan. Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti
dengan penerangan lampu yang cukup.
3) Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak melebihi 32 derajat celsius).
4) Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang yang mengganggu kerja.
5) Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar serta tidak berkedip-kedip.
Tujuan pencahayaan :
o Memberi kenyamanan dan efisiensi dalam melaksanakan pekerjaan
o Memberi lingkungan kerja yang aman
Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan.
Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja.
Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan orang didalam suatu lingkungan kerja maka faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga mempengaruhi. Pekerja di suatu pabrik arloji misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil maka intensitas penerangan relatif harus lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik mobil. Demikian juga umur pekerja dimana makin tua umur seseorang, daya penglihatannya semakin berkurang. Orang yang sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda.
Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1) Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
2) Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat kerja. Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan lampu-lampu tersendiri.
3) Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan
tugas di malam hari. Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan diatas, penerangan / pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah apabila pengaturannya kurang baik yakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja maka harus dilakukan pengaturan atau dicegah.
Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain :
1) Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa.
2) Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa sehingga tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.
3) Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang langsung memasukkan sinar matahari.
4) Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
5) Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi bayangan-bayangan.
Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
1) Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
2) Kelemahan mental
3) Kerusakan alat penglihatan (mata).
4) Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan tempat kerja (pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut :
1) Jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya matahari ke tempat kerja.
2) Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan. Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti
dengan penerangan lampu yang cukup.
3) Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak melebihi 32 derajat celsius).
4) Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang yang mengganggu kerja.
5) Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar serta tidak berkedip-kedip.
d. Bau-Bauan
Yang dimaksud bau-bauan dalam kaitannya dengan kesehatan kerja adalah bau-bauan yang tidak enak di lingkungan kerja dan mengganggu kenyamanan kerja. Selanjutnya bau-bauan ini dapat mengganggu kesehatan dan produktivitas kerja. Bau-bauan sebenarnya merupakan jenis pencemaran udara yang tidak hanya mengganggu penciuman tetapi juga dari segi higiene pada umumnya.
Cara pengukuran bau-bauan yang dapat mengklasifikasikan derajat gangguan kesehatan belum ada sehingga pengukurannya masih bersifat objektif. Hal ini disebabkan karena seseorang yang mencium bau tertentu dan merasa tidak biasa dengan bau tersebut, apabila sudah lama atau biasa mencium bau aneh tersebut maka akhirnya menjadi terbiasa dan tidak mencium bau yang aneh tersebut. Orang yang bekerja di lingkungan yang berbau bensin atau oli, mula-mula merasakan bau tersebut tetapi lama-kelamaan tidak akan merasakan bau tersebut meskipun bau tersebut tetap di lingkungan kerja itu. Hal ini disebut penyesuaian penciuman.
Dalam kaitannya dengan kesehatan kerja atau dalam lingkungan kerja, perlu dibedakan antara penyesuaian penciuman dan kelelahan penciuman. Dikatakan penyesuaian penciuman apabila indera penciuman menjadi kurang peka setelah dirangsang oleh bau-bauan secara terus-menerus, seperti contoh pekerja tersebut diatas.
Sedangkan kelelahan penciuman adalah apabila seseorang tidak mampu mencium kadar bau yang normal setelah mencium kadar bau yang lebih besar. Misalnya orang tidak mencium bau bunga setelah mencium bau yang kuat dari bangkai binatang.
Ketajaman penciuman seseorang dipengaruhi oleh faktor psikologis sewaktu-waktu, misalnya emosi, tegangan, ingatan, dan sebagainya. Orang yang sedang mengalami ketegangan psikologis atau stress, ia tidak dapat mencium bau-bauan yang aneh, yang dapat dicium oleh orang yang tidak dalam keadaan tegang.
Disamping itu penciuman juga dapat dipengaruhi oleh kelembaban udara. Pada kelembaban antara 40-70 % tidak mempengaruhi penciuman tetapi dibawah atau diatas kelembaban itu dapat mempengaruhi penciuman. Pengendalian bau-bauan di lingkungan kerja dapat dilakukan antara lain :
1) Pembakaran terhadap sumber bau-bauan misalnya pembakaran butil alkohol menjadi butarat dan asam butarat.
2) Proses menutupi yang didasarkan atas kerja antagonistis diantara zat-zat yang berbau. Kadar zat tersebut saling menetralkan bau masing-masing. Misalnya bau karet dapat ditutupi atau ditiadakan dengan paraffin.
3) Absorbsi (penyerapan), misalnya penggunaan air dapat menyerap bau-bauan yang tidak enak.
4) Penambahan bau-bauan kepada udara yang berbau untuk mengubah zat yang berbau menjadi netral (tidak berbau). Misalnya menggunakan pengharum ruangan.
5) Alat pendingin ruangan (air conditioning) disamping untuk menyejukkan ruangan juga sebagai cara deodorisasi (menghilangkan bau-bauan yang tidak enak) di
tempat kerja.
Yang dimaksud bau-bauan dalam kaitannya dengan kesehatan kerja adalah bau-bauan yang tidak enak di lingkungan kerja dan mengganggu kenyamanan kerja. Selanjutnya bau-bauan ini dapat mengganggu kesehatan dan produktivitas kerja. Bau-bauan sebenarnya merupakan jenis pencemaran udara yang tidak hanya mengganggu penciuman tetapi juga dari segi higiene pada umumnya.
Cara pengukuran bau-bauan yang dapat mengklasifikasikan derajat gangguan kesehatan belum ada sehingga pengukurannya masih bersifat objektif. Hal ini disebabkan karena seseorang yang mencium bau tertentu dan merasa tidak biasa dengan bau tersebut, apabila sudah lama atau biasa mencium bau aneh tersebut maka akhirnya menjadi terbiasa dan tidak mencium bau yang aneh tersebut. Orang yang bekerja di lingkungan yang berbau bensin atau oli, mula-mula merasakan bau tersebut tetapi lama-kelamaan tidak akan merasakan bau tersebut meskipun bau tersebut tetap di lingkungan kerja itu. Hal ini disebut penyesuaian penciuman.
Dalam kaitannya dengan kesehatan kerja atau dalam lingkungan kerja, perlu dibedakan antara penyesuaian penciuman dan kelelahan penciuman. Dikatakan penyesuaian penciuman apabila indera penciuman menjadi kurang peka setelah dirangsang oleh bau-bauan secara terus-menerus, seperti contoh pekerja tersebut diatas.
Sedangkan kelelahan penciuman adalah apabila seseorang tidak mampu mencium kadar bau yang normal setelah mencium kadar bau yang lebih besar. Misalnya orang tidak mencium bau bunga setelah mencium bau yang kuat dari bangkai binatang.
Ketajaman penciuman seseorang dipengaruhi oleh faktor psikologis sewaktu-waktu, misalnya emosi, tegangan, ingatan, dan sebagainya. Orang yang sedang mengalami ketegangan psikologis atau stress, ia tidak dapat mencium bau-bauan yang aneh, yang dapat dicium oleh orang yang tidak dalam keadaan tegang.
Disamping itu penciuman juga dapat dipengaruhi oleh kelembaban udara. Pada kelembaban antara 40-70 % tidak mempengaruhi penciuman tetapi dibawah atau diatas kelembaban itu dapat mempengaruhi penciuman. Pengendalian bau-bauan di lingkungan kerja dapat dilakukan antara lain :
1) Pembakaran terhadap sumber bau-bauan misalnya pembakaran butil alkohol menjadi butarat dan asam butarat.
2) Proses menutupi yang didasarkan atas kerja antagonistis diantara zat-zat yang berbau. Kadar zat tersebut saling menetralkan bau masing-masing. Misalnya bau karet dapat ditutupi atau ditiadakan dengan paraffin.
3) Absorbsi (penyerapan), misalnya penggunaan air dapat menyerap bau-bauan yang tidak enak.
4) Penambahan bau-bauan kepada udara yang berbau untuk mengubah zat yang berbau menjadi netral (tidak berbau). Misalnya menggunakan pengharum ruangan.
5) Alat pendingin ruangan (air conditioning) disamping untuk menyejukkan ruangan juga sebagai cara deodorisasi (menghilangkan bau-bauan yang tidak enak) di
tempat kerja.
1.
BAHAYA PSIKOLOGI
a. Stress
Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan stress.
Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.
Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit seperti eksim,dll.
a. Stress
Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan stress.
Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.
Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit seperti eksim,dll.
1. Sifat Lingkungan Kerja Kimia :
a. Aerosol
(partikel) yaitu setiap sistem titik-titik cairan atau debu yang mendispersi
diudara yang mempunyai ukuran demikian lembutnya sehingga kecepatan jatuhnya
mempunyai stabilitas cukup sebagi suspensi diudara. Perlu diingat bahwa
partikel-partikel debu selalu berupa suspensi.
Partikel
dapat diklasifikasikan:
i. Debu
diudara (airbon dust) adalah suspensi partikel benda padat diudara . Butiran
debu ini dihasilkan oleh pekerjaan yang berkaitan dengan gerinda, pemboran dan
penghancuran pada proses pemecahan bahan-bahan padat.
Ukuran
besarnya butiran-butiran tersebut sangat bervariasi mulai yang dapat dilihat
oleh mata telanjang (> 1/20 mm) sampai pada tidak kelihatan. Debu yang tidak
kelihatan berada diudara untuk jangka waktu tertentu dan hal ini membahayakan
karena bisa masuk menembus kedalam paru-paru.
ii. Kabut (mist) adalah sebaran butir-butir cairan diudara. Kabut
biasanya dihasilkan oleh proses penyemprotan dimana cairanh tersebar, terpercik
atau menjadi busa partikel buih yang sangat kecil.
iii.Asap (fume) adalah butiran-butiran benda padat hasil
kondensasi bahan-bahan dari bentuk uap. Asap ini biasanya berhubungan
dengan logam di mana uap dari logam terkondensasi menjadi butiran-butiran padat
di dalam ruangan logam cair tersebut. Asap juga ditemui pada sisa pembakaran
tidak sempurna dari bahan-bahan yang mengandung karbon, karbon ini mempunyai
ukuran lebih kecil dari 0,5 m (micron)
b. Non
Partikel dapat diklasifikasikan:
i. Gas adalah Bahan seperti oksigen,
nitrogen, atau karbon dioksida dalam bentuk gas pada suhu dan tekanan normal,
dapat dirubah bentuknya hanya dengan kombinasi penurunan suhu dan penambahan
tekanan.
ii. Uap Air (Vavor)
adalah bentuk gas dari cairan pada suhu dan tekanan ruangan cairan mengeluarkan
uap, jumlahnya tergantung dari kemampuan penguapannya. Bahan-bahan yang
memiliki titik didih yang rendah lebih mudah menguap dari pada yang memiliki
titik didih yang tinggi.
2. PENGARUH BAHAN KIMIA
a., Iritasi adalah
diartikan suatu keadaan
yang dapat menimbulkan bahaya apabila tubuh kontak dengan bahan kimia. Bagian
tubuh yang terkena biasanya kulit, mata dan saluran pernapasan.
i. Iritasi melalui kulit, apabila
terjadi kontak antara bahan kimia tertentu dengan klulit, bahan itu akan
merusak lapisan yang berfungsi sebagai pelindung, sehingga kulit menjadi
kering, kasar dan luka. Keadaan ini disebut dermatitis (peradangan kulit).
ii. Iritasi melali mata kontak yang
terjadi antara bahan-bahan kimia dengan mata bisa menyebabkan rusaknya mulai
yang ringan sampai kerusakan permanen. Tingkat keparahan dari kerusakan
tersebut tergantung dosis (jumlah) dan kecepatan penanggulangan P3K. Sebgai
contoh bahan kimia yang
menyebabkan iritasi mata ialah asam dan alkali dan bahan-bahan pelarut.
iii. Saluran pernapasan
iritasi oleh karena bahan-bahan kimia berupa bercak-bercak cair, gas atau uap
akan menimbulkan rasa terbakar apabila terkena pada daerah saluran pernapasan
bagian atas (hidung dan Kerongkongan). Pada umumnya hal ini terjadi di sebabkan
oleh bahan-bahan yang mudah
larut seperti ammonia, formaldehid, sulfur oksida, asam dan alkalis yang
diserap oleh lapisan lendir hidung dan kerongkongan.
b. Kekurangan
zat asam ( asphyxiation) istilah sesak napas dihubungkan dengan gangguan proses
oksigensi dalam jaringan tubuh yaitu ada dua jenis: Simple asphyxiantion dan
chemical asphyxiantion
i. Simple asphyxiation (sesak napas yang
sederhana) karena ini berhubungan dengan kadar zat asam di udara yang
digantikan dan didominasi oleh gas seperti nitrogen, karbon dioksida, ethane,
hydrogen atu helium yang
kadar tertentu mempengaruhi kelangsungan hidup. Udara normal biasanya mengandung 21% zat asam. Apabila
kandungan zat asam turun dibawah 17%, maka jaringan tubuh akan mengalami
kekurangan zat asam, sehingga menimbulkan gejala-gejala seperti pusing , mual
dan kehilangan konsentrasi.
Situasi seperti ini bisa terjadi dalam
ruangan-ruangan kerja tertutup. Proses penurunan kadar zat asam secara
terus-menerus bisa menyebabkan kehilangan kesadaran dan kematian.
ii. Chemical asphyxiation (sesak napas karena
bahan-bahan kimia). Pada situasi ini, bahan-bahan kimia langsung dapat
mempengaruhi dan mengganggu kemampuan tubuh untuk mengangkut dan menggunakan
zat asam, sebagai contoh adalah karbon monoksida. Pada konsentrasi 0.05% karbon
monoksida di udara, dapat menurunkan kapasitas darah untuk mengangkut zat asam
ke sberbagai jaringan tubuh.
Contoh lain adalah pengaruh racun dari
hydrogen sanida atau hydrogen sulfida. Bahan-bahan ini mengganggu kemampuan
dari sel-sel tubuh untuk menerima zat asam, meskipun darahnya kaya akan zat
asam.
c. Kehilangan kesadaran dan mati rasa.
Paparan terhadap konsentrasi yang relatif tinggi dari bahan kimia tertentu
seperti ethyl dan prophyl alcohol (alipaphatic alcohol), dan methylethyl keton
(aliphatic keton), acetylene hydrocarbon ethyl dan isoprophyl ether, dapat menekan
susunan syaraf pusat.Bahan –bahan kimia tersebut akan mengakibatkan efek yang
sama seperti dalam keadaan mabuk. Paparan pada konsentrasi yang tinggi bisa
menimbulkan kehilangan kesadaran, bahkan bisa mematikan.
d. Keracunan Tubuh manusia memiliki sistem yang
komplek. Keracunan sistemika dihubungkan dengan reaksi dari salah satu sistem
atau lebih dari tubuh terhadap bahan-bahan kimia yang mana reaksi ini merugikan
dan dapat menyebar keseluruh tubuh. Pengaruhnya tidak seperti local pada
salah satu bahagian atau
daerah dari tubuh. Salah
satu fungsi organ hati adalah membersihkan bahan-bahan beracun dari dalam darah
serta mengubahnya menjadi bahan-bahan yang aman dan dapat larut dalam air
sebelum dibuang.
Namun
demikian ada beberapa bahan kimia yang merusak organ hati. Tergantung dari
dosis (jumlah) dan kekerapan dari paparan, kerusakan yang terjadi terus menerus
pada jaringan hati akan mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi hati. Cedera
hati bisa disebbkan oleh bahan kimia seperti bahan pelarut (alcohol, karbon
tetraklorida, trikloro ethylene, kloroform) dan hal ini bisa salah diagnosa
sebagai hepatitis, sebagaimana gejolak-gejolak kulit dan mata berwarna kekuning-kuningan yang
diakibatkan oleh
bahan-bahan kimia tersebut, mempunyai efek yang sama yang terjadi pada
hepatitis.
Bahan
kimia yang mencegah ginjal dari pembuangan hasil-hasil bahan beracun meliputi
karbon tetraklorida, karbon disulfida, bahan kimia lainnya seperti kadmium,
timbal, turpentine, methanol, toluene dan xylene akan secara perlahan
mengganggu fungsi ginjal.
e. Kanker Paparan bakan-bahan kimia tertentu bisa menyebabkan
pertumbuhan sel-sel yang tidak terkendali, menimbulkan tumor
(benjolan-benjolan) yang bersifat karsinogen. Tumor tersebut mungkin baru
muncul setelah beberapa tahun bevariasi antara 4 tahun sampai 40 tahun. Bahan
kimia seperti arsenic, asbestos, chromium, nikel dapat menyebabkan kanker
paru-paru, Kanker rongga hidung dan sinus disebabkan oleh chromium, isopropyl
oils, nikel, debu kayu dan debu kulit. Kanker kandungan kencing erat hubungannya dengan kepajanan
terhadap benzidine, 2-napthyllamine dan debu kulit. Kanker sumsum tulang
belakang disebkan oleh benzene.
f. Paru-paru kotor
(pneumoconiosis) adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh mengendapnya
partikel-partikel debu halus daerah pertukaran gas dalam paru-paru dan adanya
reaksi dari jaringan paru. Dengan adanya pneumoconiosis kemampuan paru-paru
untuk menyerap zat asam akan menurun dan korbannya akan mengalami/merasakan
napas yang pendek pada saat melakukan jenis pekerjaan yang berat. Pengaruh ini
sifatnya menetap . Contoh bahan-bahan
yang menyebabkan pneumoconiosis
adalah crystalline silica, asbestos, talc, batubara dan beryllium.
3. Evaluasi Faktor Kimia Lingkungan Kerja
Evaluasi factor lingklungan kerja kimia dimaksudkan sebagai usaha
teknis untuk mengetahui secara baik kualitatif maupun kuantitatif factor apa
yang terdapat di lingkungan kerja tersebut. Keculi itu dalam evaluasi
lingkungan tersebut pula untuk mencari dimana letak sumber-sumber bahaya,
factor-faktor tersebut dipancarkan, dalam bentuk apa, berapa jumlah, tenaga
kerja atau orang yang
berada dalam lingkungan. Seperti telah diuraikan diatas bahwa dalam
menyelanggarakan evaluasi lingkungan ,idealnya harus diketahui secara menyeluruh
tentang prose-proses oprasi-oprasi tertentu, bahan baku, produk, hasil-hasil
samping dan cara dan cara pembuangan sisa-sisa produksi dengan sendirinya
haruslah dipelajari proses-proses dan oprasi-oprasi dimana dalam hal ini
biasanya telah secara otomatis diketahui oleh para teknisi yang langsung berkecimpun dibidang
produksi dengan dipahami secara menyeluruh Produk dan oprasi maka yang
berkepentingan dalam hal ini dokter perusahaan dapat dengan mudah mengatakan
bahwa disuatu tempat kerja terdapat factor-faktor tertentu.
Pentingnya pengetahuan tentang derajat toksisitas suatu bahan atau
produk adalah jelas, bahwa bahan-bahan tersebut tidak boleh ditangani dengan
sembarangan, dalam arti para pekerja berhati-hati dan harus mengikuti
petunjuk-petunjuk kerja yang tersedia, seta harus pula diperhatikan tentang
metode-metode adaya kontak atau masuknya bahan-bahan yang berbahaya kedalam
tubuh, yang antara lain tentang penggunaan alat proteksi perorangan.
Dalam evaluasi ini untuk mengetahui secara pasti bagaimana tingkat
bahaya dari suatu aspek kimia lingkungan kerja perlulah diselenggarakan
penyelidikan secra teknis oprasional ke lokasi-lokasi dimana diduga adanya
aspek-aspek tertentu. Lokasi-lokasi dapat dipelajari dimana letaknya
berdasarkan hasil analisa proses-proses dan oprasi –oprasi pengolahan dari
suatu perusahaan atau industri yang menjadi subyek.
Untuk melakukan evaluasi factor lingkungan kerja kimia maka dapat
diambil langkah sebagai berikut:
1. Sampling
Sampling
dan analisa dari factor lingkungan kerja kimia yang merupakan kontaminasi udara
ruang kerja dimaksudkan untuk menganalisa intensitas kontaminan dengan
pengambilan sample udara yang kemudian dianalisa dilaboratorium
2. Pemilihan
alat lapangan dan metode
Dalam
penyelenggaraan suatu penyelidikan untuk mengetahui tingkat bahaya dari suatu
factor manusia memegang peranan penting pula tentang pemeliharaan alat-alat
lapangan dan metode yang dipergunakan dalam teknis oprasional. Instrumen atau
alat-alat dan metode yang dipergunakan sangat tergantung dari
sifat-fisik kimia apakah berupa aerosol, gas, uap, mist, fume ataukah
dalam bentuk lain.
Berdasarkan
tipe-tipe alat sampling lapangan alat-alat tersebut dapat dibedakan sebagai
berikut:
a. Alat
dapat mendeteksi langsung
b. Alat-alat yang memisahkan bahan kimia
dari sejumlah udara yang diukur
c. Alat-alat yang mengumpulkan sample
udara dengan volume yang diketahui.
3. Analisa
Laboratorium
Banyaknya
pertimbangan –pertimbangan teknis analisa yang harus diperhatikan dalam pemilihan
metode analisa laboratorium mana atau apa yang baik dipakai untuk analisa bahan
kimia di lingkungan kerja.
4. Perbandingan
hasil evaluasi dengan standar
Dari hasil
analisa laboratorium harus dibuat data yang lengkap tentang yang dianalisa, dan
berapakah kadarnya masing-masing, data ini kemudian dibandingkan standar
tertentu guna mengetahui bagaimana tingkat bahaya dari lingkungan tersebut
4.
Pencegahan Faktor Lingkungan Kerja Kimia :
Ada beberapa cara pencegahan factor kimia
lingkungan kerja antara lain:
1. Subtitusi
Yang
dimaksud subtitusi adalah penggantian bahan-bahan berbahaya/beracun dengan bahan yang tidak beracun,
hal ini agak sukar dilaksanakan mengingat banyak dari bahan kimia yang dipakai
dalam proses produksi yang apabila diganti dengan bahan lain dapat
mempengaruhi dari hasil
produksi dengan kata lain produksi mungkin akan tidak sama bila memakai bahan
aslinya dan untuk mendapatkan hasil yang sama diperlukan penelitian-penelitian
yang saksama dan membutuhkan biaya tinggi.
2. Isolasi
Isolasi yang dimaksud disini adalah mengisolir tempat atau ruangan-ruangan
yang mengandung aspek bahan kimia yang berbahaya dari para pekerja atau tidak
kontak langsung bahan-bahan berbahaya tersebut, cukup dilakukan dengan
mengontrol dari luar atau tempat lain.
3. Ventilasi
Ventilasi yang
dimaksudkan disini adalah mengatur sirkulasi udara yang baik masuk kedalam
ruang kerja. Ada berapa macam ventilasi, tetapi disini yang dibicarakan adalah
ventilasi ekshauster. Ada dua macam ekshauster sebagai berikut:
a. Lokal Ekshauster
Yaitu
ekshauster yang dipakai hanya pada tempat dimana orang bekerja.
b. General
ekshauster.
Yaitu
ventilasi untuk seluruh ruangan
4. Pemakaian Alat
Pelindung Diri (APD)
Pemakaian alat pelindung diri hanya dilakukan apabila ketiga sistem
tersebut diatas tidak dapat mengurangi atau menghilangkan bahaya bahan kimia
yang ada pada suatu lingkungan kerja ataupun kurang efisien penggunaannya.
Ada berapa macam alat pelindung
diri antara lain:
a. Masker
Alat ini dipakai untuk melidungi tenaga kerja
dari debu ataupun uap, gas yang dapat masuk kedalam tubuh melalui pernapasan.
b. Sarung tangan
Alat ini dipakai melindungi tenaga kerja dari
kontak dengan bahan kimia berbahaya
c. Pakaian kerja
Alat ini dipakai untuk melindungi tenaga
kerja dari kontak bahan kimia yang berbahaya.
d. Respirator
Alat
ini dipakai untuk melindungi pernapasan tenaga kerja dimana konsentrasi bahan
kimia dalam ruangan kerja dimungkinkan dengan hanya mermakai masker.
Perlunya
Instrumen keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
Instrumen keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) merupakan sebuah komponen wajib yang memproteksi pekerja,
perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar, merupakan hak asasi yang
wajib dipenuhi oleh perusahaan, perlindungan tersebut sangat diperlukan untuk
meminimalkan bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut . K3
bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero
accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya
(cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka
panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.
K3 dapat melakukan pencegahan dan
pemberantasan penyakit akibat kerja, misalnya kebisingan, pencahayaan (sinar),
getaran, kelembaban udara, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada
alat pendengaran, gangguan pernapasan, kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan
jaringan tubuh akibat sinar ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan
lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan manajemen perusahaan. K3 dalam konteks
ini berkaitan dengan masalah pengaturan jam kerja, shift, kerja wanita, tenaga
kerja kaum muda, pengaturan jam lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan
hidup, dan lain-lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang erat terhadap
peristiwa kecelakaan kerja.
Eksistensi K3 sebenarnya muncul
bersamaan dengan revolusi industri di Eropa, terutama Inggris, Jerman dan
Prancis serta revolusi industri di Amerika Serikat. Era ini ditandai adanya
pergeseran besar-besaran dalam penggunaan mesin-mesin produksi menggantikan
tenaga kerja manusia. Pekerja hanya berperan sebagai operator. Penggunaan
mesin-mesin menghasilkan barang-barang dalam jumlah berlipat ganda dibandingkan
dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya. Revolusi IndustriNamun, dampak
penggunaan mesin-mesin adalah pengangguran serta risiko kecelakaan dalam
lingkungan kerja. Ini dapat menyebabkan cacat fisik dan kematian bagi pekerja.
Juga dapat menimbulkan kerugian material yang besar bagi perusahaan. Revolusi
industri juga ditandai oleh semakin banyak ditemukan senyawa-senyawa kimia yang
dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan fisik dan jiwa pekerja
(occupational accident) serta masyarakat dan lingkungan hidup.
Bagaimana K3 dalam perspektif hukum?
Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan
kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian
kerja serta lingkungan kerja yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu
menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian
terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan
kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat
sekitar tempat kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang
mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja
setinggi-tingginya.
Pada awal revolusi industri, K3 belum
menjadi bagian integral dalam perusahaan. Pada era in kecelakaan kerja hanya
dianggap sebagai kecelakaan atau resiko kerja (personal risk), bukan tanggung
jawab perusahaan. Pandangan ini diperkuat dengan konsep common law defence
(CLD) yang terdiri atas contributing negligence (kontribusi kelalaian), fellow
servant rule (ketentuan kepegawaian), dan risk assumption (asumsi resiko)
(Tono, Muhammad: 2002). Kemudian konsep ini berkembang menjadi employers
liability yaitu K3 menjadi tanggung jawab pengusaha, buruh/pekerja, dan
masyarakat umum yang berada di luar lingkungan kerja.Dalam konteks bangsa
Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan kolonial
Belanda. Misalnya, pada 1908 parlemen Belanda mendesak Pemerintah Belanda
memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan Veiligheids
Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun 1910. Selanjutnya, pemerintah kolonial
Belanda menerbitkan beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan bagi
keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah berdasarkan
masing-masing sektor ekonomi. Beberapa di antaranya yang menyangkut sektor
perhubungan yang mengatur lalu lintas perketaapian seperti tertuang dalam
Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate van Spoor en Tramwegen
Bestmend voor Algemene Verkeer in Indonesia (Peraturan umum tentang pendirian
dan perusahaan Kereta Api dan Trem untuk lalu lintas umum Indonesia) dan
Staatblad 1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi
Kecelakaan Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Peraturan
Keamanan Kerja di Pabrik dan Tempat Kerja), dan sebagainya. Kepedulian Tinggi
Pada awal zaman kemerdekaan, aspek K3 belum menjadi isu strategis dan menjadi
bagian dari masalah kemanusiaan dan keadilan. Hal ini dapat dipahami karena
Pemerintahan Indonesia masih dalam masa transisi penataan kehidupan politik dan
keamanan nasional. Sementara itu, pergerakan roda ekonomi nasional baru mulai
dirintis oleh pemerintah dan swasta nasional.
K3 baru menjadi perhatian utama pada
tahun 70-an searah dengan semakin ramainya investasi modal dan pengadopsian
teknologi industri nasional (manufaktur). Perkembangan tersebut mendorong
pemerintah melakukan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan
masalah K3. Hal ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1070 tentang Keselamatan
Kerja, sedangkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan sebelumnya
seperti UU Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kerja, UU No. 14 Tahun 1969 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja tidak menyatakan secara
eksplisit konsep K3 yang dikelompokkan sebagai norma kerja.Setiap tempat kerja
atau perusahaan harus melaksanakan program K3. Tempat kerja dimaksud berdimensi
sangat luas mencakup segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di
permukaan tanah, dalam air, di udara maupun di ruang angkasa.
Pengaturan hukum K3 dalam konteks di
atas adalah sesuai dengan sektor/bidang usaha. Misalnya, UU No. 13 Tahun 1992
tentang Perkerataapian, UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan beserta
peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. Selain sekor perhubungan di atas,
regulasi yang berkaitan dengan K3 juga dijumpai dalam sektor-sektor lain
seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, industri manufaktur (pabrik),
perikanan, dan lain-lain.Di era globalisasi saat ini, pembangunan nasional
sangat erat dengan perkembangan isu-isu global seperti hak-hak asasi manusia
(HAM), lingkungan hidup, kemiskinan, dan buruh. Persaingan global tidak hanya
sebatas kualitas barang tetapi juga mencakup kualitas pelayanan dan jasa.
Banyak perusahaan multinasional hanya mau berinvestasi di suatu negara jika
negara bersangkutan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup.
Juga kepekaan terhadap kaum pekerja dan masyarakat miskin. Karena itu bukan
mustahil jika ada perusahaan yang peduli terhadap K3, menempatkan ini pada
urutan pertama sebagai syarat investasi.
lingkungan fisiologi kerja
Perawat adalah tenaga profesional di bidang
kesehatan. Mereka bertanggung jawab untuk merawat, melindungi, dan memulihkan
orang yang luka atau pasien penderita penyakit akut atau kronis, pemeliharaan
kesehatan orang sehat, dan penanganan keadaan darurat yang mengancam nyawa.
Mereka juga dapat terlibat dalam riset medis dan merawat serta menjalankan
beragam fungsi non-klinis yang diperlukan.
Menurut pendapat Doheny (1982) ada beberapa
elemen peran perawat professional antara lain : dan
Pada peran , mereka diharapkan mampu :
1. Memberikan pelayanan keperawatan
kepada individu, keluarga , kelompok atau masyarakat sesuai diagnosis masalah
yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai pada masalah
yang kompleks.
2. Memperhatikan individu dalam konteks
sesuai kehidupan klien, mereka harus memperhatikan klien berdasarkan kebutuhan
signifikan dari klien.
Mereka
menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi diagnosis, mulai dari
masalah fisik sampai pada masalah psikologis.
Adapun tugas sebagai maksudnya antara lain:
1. Bertanggung jawab membantu klien dan
keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan
dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan
(inform concern) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya.
2. Mempertahankan dan melindungi hak-hak
klien, harus dilakukan karena klien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan
berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim
kesehatan yang paling lama kontak dengan klien, sehingga diharapkan mampu
membela hak-hak klien.
Seorang
pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien. Pembelaan termasuk didalamnya
peningkatan apa yang terbaik untuk klien, memastikan kebutuhan klien terpenuhi
dan melindungi hak-hak klien (Disparty, 1998 :140).
Hak-Hak
Klien antara lain :
1. Hak atas pelayanan yang sebaik-baiknya
2. Hak atas informasi tentang penyakitnya
3. Hak atas privacy
4. Hak untuk menentukan nasibnya sendiri
5. Hak untuk menerima ganti rugi akibat
kelalaian tindakan.
Hak-Hak
Tenaga Kesehatan antara lain :
1. Hak atas informasi yang benar
2. Hak untuk bekerja sesuai standart
3. Hak untuk mengakhiri hubungan dengan
klien
4. Hak untuk menolak tindakan yang kurang
cocok
5. Hak atas rahasia pribadi
6. Hak atas balas jasa
yaitu proses membantu klien untuk
menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun
hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang.
Didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual.
Adapun
peran perawat dalam hal konseling antara lain:
1. Mengidentifikasi perubahan pola
interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya.
2. Perubahan pola interaksi merupakan
"Dasar" dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan
adaptasinya.
3. Memberikan konseling atau bimbingan
penyuluhan kepada individu atau keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman
kesehatan dengan pengalaman yang lalu.
4. Pemecahan masalah difokuskan pada
masalah keperawatan
Pada
lokakarya nasional 1983 telah disepakati pengertian keperawatan adalah sebagai
berikut, keperawatan adalah pelayanan professional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,
berbentuk pelayanan bio psiko sosio spiritual yang komprehensif yang ditujukan
kepada individu, kelompok dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup
seluruh proses kehidupan manusia.
Florence
Nightingale (1895) mendefinisikan keperawatan sebagai berikut, keperawatan
adalah menempatkan pasien alam kondisi paling baik bagi alam dan isinya untuk
bertindak.
Calilista Roy (1976) mendefinisikan keperawatan merupakan definisi ilmiah yang berorientasi kepada praktik keperawatan yang memiliki sekumpulan pengetahuan untuk memberikan pelayanan kepada klien.
Calilista Roy (1976) mendefinisikan keperawatan merupakan definisi ilmiah yang berorientasi kepada praktik keperawatan yang memiliki sekumpulan pengetahuan untuk memberikan pelayanan kepada klien.
Dari
beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keperawatan adalah upaya
pemberian pelayanan/asuhan yang bersifat humanistic dan professional, holistic
berdasarkan ilmu dan kiat, standart pelayanan dengan berpegang teguh kepada
kode etik yang melandasi perawat professional secara mandiri atau memalui upaya
kolaborasi.
Dalam pekerjaannya perawat setiap hari kontak
langsung dengan pasien dalam waktu cukup lama (6-8 jam/hari), sehingga
selalu terpajan mikroorganisme patogen. Dapat menjadi pembawa infeksi dari satu
pasien ke pasien lain, atau ke perawat lainnya. Harus sangat berhati-hati
(bersama apoteker) bila menyiapkan dan memberikan obat-obatan antineoplastik
pada pasien kanker. Selalu mencuci tangan setelah melayani pasien, melepas
masker dan kap (topi perawat) bila memasuki ruangan istirahat atau ruangan
makan bersama. Abortus spontan, lahir prematur dan lahir mati sering dialami
perawat yang bertugas di ruang rawat inap/ bangsal perawatan Menurut hasil
penelitian di Cleveland Clinic Hospital dan 22 RS di Ohio (1993-1996 di Amerika
Serikat, terbanyak ditemukan cedera sprain dan strain pada perawat. Nyeri pinggang (back injuries)merupakan keluhan terbanyak dari
cedera tersebutdan lebih banyak menimpa perawat wanita. Penyebabnya ditengarai
adalah seringnya kerja otot statik, seperti mengangkat pasien dan kerja
bergilir (work shift).
Perawat merupakan pekerja Rumah sakit yang
memiliki potensi Bahaya-bahaya di rumah sakit, bahaya tersebut
dapat yang dikelompokkan sebagai berikut :
1.Bahaya fisik: radiasi pengion, radiasi pengion, suhu panas, suhu dingin, bising,
getaran, pencahayaan.
2.Bahaya
kimia: bahan-bahan kimia
3.Bahaya biologi: terinfeksi miroorganisme
4.Bahaya
ergonomic: posisi kerja
5.Bahaya
psikososial: lama bekerja, stress,dll
6.Bahaya mekanik: berasal dari mesin/alat (terjepit, terpotong,
tersayat, tertusuk benda tajam, dll)
7.Bahaya listrik: sengatan listrik, kebakaran, hubungan arus pendek,dll.
Dalam kasus “Jangan Kucilkan Daku” perawat
mengalami kecelakaan kerja berupa tertusuk jarum bekas menyuntik pasien dengan
gejala diduga HIV/AIDS. Adapun sebab-sebab kecelakaan kerja secara umum antara
lain:
a) Penyebab langsung: kecelakaan yang bisa
dilihat dan dirasakan langsung
- Unsafe conditions & sub-standard conditions (keadaan yang tidak aman pada hakekatnya dapat diamankan/diperbaiki). Biasanya karena :
- Unsafe conditions & sub-standard conditions (keadaan yang tidak aman pada hakekatnya dapat diamankan/diperbaiki). Biasanya karena :
§Pengaman
yang tidak sempurna
§Peralatan/bahan
yang tidak seharusnya
§Penerangan
kurang/berlebih
§Ventilasi
kurang
§Iklim
kerja tidak sesuai
§Getaran
§Kebisingan
cukup tinggi
§Pakaian
tidak sesuai
§Ketatarumahtanggaan yang buruk (poor house keeping).
- Unsafe acts & sub-standard practice
(tindakan/perbuatan yang menyimpang dari tata cara/prosedur aman). Biasanya
karena :
§Melakukan
pekerjaan tanpa wewenang
§Menghilangkan
fungsi alat pengaman (melepas/mengubah)
§Memindahkan
alat-alat keselamatan
§Menggunakan
alat yang rusak
§Menggunakan
alat dg cara yang salah
§Bekerja
dengan posisi/sikap tubuh yang tidak aman
§Mengangkat
secara salah
§Mengalihkan
perhatian (mengganggu, mengagetkan, bergurau)
§Melalaikan
penggunaan alat pelindung diri (APD) yang ditentukan
§Mabuk
karena minuman beralkohol
§b) Penyebab dasar kecelakaan kerja: basic cause
· - Faktor manusia
§Kurangnya kemampuan fisik, mental & psikologi
§Kurangnya pengetahuan & ketrampilan.
§Stres
Merupakan persepsi dari ancaman atau
dari suatu bayangan akan adanya ketidaksenangan yang menggerakkan/menyiagakan
organisme. Stres berasal dalam diri manusia dan tergantung intensitas serta
lama waktunya, bila terjadi dalam kurun waktu yang lama strss dapat menganggu
kesehatan dan produktivitas.
§Motivasi yang salah
§ - Faktor lingkungan
§Kepemimpinan/pengawasan kurang
§Peralatan & bahan kurang
§Perawatan peralatan yang kurang
§Standar kerja kurang
FISIOLOGI
KERJA
Fisiologi kerja
FISIOLOGI dapat didefinisikan sebagai
ilmu yang mempelajari fungsi, mekanisme dan cara kerja organ, jaringan dan
sel-sel organisme.
Sedangkan Fisiologi kerja merupakan
suatu studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dan kelelahan
selama otot bekerja. Relevansinya dengan Ergonomi antara lain :
- Lokasi kelelahan otot dan gangguan trauma kumulatif
- Saat seluruh tubuh kelelahan,
mengurangi pekerjaan dan penjadwalan istirahat
- Stress panas, dengan kata lain beban panas metabolik
Kerja fisik dan mental
Tingkat intensitas kerja optimum
umumnya tercipta ketika tidak ada tekanan dan ketegangan, dimana Tekanan
berkenaan dengan beberapa aspek dari aktivitas manusia dari lingkungannya yang
terjadi akibat adanya reaksi individu tersebut tidak mendapatkan keinginan yang
sesuai. Sedangkan ketegangan
merupakan konsekuensi logis yang harus diterima oleh individu tersebut akibat
dari tekanan,
Secara garis besar, kegiatan-kegiatan
manusia dapat digolongkan menjadi kerja fisik dan kerja mental. Pemisahan ini
tidak dapat dilakukan secara sempurna, karena terdapatnya hubungan yang erat
antar satu dengan lainnya.
Kerja fisik
Kerja fisik adalah kerja yang
memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber tenaganya. Dalam kerja
fisik, konsumsi energi merupakan faktor utama yang dijadikan tolok ukur penentu
berat atau ringannya suatu pekerjaan
Kerja fisik akan mengakibatkan
perubahan fungsi pada alat-alat tubuh, yang dapat dideteksi melalui :
- Konsumsi oksigen
- Denyut jantung
- Peredaran udara dalam
paru-paru
- Temperatur tubuh
- Konsentrasi asam laktat
dalam darah
- Komposisi kimia dalam
darah dan air seni
- Tingkat penguapan
- Faktor lainnya
Konsumsi energi
Konsumsi energi pekerja dalam bekerja
merupakan faktor utama yang dapat membatasi prestasi harian atau performansi
kerjanya. Untuk mengefisienkan konsumsi energi dan mempertahankan performansi
kerja, dibutuhkan perancangan lingkungan kerja yang baik
Faktor yang mempengaruhi konsumsi
energi diantaranya adalah metode
kerja, sikap kerja, tingkat kerja dan perancangan
peralatan kerja. Sedangkan besarnya konsumsi energi tergantung pada berat badan, tinggi badan, dan jenis kelamin. Skala untuk
konsumsi energi adalah kilo kalori (kkal). Satu liter oksigen yang dihasilkan
tubuh manusia menghasilkan rata-rata sebesar 4,8 kkal
Kerja mental
Kerja mental merupakan kerja yang
melibatkan proses berpikir dari otak kita. Pekerjaan ini mengakibatkan
kelelahan mental bila intensitas kerja ini relatif tinggi. Hal ini bukan
diakibatkan oleh aktifitas fisik secara langsung, melainkan akibat kerja otak
kita
Pengukuran kerja mental memperhatikan
beberapa hal berikut :
a. Beban waktu ( waktu yang tersedia,
pekerjaan yang terlampaui ( task overlapping)
b. Beban usaha mental ( beban ini
misalnya dalam proses perhitungan, pembuatan keputusan, menyimpan sejumlah
informasi dalam memori ingatalah dan memunculkannya dll.
c. Beban stress psikologi ( hel yang
memberikan kontribusi terhadap rasa bingung dan frustasi operator antara lain
motivasi, pelatihan, kelelahan, dan emosional. Variabel tersebut dimunculkan
dalam bentuk rasa takut akan gagal, terluka, keterasingan dll.
Skala beban kerja mental
Merupakan suatu ukuran skala untuk
mengukur tingkat beban kerja mental suatu pekerjaan berdasarkan ketiga variabel
di atas.
1. Beban Waktu
- Sering memiliki waktu luang (Interupsi
dan overlapping antar aktifitas jarang / tidak
terjadi)
- Waktu Luang sering terjadi sekali -
kali (Interupsi dan overlapping antar aktifitas sering terjadi)
- Hampir tidak ada waktu luang
(Interupsi dan overlappingantar aktifitas sangat sering dan selalu terjadi)
2. Beban usaha mental
- Sangat sedikit memerlukan konsentrasi,
aktifitas bersifat otomatis, memerlukan sedikit perhatian
- Konsentrasi moderat diperlukan,
kompleksitas meningkat sehingga menyebabkan hal ketidakastian dan keterasingan
- Usaha mental yang intensif dan
konsentrasi yang tinggi diperlukan. Aktifitas sangat kompleks dan memerlukan
perhatian penuh.
3. Beban stress psikologi
- Sedikit membingungkan, beresiko,
frustasi muncul dan dengan mudah dan diatasi
- Tingkat stress yang menengah /
moderate dimana kebingugan dan frustasi menambah beban kerja. Kompensasi secara
signifikan diperlukan untuk menjaga performansi yang cukup
- Kebingungan dan rasa frustasi yang
tinggi sehingga memerlukan kontrol diri dan determinasi yang tinggi hingga
titik ekstrim.
Proses metabolisme
- Proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh manusia
merupakan fase yang penting sebagai penghasil energi yang diperlukan untuk
kerja fisik.
- Proses metabolisme ini bisa dianalogikan dengan proses
pembakaran yang kita jumpaibdalam mesin motor bakar (combustion engine).
Lewat proses metabolis akan dihasilkan panas dan energi yang diperlukan untuk
kerja mekanis lewat sistem otot manusia. Di sini zat-zat makanan akan
bersenyawa dengan oksigen (O2) yang dihirup, terbakar dan menimbulkan panas
serta energi mekanik.
Pengukuran konsumsi oksigen
- Besarnya pengeluaran energi sebagai akibat kerja fisik
sangat berkaitan dengan konsumsi energi. Satuan pengukuran konsumsi energi
adalah kilo kalori (KKal). 1 KKal adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk
menaikkan tempertaur 1 liter air dari 14,5o C menjadi 15,5o C. Energi yang
dikonsumsikan seringkali bisa diukur secara langsung yaitu melalui konsumsi
oksigen (O2) yang dihisap. Menurut Mc.
Cormick, volume oksigen yang
dibutuhkan bekerja dapat dipakai sebagai dasar menentukan jumlah kalori
yang diperlukan selama kerja atas dasar persamaan berikut ini :
1 liter oksigen = 4,7 – 5 Kkal
- Sedangkan menurut Nurmianto (2000), jika 1 liter oksigen
dikonsumsi oleh tubuh, maka tubuh akan mendapatkan 4,8 KKal energi. Faktor
inilah yang merupakan nilai kalori suatu oksigen.
- Volume oksigen yang digunakan tersebut dihitung dengan
cara mengukur volume udara ekspirasi dan kemudian kadar oksigennya ditentukan
dengan teknik sampling. Dengan mengetahui temperatur dan tekanan udaranya, maka
volume oksigen yang digunakan dapat dihitung.
Pengukuran denyut jantung
- Derajat beban kerja tidak hanya tergantung pada jumlah
kalori yang dikonsumsi, akan tetapi juga bergantung pada jumlah otot yang
terlibat pada pembebanan otot statis. Sejumlah konsumsi energi tertentu akan
lebih berat jika hanya ditunjang oleh sejumlah kecil otot relatif terhadap
sejumlah besar otot.
- Astrand dan Christensen meneliti pengeluaran energi dari
tingkat denyut jantung dan menemukan adanya hubungan langsung antara keduanya.
Tingkat pulsa dan denyut jantung per menit dapat digunakan untuk menghitung
pengeluaran energi. [Retno
Megawati, 2003]
- Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa kecepatan denyut
jantung dan pernapasan dipengaruhi oleh tekanan fisiologis, tekanan oleh
lingkungan atau tekanan akibat kerja keras, di mana ketiga faktor tersebut
memberikan pengaruh yang sama besar. Pengukuran berdasarkan kriteria fisiologis
ini bisa digunakan apabila faktor-faktor yang berpengaruh tersebut dapat
diabaikan atau situasi kegiatan dalam keadaan normal.
- Tahap pertama adalah menyetarakan besaran kecepatan
denyut jantung ke dalam bentuk energi. Untuk merumuskan hubungan antara Energy expenditure kecepatan denyut jantung dilakukan
pendekatan kuantitatif hubungan antara energi
expenditure dengan kecepatan
denyut jantung dengan analisa regresi. Bentuk regresi hubungan energi dengan
kecepatan denyut jantung secara umum adalah regresi kuadratis dengan persamaan
sebagai berikut :
- Di mana : Y = Energi (Kilokalori/menit)
X = Kecepatan denyut jantung (denyut per menit)
- Lalu ditentukan besarnya konsumsi energi yang ada dengan
rumus matematis :
KE = Et – Ei
- Dimana :
KE = Konsumsi energi untuk kegiatan tertentu (Kkal/mnt)
Et = Pengeluaran energi pada waktu kerja tertentu (Kkal/mnt)
Ei = Pengeluaran energi pada waktu istirahat (Kkal/mnt) [Martyaningsih, 2003]
Peningkatan denyut nadi mempunyai
peran yang sangat penting di dalam peningkatan cardiac output dari istirahat sampai kerja maksimum.
Peningkatan yang potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja
maksimum tersebut oleh Rodahl (1989) didefinisikan sebagai Heart Rate Reserve (HR
Reserve). HR Reserve tersebut diekspresikan dalam presentase yang dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
% HR Reserve = (denyut
nadi kerja- denyut nadi istirahat)/(denyut nadi maks-denyut nadi
istirahat)*100%
Lebih lanjut, Manuaba & Vanwonteerghem (1996) menentukan klasifikasi
beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan
denyut nadi maksimum karena beban kerja kardiovaskuler (cardiovasculair load
= %CVL) yang dihitung dengan
rumus sebagai berikut
%CVL=100x(denyut nadi kerja-denyut
nadi istirahat)/(denyut nadi mak-denyut nadi istirahat)
Dimana :
Denyut nadi istirahat = rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai
Denyut nadi kerja = rerata denyut nadi selama bekerja
Denyut nadi maksimum = (220 – umur) untuk laki-laki dan(200 – umur) untuk
wanita.
Psikologi
Potensi bahaya
psikologi adalah potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi
aspek-aspek psikologis ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan
perhatian seperti penempatan pekerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat,
kepribadian, motivasi, tempramen, pendidikan, system seleksi, dan klasifikasi
terhadap pekerja yang tidak sesuai, kurangnya ketrampilan pekerja dalam
melakukan pekarjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh,
serta hubungan antara individu yang tidak harmonis dan tidak serasi dalam organisasi
kerja.
Salah satu sumber
penyebab kecelakaan kerja adalah stress kerja sebagai faktor psikologis,
menurut penelitian Baker (Rini 2002) stres kerja dapat menurunkan daya tahan
tubuh terhadap serangan penyakit, akibatnya pekerja cenderung sering dan mudah
terserang penyakit sehingga kurang berkonsentrasi dengan pekerjaannya.
Quick dan Quick
(1984) mengkategorikan jenis stress menjadi dua, yaitu:
- Eustress, yaitu
hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif
(bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga
organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan
adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
- Distress, yaitu
hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan
destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan
juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran
(absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan,
dan kematian.
Pengertian stress
dengan stress kerja hampir sama, hanya saja ruang lingkup untuk pengertian
stress jauh lebih luas, karena bisa terjadi dan disebabkan oleh lingkungan
kerja maupun di luar lingkungan kerja, sedangkan stress kerja hanya terjadi di
lingkungan kerja (Gibson, 1991 : 339).
Hubungan antara
stres kerja dengan resiko kecelakaan kerja bersifat positif. Terbukti bahwa
semakin stres berkaitan dengan pekerjaan maka resiko kecelakaan semakin tinggi.
Pekerja yang mengalami stres dalam pekerjaannya akan cenderung bersikap negatif
seperti menjadi cemas, was-was, sulit tidur, gangguan pola makan, dan menjadi
lebih diam dari biasanya. Stres yang tidak cepat diatasi oleh pekerja
menyebabkan pekerja tidak konsentrasi dalam melaksanakan tugas dan merasa
frustasi dalam menyelesaikan tanggung jawab kerja sehingga pekerja melakukan
kesalahan ketika sedang bekerja (Sneddon, Mearns dan Flin, 2006).
Stres kerja
timbul karena individu itu sendiri, dimana kesalahan dapat terjadi karena
masalah pribadi dan keraguan yang menggambarkan pribadi dan keraguan yang
menggambarkan bagaimana individu menghadapi tugas, misalnya pekerja mengerjakan
suatu tugas namun mengalami kegagalan menyebabkan pekerja menjadi merasa gagal
(Berry dan Houston, 1993). Hansen (Berry dan Houston, 1993) menjelaskan
kecelakaan dalam pekerjaan tidak akan terjadi jika pekerja memahami dan cepat
menanggulangi masalah pribadi dan gangguan dalam pekerjaannya. Stres yang tidak
cepat di atasi oleh pekerja menyebabkan pekerja menjadi tidak konsentrasi dalam
melaksanakan tugas, dan merasa frustasi dalam menyelesaikan tanggungjawab
kerja, sehingga pekerja melakukan kesalahan ketika sedang bekerja (Sneddon,
mearns dan Flin, 2006), yaitu melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan
pengoperasian (Minner, 1992).
Adapun dampak
dari stres menurut Everly dan Girdano (Munandar, 2001) stress mempunyai dampak
pada suasana hati (mood), otot kerangka (musculoskeletal) dan organ-organ dalam
badan (visceral).
Banyaknya kasus
kecelakaan kerja pada perusahaan di Indonesia, menurut Germain dan Clark (2007)
dilatarbelakangi oleh adanya faktor penyebab kecelakaan kerja yang disebut
dengan Incident Causation Model yang terdiri dari:
1. Kurang kontrol
2. Sebab dasar,
terdiri dari faktor manusia dan faktor pekerjaan
3. Sebab langsung
4. Kejadian
5. Kerugian
Faktor manusia
memiliki peranan penting dimana manusia sebagai pelaku pekerjaan memiliki
banyak kekurangan, seperti kurangnya pengetahuan, kurang keterampilan, motivasi
yang kurang baik, stres fisik dan mental menyebabkan kecelakaan kerja terjadi,
sehingga bukan hanya melihat kondisi, tetapi manusia juga sebagai operator
memiliki banyak kelemahan (Suma’mur, 1989).
Pada umumnya
stres kerja lebih banyak merugikan diri pekerja maupun perusahaan. Pada diri
pekerja, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan
yang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999). Konsekuensi pada pekerja
ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke
aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang,
selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya.
Bagi perusahaan,
konsekuensi negatif yang timbul dari stress kerja bersifat tidak langsung
adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan
secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan
teralienasi, hingga turnover (Greenberg & Baron, 1993; Quick & Quick,
1984; Robbins, 1993). Dan kepuasaan kerja pekerja sangatlah rendah ketika
mengalami stress kerja.
Secara singkat
beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stress kerja dapat berupa:
a. Terjadinya
kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja.
b. Mengganggu
kenormalan aktivitas kerja.
c. Menurunkan
tingkat produktivitas.
d. Menurunkan
pemasukan dan keuntungan perusahaan.
Kerugian
finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas
dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas
lainnya. Banyak pekerja yang tidak masuk kerja dengan berbagai alasan, atau
pekerjaan tidak selesai pada waktunya entah karena kelambanan atau pun karena
banyaknya kesalahan yang berulang.
Tetapi di sisi
lain stress juga bersifat positif konstruktif bagi individu dimana pekerja yang
mampu mengatasi dan mengubah stres menjadi motivasi (dorongan) agar lebih maju
dimana job performancenya meningkat, lebih cekatan dalam bekerja, lebih teliti,
dan mampu menyelesaikan pekerjaan dengan memuaskan.
Sedangkan dampak
positif konstruktif stress terhadap perusahaan adalah dimana produktifitas
perusahaan meningkat, daya saing perusahaan yang meningkat, kualitas output
yang baik, tingkat absensi pekerja menurun, kepuasan kerja pekerja meningkat
dan finansial perusahaan mengalami surplus.
Sebagai pelaku
bisnis yang didukung oleh para pekerja, sudah sepantasnya bila para pemimpin
terus membangun hubungan baik antara pekerja dan perusahaan yang yang sedang
dipimpin. Karena bagaimanapun juga, keberadaan mereka memberikan kontribusi
yang cukup besar terhadap kesuksesan bisnis yang dibangun. Pentingnya peran
pekerja terhadap perkembangan usaha, mendorong sebagian besar pemimpin
perusahaan untuk selalu memotivasi para pekerja agar bisa bekerja secara
optimal. Sebab, semakin bagus performa yang diberikan para pekerja, maka
semakin besar pula peluang bagi sebuah bisnis untuk mencapai kesuksesannya.
Dukungan sosial
yang baik akan membantu pekerja ketika terjadi masalah dalam pekerjaan dan
memberikan dukungan emosi, namun pekerja yang tidak mendapat dukungan sosial
menjadi depresi, mudah marah, dan gelisah. Sedikitnya dukungan dari atasan
dimana mereka kurang mengontrol pekerja mengakibatkan pekerja bertindak salah.
Keterlibatan kerja menjadi prediktor langsung pada tindakan selamat, tindakan
selamat akan menghasilkan sedikit luka-luka/kerugian, begitu pula sebaliknya
(Lanoie, 1994).
Mengingat faktor
psikologis (stress) kerja dapat mengakibatkan gangguan pada kesehatan bahkan
kecelakaan kerja, perlu adanya solusi untuk menanggulangi permasalahan
tersebut, diantaranya adalah dengan pemberian motivasi untuk para pekerja,
menempatkan pekerja pada bagian-bagian yang sesuai dengan kemampuan, dan
menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman.
Lalu beberapa
langkah yang perlu dilakukan para pemimpin untuk memotivasi para pekerjanya
adalah dengan :
1.
Tingkatkan
motivasi kerja pekerja melalui training
Terkadang
menekuni sebuah pekerjaan yang sama setiap harinya, membuat sebagian besar
pekerja merasa jenuh dan bosan. Dampaknya, motivasi pekerja akan turun sehingga
mereka tidak bekerja secara optimal. Karena itu untuk mengembalikan motivasi
pekerja, Anda perlu mengadakan training khusus bagi para pekerja. Misalnya saja
mengadakan pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan kerja mereka, atau sekedar
training untuk membangun kembali motivasi pekerja yang mulai turun.
1.
Berikan
reward bagi pekerja yang berprestasi
Tidak ada
salahnya jika Anda memberikan reward khusus bagi pekerja yang berprestasi. Bisa
berupa bonus atau insentif, maupun berupa hadiah kecil yang bisa mewakili
ucapan terimakasih perusahaan atas prestasi para pekerja. Cara ini terbukti
cukup efektif, sehingga pekerja lebih bersemangat untuk memberikan
prestasi-prestasi berikutnya bagi perusahaan.
1.
Lakukan
pendekatan untuk mengoptimalkan kinerja pekerja
Sebagai pemimpin
perusahaan, Anda juga perlu melakukan pendekatan pada para pekerja Anda. Bila
perlu kenali kelebihan dan kekurangan yang dimiliki masing-masing dari mereka,
sebab hal ini akan memudahkan Anda untuk mengevaluasi perkembangan setiap
pekerja. Mana pekerja yang memiliki prestasi kerja cukup bagus, dan mana
pekerja yang membutuhkan dukungan Anda untuk mencapai keberhasilan seperti rekan-rekan
lainnya. Tentu dengan pendekatan tersebut, Anda dapat membantu pekerja yang
kesulitan mengerjakan tugasnya untuk bisa berhasil meraih prestasi seperti
pekerja lainnya.
1.
Adakan
kegiatan khusus untuk membangun kekeluargaan antara pekerja dan perusahaan.
Membangun
kekeluargaan antara pihak pekerja dan pemilik usaha, menjadi langkah jitu untuk
meningkatkan motivasi kerja pekerja. Dengan kekeluargaan yang kuat, mereka akan
ikut merasakan kepemilikan perusahaan tersebut. Sehingga loyalitasnya untuk bersama-sama
membesarkan perusahaan semakin meningkat. Adakan acara pertemuan rutin setiap
bulannya, yang bisa mengakrabkan semua pekerja di perusahaan Anda. Lingkungan
kerja yang hangat dan akrab, akan membuat pekerja merasa nyaman dalam
menjalankan pekerjaannya
Pengenalan
Bahaya Di Lingkungan Kerja
Klasifikasi Bahaya
·
Bahaya di lingkungan kerja
dapat didefinisikan sebagai segala kondisi yang dapat memberi pengaruh yang
merugikan terhadap kesehatan atau kesejahteraan orang yang terpajan.
·
Faktor bahaya di lingkungan
kerja meliputi faktor Kimia, Biologi, Fisika, Fisiologi dan Psikologi
·
BAHAYA KIMIA
·
Jalan masuk bahan kimia ke
dalam tubuh:
o Pernapasan
( inhalation ),
o Kulit
(skin absorption )
o Tertelan
( ingestion )
·
Racun dapat menyebabkan efek
yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya.
Korosi
·
Bahan kimia yang bersifat
korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana terjadi kontak.
Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena.
·
Contoh : konsentrat asam dan
basa , fosfor.
Iritasi
·
Iritasi menyebabkan peradangan
pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti
eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat
menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema ( bengkak )
·
Contoh :
o Kulit
: asam, basa,pelarut, minyak .
o Pernapasan
: aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine
,bromine, ozone.
Reaksi Alergi
·
Bahan kimia alergen atau
sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau organ pernapasan
·
Contoh :
o Kulit
: colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel, epoxy
hardeners, turpentine.
o Pernapasan
: isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.
Asfiksiasi
·
Asfiksian yang sederhana adalah
inert gas yang mengencerkan atmosfer yang ada, misalnya pada kapal, silo, atau
tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh kurang
dari 19,5% volume udara.
·
Asfiksian kimia mencegah
transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah atau mencegah oksigenasi
normal pada kulit.
·
Contoh :
o Asfiksian
sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium
o Asfiksian
kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide, hidrogen sulphide
Kanker
·
Karsinogen pada manusia adalah
bahan kimia yang secara jelas telah terbukti pada manusia.
·
Kemungkinan karsinogen pada
manusia adalah bahan kimia yang secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker
pada hewan .
·
Contoh :
o Terbukti
karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia); vinylchloride ( liver
angiosarcoma); 2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih ); asbestos
(kanker paru-paru , mesothelioma);
o Kemungkinan
karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon tetrachloride, dichromates,
beryllium
Efek Reproduksi
·
Bahan-bahan beracun mempengaruhi
fungsi reproduksi dan seksual dari seorang manusia.
·
Perkembangan bahan-bahan racun
adalah faktor yang dapat memberikan pengaruh negatif pada keturunan orang yang
terpapar, sebagai contoh :aborsi spontan.
·
Contoh :
o Manganese,
carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene glycol, mercury.
Organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead, thalidomide, pelarut.
Racun Sistemik
·
Racun sistemik adalah agen-agen
yang menyebabkan luka pada organ atau sistem tubuh.
·
Contoh :
o Otak
: pelarut, lead,mercury, manganese
o Sistem
syaraf peripheral : n-hexane,lead,arsenic,carbon disulphide
o Sistem
pembentukan darah : benzene,ethylene glycol ethers
o Ginjal
: cadmium,lead,mercury,chlorinated hydrocarbons
o Paru-paru
: silica,asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )
BAHAYA BIOLOGI
·
Bahaya biologi dapat
didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari sumber-sumber biologi yang
berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein dari binatang atau bahan-bahan
dari tumbuhan seperti produk serat alam yang terdegradasi.
·
Bahaya biologi dapat dibagi
menjadi dua yaitu yang menyebabkan infeksi dan non-infeksi. Bahaya dari yang
bersifat non infeksi dapat dibagi lagi menjadi organisme viable, racun biogenik
dan alergi biogenik.
Bahaya infeksi
·
Penyakit akibat kerja karena
infeksi relatif tidak umum dijumpai. Pekerja yang potensial mengalaminya a.l.:
pekerja di rumah sakit, laboratorium, jurumasak, penjaga binatang, dokter hewan
dll.
Contoh : Hepatitis B, tuberculosis, anthrax, brucella, tetanus,
salmonella, chlamydia, psittaci
Organisme viable dan racun biogenic.
·
Organisme viable termasukdi
dalamnya jamur, spora dan mycotoxins; Racun biogenik termasuk endotoxins,
aflatoxin dan bakteri.
·
Perkembangan produk bakterial
dan jamur dipengaruhi oleh suhu, kelembapan dan media dimana mereka tumbuh.
Pekerja yang beresiko: pekerja pada silo bahan pangan, pekerja pada sewage
& sludge treatment, dll.
·
Contoh : Byssinosis, “grain
fever”,Legionnaire’s disease
Alergi Biogenik
·
Termasuk didalamnya adalah:
jamur, animal-derived protein, enzim.
·
Bahan alergen dari pertanian
berasal dari protein pada kulit binatang, rambut dari bulu dan protein dari
urine dan feaces binatang.
·
Bahan-bahan alergen pada
industri berasal dari proses fermentasi, pembuatan obat, bakery, kertas, proses
pengolahan kayu , juga dijumpai di bioteknologi ( enzim, vaksin dan kultur
jaringan).
·
Pada orang yang sensitif,
pemajanan alergen dapat menimbulkan gejala alergi seperti rinitis,
conjunctivitis atau asma.
·
Contoh :
o Occupational
asthma : wool, bulu, butir gandum, tepung bawang dsb.
BAHAYA FISIKA
Kebisingan
·
Kebisingan dapat diartikan
sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif
terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi.
·
Aspek yang berkaitan dengan
kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama
pajanan.
·
Kebisingan dapat menghasilkan
efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya
mengganggu job performance tenaga kerja.
·
Pajanan kebisingan yang tinggi
(biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat menyebabkan tuli yang
bersifat sementara maupun kronis.
·
Tuli permanen adalah penyakit
akibat kerja yang paling banyak di klaim .
·
Contoh : Pengolahan kayu,
tekstil, metal, dll.
Getaran
·
Getaran mempunyai parameter
yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan
apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten.
·
Metode kerja dan ketrampilan
memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual
menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah
yang dikenal sebagai ” Raynaud’s phenomenon ” atau ” vibration-induced white
fingers”(VWF).
·
Peralatan yang menimbulkan
getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem
musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang.
·
Contoh : Loaders, forklift
truck, pneumatic tools, chain saws.
Radiasi Non Mengion
·
Radiasi non mengion antara lain
: radiasi ultraviolet, visible radiation, inframerah, laser, medan
elektromagnetik (microwave dan frekuensi radio) .
·
Radiasi infra merah dapat
menyebabkan katarak.
·
Laser berkekuatan besar dapat
merusak mata dan kulit.
·
Medan elektromagnetik tingkat
rendah dapat menyebabkan kanker.
·
Contoh :
o Radiasi
ultraviolet : pengelasan.
o Radiasi
Inframerah : furnacesn/ tungku pembakaran
o Laser
: komunikasi, pembedahan .
Pencahayaan ( Illuminasi )
·
Tujuan pencahayaan :
o Memberi
kenyamanan dan efisiensi dalam melaksanakan pekerjaan
o Memberi
lingkungan kerja yang aman
·
Efek pencahayaan yang buruk:
mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat,
dan menyebabkan kecelakaan.
·
Keuntungan pencahayaan yang
baik : meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan,
meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan
kerja.
·
BAHAYA PSIKOLOGI
Stress
·
Stress adalah tanggapan tubuh
(respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan atasnya. Manakala
tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan stress.
·
Gangguan emosional yang di
timbulkan : cemas, gelisah, gangguan kepribadian, penyimpangan seksual,
ketagihan alkohol dan psikotropika.
·
Penyakit-penyakit psikosomatis
antara lain : jantung koroner, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, luka
usus besar, gangguan pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit seperti
eksim,dll.
BAHAYA FISIOLOGI
Pembebanan Kerja Fisik
·
Beban kerja fisik bagi pekerja
kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan derajat kesehatan.
·
Pembebanan tidak melebihi 30 –
40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari.
·
Berdasarkan hasil beberapa
observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila mengangkat dan
mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut harus
disesuaikan.
·
Oleh karena penetapan kemampuan
kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis yang digunakan adalah pengukuran
denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi
sebelum bekerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar